JAKARTA, SUMUTPOS.CO – KPK menahan Bonaran di Rumah Tahanan Guntur, Jakarta Selatan untuk 20 hari ke depan mulai Senin (6/10) sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan terhadap Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa pemilihan kepala daerah Tapanuli Tengah.
Bonaran memenuhi panggilan penyidik KPK, dengan ditemani oleh pengacara beserta ajudannya pada Senin (6/10) sekitar pukul 09.15 WIB. “Saya diperiksa sebagai tersangka hari ini dalam kasus dugaan suap Akil Mochtar, hakim di MK sehubungan dengan Pilkada Tapanuli Tengah,” kata Bonaran.
Pemanggilan kali ini merupakan pemanggilan kedua Bonaran, setelah pada panggilan pertama tanggal 26 September 2014, dia tidak hadir. Namun, Bonaran membantah bahwa dia tidak hadir tanpa keterangan paada waktu itu.
Dia mengungkapkan alasan ketidakhadirannya itu adalah karena sedang membahas APBD Tapanuli Tengah. Bonaran mengklaim telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada KPK.
“Saya pun membuat surat tanggal 25 September 2014, saya sudah memohon, saya akan datang pada panggilan berikutnya. Saya tidak mangkir, saya juga melaksanakan tugas kenegaraan,” ujar dia.
Saat berbincang dengan wartawan di gedung KPK, Bonaran menuding adanya muatan kepentingan dari sekelompok orang terkait kasusnya. Terlebih, dua alat bukti KPK untuk menetapkan dirinya sebagai tersangka patut dipertanyakan.
Bonaran menilai, kasus yang menjeratnya saat ini berbau dendam. “Saya diperiksa sebagai tersangka. Siapa lawan saya di MK, Dina Samosir, siapakah pengacaranya, Bambang Widjojanto (BW),” tukasnya. “Penetapan saya sebagai tersangka berbau dendam,” cetusnya.
Bahkan Bonaran menuduh Bambang sengaja menetapkan dia sebagai tersangka. Pasalnya, pada saat bersengketa di MK, Bambang sebagai pengacara pernah meminta agar MK mendiskualifikasi Bonaran karena disebut-sebut ikut berperan dalam kasus Anggodo Widjojo.
“Waktu di MK salah satu permohonan BW adalah saya mendiskualifikasi Bonaran sebagai calon Bupati Tapteng. Tapi MK saya menangkan maka diskualifikasi itu nggak jadi. Alasannya waktu itu adalah perkara Anggodo,” jelas Bonaran.
“Saya lihat politis. Saya secara fakta, nanti saya bagi, silakan cek rekening saya. Saya tidak miliki uang Rp 1,8 M atau lebih, bagaimana saya menyuap Akil?” tuturnya.
Bahkan, Bonaran menyebut kasusnya tersebut tak ubahnya seperti semut melawan gajah. Hal itu karena salah satu pengacara lawan politiknya saat Pilkada Tapanuli Tengah saat ini adalah Wakil Ketua KPK saat ini.
“Lawan (politik) saya pengacaranya adalah BW, ya, kan, BW sekarang jadi komisioner KPK. Inikan semut lawan gajah, saya ini semut dia gajah, kan gitu lho, ini nggak benar,” cecarnya.
Bonaran menambahkan, sengketa politik yang diajukan oleh lawan politiknya ke MK pada saat itu bukanlah menghadirkan Akil Mochtar sebagai hakim panelis tapi adalah Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Moch Alim dan Harjono.
“Terlebih, saya sudah menang 62 persen. Jadi bagaimana saya dikatakan menyuap,” ungkap Bonaran.
Sebelum KPK resmi menerbitkan perintah penahanan, Bonaran yang ditanya wartawan apakah siap untuk langsung ditahan seusai menjalani pemeriksaan, Bonaran malah mempertanyakan alasan penahannya. Bahkan dia mempertanyakan alasan KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam perkara ini
“Lho kita pertanyakan kenapa ditahan, takut mengulangi perbuatan menyuap? Pastikan dulu kapan saya menyuap, itu dipertanyakan pengacara saya. Apa alat buktinya menyuap, kenapa saya suap, buktikan dong,” kata dia.
Menurut Bonaran, banyak hal yang patut dipertanyakan dari penyidik KPK yang tidak pernah bertanya tentang pertemuannya dengan bekas Ketua MK Akil Mochtar.
“Saya belum ditanya apa hubungan saya dengan Akil, kenapa saya ditahan? Saya tanya mana bukti dua alat bukti (penahanan)?” keluhnya.
Penasihat hukum Bonaran, Tommy Sihotang, mengatakan kliennya akan melaporkan penahanan yang dilakukan KPK ke Dewan Etik KPK. Selain itu, Bonaran akan mengadukan penahannya ke MK dan pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
“Jadi kita akan gugat ke MK, supaya jelas apa yang disebut dua alat bukti yang cukup itu,” kata Tommy.
Tommy menjelaskan alasan pengajuan gugatan ke MK agar akyat Indonesia bisa mengetahui soal dua alat bukti penetapan tersangka. “Saya akan ajukan gugatan ke MK agar Indonesia tahu apa yang disebut dua alat bukti yang cukup itu dan sejauh mana tersangka itu mengetahui kesalahannya. Ditunjukkin dong, ini main tahan aja,” ujar Tommy.
Selain ke MK, Tommy mengungkapkan pihaknya juga akan melapor ke Komnas HAM. Penahanan terhadap kliennya termasuk pelanggaran HAM. Bonaran mengaku tidak pernah ditunjukkan alat bukti yang menjadi dasar KPK menetapkannya sebagai tersangka.
“Dua alat bukti yang cukup itu tidak pernah disebutkan, penyidik juga tidak pernah menanyakan pilkada masalah Akil Mochtar yang katanya disuap Bonaran. Ini hanya cerita kamu pinjam uang begini begitu,” katanya.