25.6 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Idul Adha Tahun Ini Berpotensi Berbeda

SUMUTPOS.CO – Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah berpotensi terjadi perbedaan. Muhammadiyah sudah menetapkan Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada 9 Juli 2022, sedangkan pemerintah diprediksi bakal menetapkan Idul Adha 1443 Hijriah
jatuh pada 10 Juli 2022.

PROFESOR Riset Astronomi-Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, menyampaikan analisisnya mengenai potensi perbedaan Idul Adha tersebut. Thomas mengawali penjelasannya dengan membeberkan mengenai garis tanggal yang dibuat dengan menggunakan kriteria yang berlaku di masyarakat.

Menurutnya, saat ini ada dua kriteria utama yang digunakan di Indonesia: kriteria wujudul hilal dan kriteria baru MABIMS. Kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah mendasarkan pada kondisi bulan lebih lambat terbenamnya daripada matahari. “Kriteria Baru MABIMS mendasarkan pada batasan minimal untuk terlihatnya hilal (imkan rukyat atau visibilitas hilal), yaitu fisis hilal yang dinyatakan dengan parameter elongasi (jarak sudut bulan-matahari) minimum 6,4 derajat dan fisis gangguan cahaya syafak (cahaya senja) yang dinyatakan dengan parameter ketinggian minimum 3 derajat. Kriteria Baru MABIMS digunakan oleh Kementerian Agama dan beberapa ormas Islam,” kata Thomas dalam blog-nya seperti dikutip Senin (6/6). Thomas sudah mengizinkan tulisannya untuk dikutip.

Thomas menerangkan, pada Maghrib 29 Juni 2022 posisi bulan di Indonesia sudah di atas ufuk. Dengan demikian, kriteria wujudul hilal seperti yang disampaikan di atas sudah terpenuhi. “Itu sebabnya Muhammadiyah di dalam maklumatnya menyatakan 1 Dzulhijjah 1443 Hijriah jatuh pada 30 Juni 2022 dan Idul Adha jatuh pada 9 Juli 2022. Hari libur nasional yang menyatakan Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada 9 Juli 2022 didasarkan pada kriteria lama MABIMS, yaitu tinggi minimal 2 derajat dan elongasi 3 derajat atau umur bulan 8 jam,” ungkap Thomas yang juga Anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Indonesia Kemenag.

Lebih lanjut, Thomas menjelaskan, garis tanggal kriteria baru MABIMS menunjukkan pada Maghrib 29 Juni 2022, tinggi bulan di Indonesia umumnya kurang dari 3 derajat elongasinya kurang dari 6,4 derajat. Kondisi itu berarti bahwa hilal terlalu tipis untuk bisa mengalahkan cahaya syafak yang masih cukup kuat.

“Akibatnya, hilal tidak mungkin dapat dirukyat. Secara hisab imkan rukyat (visibilitas hilal), data itu menunjukkan bahwa 1 Dzulhijjah 1443 Hijriah akan jatuh pada 1 Juli 2022 dan Idul Adha jatuh pada 10 Juli 2022. Konfirmasi rukyat akan dilakukan pada 29 Juni dan diputuskan pada sidang itsbat awal Dzulhijjah 1443,” beber Thomas.

Sementara itu, di Arab Saudi kemungkinan Idul Adha jatuh pada 9 Juli 2022. Hal ini berdasarkan ketinggian hilal di Observatorium Al-Hilal Mecca Clock Tower telah mencapai 5,60 derajat dengan elongasi mencapai 6,35 derajat.

Tunggu Sidang Isbat

Menanggapi potensi perbedaan perayaan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghimbau kepada umat Islam untuk menunggu hasil sidang isbat oleh Kementrian Agama yang akan melibatkan seluruh Ormas-ormas Islam dan MUI. Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH Abdullah Jaidi mengatakan, potensi terjadinya perbedaan perayaan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijroah disebabkan oleh penentuan 1 Dzulhijjah yang bisa saja terjadi pada tanggal 30 Juni atau 1 Juli 2022.

Hal tersebut, menurut Kiai Jaidi, juga akan mempengaruhi 10 Dzulhijjah untuk merayakan Idul Adha 1443 H antara tanggal 9 Juli atau 10 Juli 2022. Kiai Jaidi menjelaskan, proses penentuan hilal menganut wujudul hilal dan atau rukhiyatul hilal. ‘’Ketinggian derajat hilal sepakat ahli hisab kurang lebih dua derajat. Menurut perhitungan MABIMS itu masih di bawah 3 derajat kemungkinannya bisa dilihat, tapi walaupun demikian, keharusan untuk melihat rukhiyatul hilal,’’ kata kiai Abdullah Jaidi dikutip dari MUIDigital, Senin (6/6).

Kiai Jaidi menambahkan, penentuan yang dilakukan pada 29 Juni tersebut akan menentukan apakah besoknya sudah 1 Dzulhijjah atau belum. Kiai Jaidi mengatakan, penghitungannya sama, hanya saja ada dua paham yaitu Wujudul Hilal dan Rukhyah.

Kiai Jaidi menjelaskan, Wujudul Hilal biasanya digunakan oleh Muhammadiyah. Apabila sudah melihat 0 plus itu sudah wujud. Artinya, esok hari sudah awal bulan. Sedangkan Rukhyah, kata kiai Jaidi, masih 0 sekian atau 1 derajat sekian itu hilal sangat tipis dan tidak mungkin bisa dilihat sehingga dikenakan istibal 30 hari.

‘’Sehingga tanggal 1 Dzulhijjah itu jatuh pada tanggal 1 Juli 2022. Nah dalam hal ini bagaimanapun juga harus dilihat rukhyatul hilal, sukur-sukur pada malam 30 Dzulqoidah bisa terlihat hilal ketinggian 2 derajat sekian, kalau ternyata ada yang melihat hilal maka esok harinya tanggal 30 Juni itu sudah menjadi 1 Dzulhijjah,’’ tambahnya.

Kiai Jaidi menambahkan, apabila sudah ada yang melihat hilal dan 1 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 30 Juni 2022, maka dipastikan perayaan Idul Adha 1443 H akan dilaksakan secara bersama. ‘’Tetapi ternyata tidak keliatan rukhiyatul hilal, maka dikenakan Dzulkijjah 30 hari. Sehingga, pengumuman pemerintah akan mengatakan bahwa Idul Adha akan jatuh pada tanggal 10 Juli sesuai dengan kalender,’’ ungkapnya.

Meski ada potensi perbedaan, Kiai Jaidi menghimbau untuk tetap menjaga semangat persatuan dan kebersamaan. Kiai Jaidi menuturkan, Hari Raya Idul Adha merupakan Hari Raya Quban yang waktunya sampai ahya muntasrik. ‘’Jadinya masih ada waktu yang luang beberapa hari untuk melaksanakan Idul Adha bersama-sama,’’ tegasnya.

Selain itu, kiai Jaidi juga menghimbau untuk menghormati umat Islam yang sudah mendahului untuk merayakan Idul Adha. Juga sebaliknya, umat Islam yang sudah merayakan hendaknya untuk menghormati mereka yang sedang berpuasa Arafah karena masih menganggap tanggal 9 Dzulhijjah. ‘’Jadi artinya 9 Dzulhijjah itu hari Arafah (atau) hari tasuha di tanggal 9 Dzulhijjah. Bagi kita yang di luar menunaikan ibadah haji di sunnah kan untuk berpuasa 9 Dzulhijjah walaupun saudara kita sudah berlebaran haji,’’ kata dia.

Pada saat tersebut, kiai Jaidi sangat menekankan untuk saling menghormati, juga semangat untuk berqurban, semangat setia kawan, semangat untuk saling menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim.

Menurutnya, hal ini menjadi point yang paling penting dalam perayaan Idul Adha. Terlebih, persatuan dan kesatuan umat sangat dibutuhkan untuk menghadapi situasi akhir-akhir ini dalam situasi politik yang beraneka ragam, situasi hoax atau mendeskriditkan umat Islam. ‘’Jadi harus menyatukan barisan kita, menyatukan semangat untuk kepentingan agama dan negara. Itu semangatnya yang tidak boleh kendor,’’ pungkasnya.(dtc/bbs/adz)

SUMUTPOS.CO – Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah berpotensi terjadi perbedaan. Muhammadiyah sudah menetapkan Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada 9 Juli 2022, sedangkan pemerintah diprediksi bakal menetapkan Idul Adha 1443 Hijriah
jatuh pada 10 Juli 2022.

PROFESOR Riset Astronomi-Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, menyampaikan analisisnya mengenai potensi perbedaan Idul Adha tersebut. Thomas mengawali penjelasannya dengan membeberkan mengenai garis tanggal yang dibuat dengan menggunakan kriteria yang berlaku di masyarakat.

Menurutnya, saat ini ada dua kriteria utama yang digunakan di Indonesia: kriteria wujudul hilal dan kriteria baru MABIMS. Kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah mendasarkan pada kondisi bulan lebih lambat terbenamnya daripada matahari. “Kriteria Baru MABIMS mendasarkan pada batasan minimal untuk terlihatnya hilal (imkan rukyat atau visibilitas hilal), yaitu fisis hilal yang dinyatakan dengan parameter elongasi (jarak sudut bulan-matahari) minimum 6,4 derajat dan fisis gangguan cahaya syafak (cahaya senja) yang dinyatakan dengan parameter ketinggian minimum 3 derajat. Kriteria Baru MABIMS digunakan oleh Kementerian Agama dan beberapa ormas Islam,” kata Thomas dalam blog-nya seperti dikutip Senin (6/6). Thomas sudah mengizinkan tulisannya untuk dikutip.

Thomas menerangkan, pada Maghrib 29 Juni 2022 posisi bulan di Indonesia sudah di atas ufuk. Dengan demikian, kriteria wujudul hilal seperti yang disampaikan di atas sudah terpenuhi. “Itu sebabnya Muhammadiyah di dalam maklumatnya menyatakan 1 Dzulhijjah 1443 Hijriah jatuh pada 30 Juni 2022 dan Idul Adha jatuh pada 9 Juli 2022. Hari libur nasional yang menyatakan Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada 9 Juli 2022 didasarkan pada kriteria lama MABIMS, yaitu tinggi minimal 2 derajat dan elongasi 3 derajat atau umur bulan 8 jam,” ungkap Thomas yang juga Anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Indonesia Kemenag.

Lebih lanjut, Thomas menjelaskan, garis tanggal kriteria baru MABIMS menunjukkan pada Maghrib 29 Juni 2022, tinggi bulan di Indonesia umumnya kurang dari 3 derajat elongasinya kurang dari 6,4 derajat. Kondisi itu berarti bahwa hilal terlalu tipis untuk bisa mengalahkan cahaya syafak yang masih cukup kuat.

“Akibatnya, hilal tidak mungkin dapat dirukyat. Secara hisab imkan rukyat (visibilitas hilal), data itu menunjukkan bahwa 1 Dzulhijjah 1443 Hijriah akan jatuh pada 1 Juli 2022 dan Idul Adha jatuh pada 10 Juli 2022. Konfirmasi rukyat akan dilakukan pada 29 Juni dan diputuskan pada sidang itsbat awal Dzulhijjah 1443,” beber Thomas.

Sementara itu, di Arab Saudi kemungkinan Idul Adha jatuh pada 9 Juli 2022. Hal ini berdasarkan ketinggian hilal di Observatorium Al-Hilal Mecca Clock Tower telah mencapai 5,60 derajat dengan elongasi mencapai 6,35 derajat.

Tunggu Sidang Isbat

Menanggapi potensi perbedaan perayaan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghimbau kepada umat Islam untuk menunggu hasil sidang isbat oleh Kementrian Agama yang akan melibatkan seluruh Ormas-ormas Islam dan MUI. Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH Abdullah Jaidi mengatakan, potensi terjadinya perbedaan perayaan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijroah disebabkan oleh penentuan 1 Dzulhijjah yang bisa saja terjadi pada tanggal 30 Juni atau 1 Juli 2022.

Hal tersebut, menurut Kiai Jaidi, juga akan mempengaruhi 10 Dzulhijjah untuk merayakan Idul Adha 1443 H antara tanggal 9 Juli atau 10 Juli 2022. Kiai Jaidi menjelaskan, proses penentuan hilal menganut wujudul hilal dan atau rukhiyatul hilal. ‘’Ketinggian derajat hilal sepakat ahli hisab kurang lebih dua derajat. Menurut perhitungan MABIMS itu masih di bawah 3 derajat kemungkinannya bisa dilihat, tapi walaupun demikian, keharusan untuk melihat rukhiyatul hilal,’’ kata kiai Abdullah Jaidi dikutip dari MUIDigital, Senin (6/6).

Kiai Jaidi menambahkan, penentuan yang dilakukan pada 29 Juni tersebut akan menentukan apakah besoknya sudah 1 Dzulhijjah atau belum. Kiai Jaidi mengatakan, penghitungannya sama, hanya saja ada dua paham yaitu Wujudul Hilal dan Rukhyah.

Kiai Jaidi menjelaskan, Wujudul Hilal biasanya digunakan oleh Muhammadiyah. Apabila sudah melihat 0 plus itu sudah wujud. Artinya, esok hari sudah awal bulan. Sedangkan Rukhyah, kata kiai Jaidi, masih 0 sekian atau 1 derajat sekian itu hilal sangat tipis dan tidak mungkin bisa dilihat sehingga dikenakan istibal 30 hari.

‘’Sehingga tanggal 1 Dzulhijjah itu jatuh pada tanggal 1 Juli 2022. Nah dalam hal ini bagaimanapun juga harus dilihat rukhyatul hilal, sukur-sukur pada malam 30 Dzulqoidah bisa terlihat hilal ketinggian 2 derajat sekian, kalau ternyata ada yang melihat hilal maka esok harinya tanggal 30 Juni itu sudah menjadi 1 Dzulhijjah,’’ tambahnya.

Kiai Jaidi menambahkan, apabila sudah ada yang melihat hilal dan 1 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 30 Juni 2022, maka dipastikan perayaan Idul Adha 1443 H akan dilaksakan secara bersama. ‘’Tetapi ternyata tidak keliatan rukhiyatul hilal, maka dikenakan Dzulkijjah 30 hari. Sehingga, pengumuman pemerintah akan mengatakan bahwa Idul Adha akan jatuh pada tanggal 10 Juli sesuai dengan kalender,’’ ungkapnya.

Meski ada potensi perbedaan, Kiai Jaidi menghimbau untuk tetap menjaga semangat persatuan dan kebersamaan. Kiai Jaidi menuturkan, Hari Raya Idul Adha merupakan Hari Raya Quban yang waktunya sampai ahya muntasrik. ‘’Jadinya masih ada waktu yang luang beberapa hari untuk melaksanakan Idul Adha bersama-sama,’’ tegasnya.

Selain itu, kiai Jaidi juga menghimbau untuk menghormati umat Islam yang sudah mendahului untuk merayakan Idul Adha. Juga sebaliknya, umat Islam yang sudah merayakan hendaknya untuk menghormati mereka yang sedang berpuasa Arafah karena masih menganggap tanggal 9 Dzulhijjah. ‘’Jadi artinya 9 Dzulhijjah itu hari Arafah (atau) hari tasuha di tanggal 9 Dzulhijjah. Bagi kita yang di luar menunaikan ibadah haji di sunnah kan untuk berpuasa 9 Dzulhijjah walaupun saudara kita sudah berlebaran haji,’’ kata dia.

Pada saat tersebut, kiai Jaidi sangat menekankan untuk saling menghormati, juga semangat untuk berqurban, semangat setia kawan, semangat untuk saling menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim.

Menurutnya, hal ini menjadi point yang paling penting dalam perayaan Idul Adha. Terlebih, persatuan dan kesatuan umat sangat dibutuhkan untuk menghadapi situasi akhir-akhir ini dalam situasi politik yang beraneka ragam, situasi hoax atau mendeskriditkan umat Islam. ‘’Jadi harus menyatukan barisan kita, menyatukan semangat untuk kepentingan agama dan negara. Itu semangatnya yang tidak boleh kendor,’’ pungkasnya.(dtc/bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/