31.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Waspada Bencana Hidrometeorologi, BMKG Predisksi Cuaca Ekstrem Hantam Wilayah Indonesia Hingga 9 Desember

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi peningkatan curah hujan di atas normal yang membawa bencana hidrometeorologi. BMKG memprediksi, cuaca ekstrem masih akan menghantam sebagian besar wilayah Indonesia hingga 9 Desember mendatang, termasuk Sumatera Utara. Wilayah Sumut juga diwarning untuk waspada bencana hidrometeorologi.

EVAKUASI: TIM Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama warga mengevakuasi jenazah korban erupsi gunung Semeru di Desa Kajar Kuning dan Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Minggu (5/12).

Bencana hidrometeorologi adalah terjadi oleh parameter meteorologi seperti curah hujan, kelembapan, temperatur, dan angin. Potensi bencana hidrometeorologi adalah tak hanya pada musim hujan, tetapi pada musim kemarau juga. Perubahan iklim yang menjadi penyebab bencana hidrometeorologi adalah terjadi pada iklim, curah hujan, dan suhu udara pengaruh peningkatan gas karbon dioksida dan gas-gas lain. Tak hanya perubahan iklim yang ektrem, penyebab utama bencana hidrometeorologi adalah terjadinya kerusakan lingkungan yang semakin masif.

“Sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki periode musim hujan. Dengan indikasi aktifnya fenomena La Nina pada periode musim hujan ini, maka kewaspadaan terhadap potensi peningkatan curah hujan di atas normal harus lebih ditingkatkan,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangannya, Minggu (5/12).

Dwikorita memaparkan, berdasarkan hasil analisis terkini, dalam sepekan ke depan diidentifikasi terjadi peningkatan aktivitas dinamika atmosfer. Aktivitas ini dapat berdampak pada peningkatan potensi cuaca ekstrem secara umum di sebagian besar wilayah Indonesia.

Dia menyebut, saat ini Siklon Tropis Nyatoh masih berada di wilayah Samudera Pasifik Barat sebelah timur Filipina dengan intensitas yang masih menguat hingga 24 jam ke depan dengan pergerakan sistem ke arah utara-barat laut.

Sedangkan bibit Siklon 94W yang berada di sekitar Teluk Benggala dalam periode 24 jam ke depan masih bergerak ke arah barat laut. Hal ini berpotensi mengakibatkan dampak terhadap kondisi cuaca di wilayah Indonesia menjadi tidak signifikan.”Meskipun begitu, dampak terhadap potensi gelombang tinggi 2.5 – 4.0 meter (Rough Sea) masih perlu diwaspadai di beberapa wilayah perairan,” tutur Dwikorita.

Di antaranya, lanjut dia, Perairan Utara Kepulauan Anambas, Perairan Barat Kepulauan Natuna, Perairan Kepulauan Subi Serasan, Perairan utara Kepulauan Sangihe, Perairan utara Kepulauan Talaud, Laut Maluku bagian Utara, Perairan Utara Halmahera, Laut Halmahera, Samudera Pasifik utara Halmahera hingga Papua. Sedangkan potensi gelombang tinggi mencapai 4.0 – 6.0 meter (Very Rough Sea) di wilayah perairan Laut Natuna Utara dan Perairan Utara Natuna.

Dengan semakin menjauhnya sistem Siklon Nyatoh dan Bibit 94W dari wilayah Indonesia, lanjut Dwikorita, maka kondisi tersebut membuka peluang terhadap peningkatan fenomena dinamika atmosfer lainnya, yaitu meningkatnya aliran massa udara yang cukup intens dari wilayah Laut China Selatan ke arah selatan memasuki wilayah atmosfer Indonesia.

Kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan yang dapat menimbulkan kejadian curah hujan tinggi di wilayah Indonesia.”Waspada bencana hidrometeorologi yang kemungkinan menyertainya hampir seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari banjir, tanah longsor, banjir bandang, angin kencang, puting beliung dan sebagainya,” paparnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menyampaikan, fenomena lain yang meningkatkan curah hujan yaitu dengan masih aktifnya fenomena gelombang atmosfer (gelombang Kelvin, Rossby Ekuatorial, dan MJO) di wilayah Indonesia terutama bagian tengah dan timur yang dapat turut memperkuat peningkatan potensi cuaca ekstrem dalam periode sepekan kedepan.

MJO, gelombang Rossby Ekuatorial, dan gelombang Kelvin, kata Guswanto adalah fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya.

Fenomena MJO dan gelombang Kelvin ini, lanjutnya, bergerak dari arah Samudra Hindia ke arah Samudra Pasifik melewati wilayah Indonesia dengan siklus 30-40 hari pada MJO, sedangkan pada Kelvin skala harian. Sebaliknya, Fenomena Gelombang Rossby bergerak dari arah Samudra Pasifik ke arah Samudra Hindia dengan melewati wilayah Indonesia

Sama halnya seperti MJO maupun Kelvin, ketika Gelombang Rossby aktif di wilayah Indonesia maka dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia.”Kondisi ini merata di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, KepulauanRiau, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Lalu, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Jogjakarta, Jawa Timur, dan Bali,” terangnya.

“Provinsi lain yang juga mengalami yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua,” tambah Guswanto.

Menurut Guswanto, masyarakat perlu melakukan sejumlah langkah antisipasi seperti memastikan kapasitas dan tata kelola air siap untuk menampung peningkatan curah hujan dan memastikan saluran air/drainase tidak tersumbat/lancar. Selain itu, melakukan penataan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak melakukan pemotongan lereng atau penebangan pohon dengan tidak terkontrol. “Lakukan juga pemangkasan dahan dan ranting pohon yang rapuh, dan menguatkan tegakan/tiang agar tidak roboh tertiup angin kencang, serta melakukan penghijauan secara lebih masif. Jangan lupa, terus memonitor informasi perkembangan cuaca dan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem dari BMKG, secara lebih rinci dan detail untuk tiap kecamatan di seluruh wilayah Indonesia,” pungkasnya.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Medan juga mengimbau kepada kepada masyarakat maupun instansi terkait untuk tetap waspada terhadap terjadinya bencana hidrometeorologi di Sumut yang disebabkan oleh cuaca ekstrem, yang masih dapat terjadi pada bulan ini. Imbauan ini disampaikan Prakirawan BBMKG Wilayah 1 Medan, Defri Mandoza.

Sebab, lanjut Defri, pihaknya memprediksi, bahwa La Nina dengan intensitas lemah dengan indeks -0,89 masih berpeluang terjadi di Indonesia, terutama di Sumatera Utara (Sumut) hingga awal tahun 2022.”Hal ini merupakan hasil analisis kondisi dinamika atmosfer global,” ujar Defri Mandoza kepada Sumut Pos di Medan, Minggu (5/12).

Potensi La Nina yang terjadi, lanjutnya, berpeluang mengakibatkan peningkatan curah hujan. Monitoring musim hujan Tahun 2021 menunjukan bahwa secara umum musim hujan masih terjadi di seluruh Provinsi Sumut dengan peluang intensitas hujan ringan hingga tinggi pada Desember 2021.”Aktivitas monsoon Asia (monsoon Timur Laut) yang bersifat basah diprakirakan akan semakin menguat dan meningkatkan suplai uap air ke wilayah Sumatera Bagian Utara,” katanya.

Dijelaskannya, wilayah konvergensi berada di Laut Jawa hingga Laut Papua. Gangguan tropis diprakirakan akan terbentuk di wilayah Laut Filipina dan Samudera Hindia Barat Daya Sumatera. “Suhu muka Laut diprediksi masih hangat di wilayah Teluk Benggala, Selatan Jawa, Utara Papua, Timur Indonesia,” jelasnya.

Berdasarkan hal tersebut, kata Defri, maka diprakirakan jumlah curah hujan pada Desember 2021 masih cukup tinggi di Sumut.”Maka dengan ini kami mengimbau kepada masyarakat dan instansi terkait untuk waspada terjadinya bencana hidrometeorologi di Sumut yang disebabkan oleh cuaca ekstrem,” ujarnya. (jpg/dwi)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi peningkatan curah hujan di atas normal yang membawa bencana hidrometeorologi. BMKG memprediksi, cuaca ekstrem masih akan menghantam sebagian besar wilayah Indonesia hingga 9 Desember mendatang, termasuk Sumatera Utara. Wilayah Sumut juga diwarning untuk waspada bencana hidrometeorologi.

EVAKUASI: TIM Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama warga mengevakuasi jenazah korban erupsi gunung Semeru di Desa Kajar Kuning dan Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Minggu (5/12).

Bencana hidrometeorologi adalah terjadi oleh parameter meteorologi seperti curah hujan, kelembapan, temperatur, dan angin. Potensi bencana hidrometeorologi adalah tak hanya pada musim hujan, tetapi pada musim kemarau juga. Perubahan iklim yang menjadi penyebab bencana hidrometeorologi adalah terjadi pada iklim, curah hujan, dan suhu udara pengaruh peningkatan gas karbon dioksida dan gas-gas lain. Tak hanya perubahan iklim yang ektrem, penyebab utama bencana hidrometeorologi adalah terjadinya kerusakan lingkungan yang semakin masif.

“Sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki periode musim hujan. Dengan indikasi aktifnya fenomena La Nina pada periode musim hujan ini, maka kewaspadaan terhadap potensi peningkatan curah hujan di atas normal harus lebih ditingkatkan,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangannya, Minggu (5/12).

Dwikorita memaparkan, berdasarkan hasil analisis terkini, dalam sepekan ke depan diidentifikasi terjadi peningkatan aktivitas dinamika atmosfer. Aktivitas ini dapat berdampak pada peningkatan potensi cuaca ekstrem secara umum di sebagian besar wilayah Indonesia.

Dia menyebut, saat ini Siklon Tropis Nyatoh masih berada di wilayah Samudera Pasifik Barat sebelah timur Filipina dengan intensitas yang masih menguat hingga 24 jam ke depan dengan pergerakan sistem ke arah utara-barat laut.

Sedangkan bibit Siklon 94W yang berada di sekitar Teluk Benggala dalam periode 24 jam ke depan masih bergerak ke arah barat laut. Hal ini berpotensi mengakibatkan dampak terhadap kondisi cuaca di wilayah Indonesia menjadi tidak signifikan.”Meskipun begitu, dampak terhadap potensi gelombang tinggi 2.5 – 4.0 meter (Rough Sea) masih perlu diwaspadai di beberapa wilayah perairan,” tutur Dwikorita.

Di antaranya, lanjut dia, Perairan Utara Kepulauan Anambas, Perairan Barat Kepulauan Natuna, Perairan Kepulauan Subi Serasan, Perairan utara Kepulauan Sangihe, Perairan utara Kepulauan Talaud, Laut Maluku bagian Utara, Perairan Utara Halmahera, Laut Halmahera, Samudera Pasifik utara Halmahera hingga Papua. Sedangkan potensi gelombang tinggi mencapai 4.0 – 6.0 meter (Very Rough Sea) di wilayah perairan Laut Natuna Utara dan Perairan Utara Natuna.

Dengan semakin menjauhnya sistem Siklon Nyatoh dan Bibit 94W dari wilayah Indonesia, lanjut Dwikorita, maka kondisi tersebut membuka peluang terhadap peningkatan fenomena dinamika atmosfer lainnya, yaitu meningkatnya aliran massa udara yang cukup intens dari wilayah Laut China Selatan ke arah selatan memasuki wilayah atmosfer Indonesia.

Kondisi tersebut dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan yang dapat menimbulkan kejadian curah hujan tinggi di wilayah Indonesia.”Waspada bencana hidrometeorologi yang kemungkinan menyertainya hampir seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari banjir, tanah longsor, banjir bandang, angin kencang, puting beliung dan sebagainya,” paparnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menyampaikan, fenomena lain yang meningkatkan curah hujan yaitu dengan masih aktifnya fenomena gelombang atmosfer (gelombang Kelvin, Rossby Ekuatorial, dan MJO) di wilayah Indonesia terutama bagian tengah dan timur yang dapat turut memperkuat peningkatan potensi cuaca ekstrem dalam periode sepekan kedepan.

MJO, gelombang Rossby Ekuatorial, dan gelombang Kelvin, kata Guswanto adalah fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya.

Fenomena MJO dan gelombang Kelvin ini, lanjutnya, bergerak dari arah Samudra Hindia ke arah Samudra Pasifik melewati wilayah Indonesia dengan siklus 30-40 hari pada MJO, sedangkan pada Kelvin skala harian. Sebaliknya, Fenomena Gelombang Rossby bergerak dari arah Samudra Pasifik ke arah Samudra Hindia dengan melewati wilayah Indonesia

Sama halnya seperti MJO maupun Kelvin, ketika Gelombang Rossby aktif di wilayah Indonesia maka dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia.”Kondisi ini merata di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, KepulauanRiau, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Lalu, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Jogjakarta, Jawa Timur, dan Bali,” terangnya.

“Provinsi lain yang juga mengalami yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua,” tambah Guswanto.

Menurut Guswanto, masyarakat perlu melakukan sejumlah langkah antisipasi seperti memastikan kapasitas dan tata kelola air siap untuk menampung peningkatan curah hujan dan memastikan saluran air/drainase tidak tersumbat/lancar. Selain itu, melakukan penataan lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak melakukan pemotongan lereng atau penebangan pohon dengan tidak terkontrol. “Lakukan juga pemangkasan dahan dan ranting pohon yang rapuh, dan menguatkan tegakan/tiang agar tidak roboh tertiup angin kencang, serta melakukan penghijauan secara lebih masif. Jangan lupa, terus memonitor informasi perkembangan cuaca dan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem dari BMKG, secara lebih rinci dan detail untuk tiap kecamatan di seluruh wilayah Indonesia,” pungkasnya.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Medan juga mengimbau kepada kepada masyarakat maupun instansi terkait untuk tetap waspada terhadap terjadinya bencana hidrometeorologi di Sumut yang disebabkan oleh cuaca ekstrem, yang masih dapat terjadi pada bulan ini. Imbauan ini disampaikan Prakirawan BBMKG Wilayah 1 Medan, Defri Mandoza.

Sebab, lanjut Defri, pihaknya memprediksi, bahwa La Nina dengan intensitas lemah dengan indeks -0,89 masih berpeluang terjadi di Indonesia, terutama di Sumatera Utara (Sumut) hingga awal tahun 2022.”Hal ini merupakan hasil analisis kondisi dinamika atmosfer global,” ujar Defri Mandoza kepada Sumut Pos di Medan, Minggu (5/12).

Potensi La Nina yang terjadi, lanjutnya, berpeluang mengakibatkan peningkatan curah hujan. Monitoring musim hujan Tahun 2021 menunjukan bahwa secara umum musim hujan masih terjadi di seluruh Provinsi Sumut dengan peluang intensitas hujan ringan hingga tinggi pada Desember 2021.”Aktivitas monsoon Asia (monsoon Timur Laut) yang bersifat basah diprakirakan akan semakin menguat dan meningkatkan suplai uap air ke wilayah Sumatera Bagian Utara,” katanya.

Dijelaskannya, wilayah konvergensi berada di Laut Jawa hingga Laut Papua. Gangguan tropis diprakirakan akan terbentuk di wilayah Laut Filipina dan Samudera Hindia Barat Daya Sumatera. “Suhu muka Laut diprediksi masih hangat di wilayah Teluk Benggala, Selatan Jawa, Utara Papua, Timur Indonesia,” jelasnya.

Berdasarkan hal tersebut, kata Defri, maka diprakirakan jumlah curah hujan pada Desember 2021 masih cukup tinggi di Sumut.”Maka dengan ini kami mengimbau kepada masyarakat dan instansi terkait untuk waspada terjadinya bencana hidrometeorologi di Sumut yang disebabkan oleh cuaca ekstrem,” ujarnya. (jpg/dwi)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/