32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Tidak Singkron Pusat dan Daerah Sebabkan Sepuluh Indikator RPJMN Rawan Tak Tercapai

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Diantara polemik RUU Kesehatan dan pengendalian pandemi Covid-19, Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah terkait kesehatan. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan, ada sepuluh indikator rencana pembangunan jangka menenganan nasional (RPJMN) yang berisiko tidak tercapai.

Dalam paparan di Komisi XI DPR RI pada Senin lalu (5/6) Suharso merinci sepuluh indikator RPJMN yang rawan tidak tercapai. Yakni imunisasi dasar lengkap, stunting (tengkes) balita, wasting atau penurunan berat badan pada balita, tuberkolosis, eliminasi malaria, dan eliminasi kusta.

Selain itu juga merokok pada anak, obesitas penduduk dewasa, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKT) terakreditasi, dan puskesmas dengan nakes sesuai standar. “Indikator kesehatan telah mengalami kemajuan tapi ada beberapa permasalahan berulang kali,” katanya.

Kemarin (6/6) saat ditemui di Istana Negara, Suharso menyatakan, bahwa hal ini merupakan tidak sinkronnya pembangunan nasional dengan daerah. Menurutnya sasaran pembangunan nasional ini seharusnya menjadi rujukan pembangunan daerah.

Dia mencontogkan kasus tengkes yang targetnya pada 2024 hanya 14 persen. Kini masih 21,6 persen. Pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk menurunkan tengkes dalam setahun 3,6 persen. Jika ini tidak dilakukan bersama antara pusat dengan daerah maka susah.

“Stunting itu mestinya juga menjadi perhatian daerah. Sekarang kita sama-sama targetnya 14 persen. Ayuk di tempat saya paling tinggi masih 25 persen gimana caranya saya bisa ikut turun,” katanya.

Suharso juga menyinggung terkait imunisasi dasar lengkap. Dia mempertanyakan kenapa pada saat pandemi Covid-19, imunisasi bisa semarak. Padahal imunisasi dasar lengkap ini menurutnya penting dlam memerikan proteksi berbagai penyakit bagi masyarakat.

“Kalau baduta (balita di bawah dua tahun) bisa mendapatkan imunisasi lengkap dengan baik, peluangnya untuk tidak terkena stunting jauh lebih baik. Mereka yang tidak mendapatkan IDL peluang stuntingnya bisa 2 kali,” ujarnya.

Jika alasannya daerah tidak punya anggaran, Suharso menampik. Sebab orientasi pemimpin daerah menentukan dalam pengambilan keputusan. “Ada daerah yang relatif dari sisi APBD tidak besar amat tapi stuntingnya rendah. Tapi ada daerah yang APBD-nya banyak stuntingnya masih tinggi,” katanya.

Sementara itu Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Jawa Pos kemarin menyatakan bahwa pandemi Covid-19 menjadi hambatan dalam pelaksanaan program.

Sehingga ada beberapa program yang rapornya merah. “2022 kami hanya punya sedikit waktu untuk mengejar program dan kita tahu sejak 2020-2022 banyak program yang tidak berjalan optimal,” ujarnya. (lyn/jpg/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Diantara polemik RUU Kesehatan dan pengendalian pandemi Covid-19, Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah terkait kesehatan. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan, ada sepuluh indikator rencana pembangunan jangka menenganan nasional (RPJMN) yang berisiko tidak tercapai.

Dalam paparan di Komisi XI DPR RI pada Senin lalu (5/6) Suharso merinci sepuluh indikator RPJMN yang rawan tidak tercapai. Yakni imunisasi dasar lengkap, stunting (tengkes) balita, wasting atau penurunan berat badan pada balita, tuberkolosis, eliminasi malaria, dan eliminasi kusta.

Selain itu juga merokok pada anak, obesitas penduduk dewasa, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKT) terakreditasi, dan puskesmas dengan nakes sesuai standar. “Indikator kesehatan telah mengalami kemajuan tapi ada beberapa permasalahan berulang kali,” katanya.

Kemarin (6/6) saat ditemui di Istana Negara, Suharso menyatakan, bahwa hal ini merupakan tidak sinkronnya pembangunan nasional dengan daerah. Menurutnya sasaran pembangunan nasional ini seharusnya menjadi rujukan pembangunan daerah.

Dia mencontogkan kasus tengkes yang targetnya pada 2024 hanya 14 persen. Kini masih 21,6 persen. Pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk menurunkan tengkes dalam setahun 3,6 persen. Jika ini tidak dilakukan bersama antara pusat dengan daerah maka susah.

“Stunting itu mestinya juga menjadi perhatian daerah. Sekarang kita sama-sama targetnya 14 persen. Ayuk di tempat saya paling tinggi masih 25 persen gimana caranya saya bisa ikut turun,” katanya.

Suharso juga menyinggung terkait imunisasi dasar lengkap. Dia mempertanyakan kenapa pada saat pandemi Covid-19, imunisasi bisa semarak. Padahal imunisasi dasar lengkap ini menurutnya penting dlam memerikan proteksi berbagai penyakit bagi masyarakat.

“Kalau baduta (balita di bawah dua tahun) bisa mendapatkan imunisasi lengkap dengan baik, peluangnya untuk tidak terkena stunting jauh lebih baik. Mereka yang tidak mendapatkan IDL peluang stuntingnya bisa 2 kali,” ujarnya.

Jika alasannya daerah tidak punya anggaran, Suharso menampik. Sebab orientasi pemimpin daerah menentukan dalam pengambilan keputusan. “Ada daerah yang relatif dari sisi APBD tidak besar amat tapi stuntingnya rendah. Tapi ada daerah yang APBD-nya banyak stuntingnya masih tinggi,” katanya.

Sementara itu Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Jawa Pos kemarin menyatakan bahwa pandemi Covid-19 menjadi hambatan dalam pelaksanaan program.

Sehingga ada beberapa program yang rapornya merah. “2022 kami hanya punya sedikit waktu untuk mengejar program dan kita tahu sejak 2020-2022 banyak program yang tidak berjalan optimal,” ujarnya. (lyn/jpg/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/