Panja BPIH menilai, tim katering itu bekerja setidaknya memperhatikan 4 hal, yaitu cita rasa, aroma, gizi, dan penampilan penyajian. Persoalan cita rasa mendapat sorotan sebab jamaah haji Indonesia akan tinggal di Saudi selama 40 hari. Jika makanan yang ada tidak sesuai selera Indonesia, dipastikan jamaah akan cepat bosan.
Selain itu, ditemukannya perusahaan-perusahaan katering yang kokinya belum mampu memasak masakan Indonesia. Sehingga ketika mereka melakukan verifikasi, tim tidak mencoba masakan dari perusahaan katering tersebut.
“Katanya, koki khusus masakan Indonesia akan disiapkan oleh perusahaan ketika mereka sudah tanda tangan kontrak. Tapi, koki tersebut bukan berasal dari Indonesia. Lebih banyak berasal dari orang Indonesia yang menetap di Saudi (muqimin),” ujar Saleh.
Karena itu, panja BPIH meminta Kementerian Agama RI agar mensyaratkan penyediaan koki asli dari Indonesia. Setidaknya, perusahaan-perusahaan Saudi itu diwajibkan untuk mempekerjakan koki profesional dari tanah air.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Abdul Jamil belum bisa dikonfirmasi tentang lambatnya perburuan pemondokan itu. Sementara Irjen Kemenag Mochammad Jasin mengaku ada yang beda dengan perburuan pemondokan tahun ini. Yakni tidak ada pendampingan dari tim Itjen Kemenag.
“Kami belum memberangkatkan tim pendampig, karena tidak ada anggarannya,” kata Jasin. Mantan bos Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengungkapkan anggaran pengawasan di Itjen Kemenag terkena pemangkasan untuk penghematan. Dia mengatakan pendampingan tim Itjen Kemenag dalam berburu pemondokan haji, bisa mencegah terjadinya korupsi.
“Saya tetap berharap pencarian pemondokan lancar dan tepat waktu,” katanya. Selain itu Jasin juga berharap perburuan dan kontrak pemondokan haji tidak melanggar aturan hukum. Dia tidak ingin sampai ada panitia haji yang digaruk KPK karena menilap uang haji. (wan/adz)