JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Fenomena gerhana matahari total (GMT) tinggal dua hari lagi. Berbagai elemen masyarakat pun bersiap untuk menyambut fenomena langka itu dengan cara masing-masing. Mulai dari salat gerhana hingga sejumlah aktivitas adat di daerah. Khususnya, di daerah-daerah yang menjadi jalur GMT dan bisa menyaksikannya 100 persen.
Antusiasme masyarakat menyambut GMT lusa begitu besar. Namun bisa jadi antusiasme besar itu, juga bakal menjadi kekecewaan massal. Pasalnya dari delapan lokasi pemantauan GMT, diperkirakan hanya di dua titik saja yang cuacanya mendukung. Selebihnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi langit penuh awan.
Dari sisi cuaca, kedatangan GMT tahun ini memang kurang pas. Sebab datang di saat Indonesia memasuki musim basah. Sehingga banyak lokasi yang langitnya, meskipun pagi hari, banyak gumpalan-gumpalan awan. Berbeda ketika GMT terjadi di musim kering, potensi tertutup awan sangat kecil. Karena setiap hari langit cerah.
Kepala Sub-Bidang Informasi BMKG Harry Tirto Djatmiko mengatakan mereka memetakan prakiraan cuaca saat GMT di delapan lokasi. Yakni di Bengkulu, Palembang, Tanjung PAndan, Pangkalan Bun, Palangka Raya, Balikpapan, Ternate, dan Palu.
’’Dari semuanya itu hanya dua titik yang ideal untuk pengamatan GMT,’’ katanya. Kedua titik itu adalah di Tanjung Pandan dan Ternate. Sebab di kedua lokasi ini, diperkirakan 25 persen langitnya bakal tertutup awan. Sementara itu di Palembang, Pangkalan Bun, Balikpapan, dan Palu kemungkinan 50 persen turtutup awan. Sedangkan di Bengkulu dan Palangka Raya, kemungkinan tertutup 75 persen. Harry mengatakan setiap 30 menit BMKG selalu memperbaharui data prakiraan cuacanya.
Dari Istana, hingga saat ini baru Wapres Jusuf Kalla yang memastikan hadir di Palu menyaksikan GMT. Di ibu kota provinsi Sulawesi Tengah itu, JK tidak hanya sebatas menyaksikan GMT. Dia juga dijadadwalkan meresmikan monumen GMT. Monument itu didirikan di area anjungan Nusantara Pantai Talise, teuk Palu.
Sementara, Presiden Joko Widodo hingga kemarin belum memastikan apakah akan menyaksikan langsung GMT atau tidak. ’’Belum ada jadwal yang pasti,’’ ujar Juru Bicara Presiden Johan Budi SP saat dikonfirmasi kemarin. Presiden juga belum berbicara secara khusus mengenai GMT dan dampaknya bagi pariwisata Indonesia.
Momen GMT bukan hanya dimanfaatkan kaum peneliti dan para wisatawan. Organisasi keagamaan juga telah menyiapkan peristiwa langka itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada sang pemilik alam. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya sudah menerbitkan surat edaran kepada jajarannya, khsusnya wilayah yang mengalami GMT untuk melakukan salat gerhana.
“Sudah menyampaikan tuntunannya, yang isinya menjelaskan secara keilmuan dan tuntunan agama terkait gerhana sesuai hadis yang kita anggap shahih,” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos, Minggu (6/3).
Pemahaman terkait keilmuan dan tuntunan agama itu, kata Mu’ti, diperlukan untuk menghindari adanya pemahaman yang salah di tengah anggota perserikatan. “Misalnya menganggap gerhana sebagai kemarahan tuhan, atau mitos ilmiah yang menyebut bisa membuat kebutaan, itu kita jelaskan,” imbuhnya. (far/dyn/byu/wan/jpg/adz)