JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kemarin (7/7). Dipimpin Ketua Majelis Hakim Haswadi, sidang fokus pada pengungkapan dugaan korupsi dan gratifikasi sejumlah proyek. Termasuk Hambalang.
Salah satu saksi yang dihadirkan kemarin, yakni mantan Manajer Marketing PT. Anugrah Nusantara, Clara Maureen mengaku mengetahui adanya dugaan pemberian mobil Harrier kepada Anas. PT. Anugrah sendiri merupakan perusahaan yang dipimpin oleh M. Nazaruddin.
Menurut Clara, dirinya mengetahui soal pembelian mobil karena dipanggil oleh Nazaruddin yang saat itu sudah mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob. “Sebelum saya dipanggil KPK, Pak Nazar pernah panggil saya ke Mako Brimob menjelaskan ada cek saya terkait Anas,” katanya.
Dalam pertemuan itu, Nazar mengarahkan dirinya dengan menyatakan cek berasal dari Hambalang. “Saya baru tahu saat di Mako Brimob dan diperiksa oleh pihak KPK kalau ternyata cek saya terkait pemberian Harrier,” terangnya.
Pernyataan itu disampaikan usai Jaksa KPK membacakan BAP Clara saat diperiksa oleh KPK. Clara juga merupakan Direktur Utama PT. Pasific Putra Metropolitan, perusahaan yang berada dalam grup milik Nazaruddin. Dalam dakwaan itu, jaksa menyebut bahwa ada pembelian Toyota Harrier dengan pembayaran Rp520 juta oleh PT. Pasific Putra Metropolitan. Seperti diketahui, salah satu dakwaan yang didakwakan jaksa KPK kepada Anas adalah terkait penerimaan mobil Toyota Harrier yang diduga diberikan PT. Adhi Karya.
Ikhwal pemberian mobil itu sendiri sudah pernah diungkapkan jaksa dalam persidangan Anas akhir Mei lalu. Menurut Jaksa, pemberian mobil diawali dengan pertemuan di Restoran Pasific Place pada September 2009. Pertemuan itu dihadiri oleh M.Nazaruddin, Teuku Bagus Mohammad Noor dari PT. Adhi Karya, Machfud Suroso, dan Munadi Herlambang serta Anas Urbaningrum.
Saat itu, Machfud Suroso dari PT. Dutasari Citralaras berseloroh bahwa Anas memerlukan sebuah mobil baru. “Mas Anas ini jasnya sudah baru, sepatunya baru, anggota DPR baru, sebagai tanda jadi (proyek) Hambalang, masa mobilnya belum,” ujar Machfud dalam surat dakwaan sebagaimana dibacakan Jaksa.
Hal tersebut ditanggapi oleh Teuku Bagus. Dia kemudian menawarkan mobil kepada Anas. Menyambut tawaran itu, Anas lalu menjawab agar semua diatur. “Ya sudah diatur saja,” tutur Anas dikutip dari surat dakwaan.
Persetujuan Anas langsung disambut oleh Nazaruddin yang kemudian mengintruksikan agar Yulianis melakukan pencatatan pembelian mobil Toyota Harrier. Dana pembelian mobil berasal dari kesepakatan proyek sport center Hambalang.
Kemudian, Nazaruddin sendiri yang lalu mendatangi Showroom PT Duta Motor di Jakarta Pusat. Nazar membeli Mobil Toyota Harrier hitam dengan harga Rp670 juta. Nazar lalu meminta mobil diantar ke PT.Anugerah Nusantara. Selanjutnya, istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni di PT. Anugerah Nusantara mengintruksikan Yulianias melakukan pembayaran tunai Rp150 juta. Termasuk cek senilai Rp520 juta. Selepas itu, mobil diantar ke rumah Anas yang berlokasi di Jl. Teluk Semangka, Blok C4 Nomor 7, Duren Sawit, Jakarta Timur
Selain mobil, Clara juga mengaku ada uang dari perusahaannya yang mengalir untuk pemenangan Anas di kongres Parta Demokrat tahun 2010. Bahkan, dia menyebut ada dua mobil operasional yang membawa uang tersebut. Yakni Honda CRV dan Fortuner.
“Ya, saya mengetahui. Saya pas datang ke ruang keuangan lihat mereka (Yulianis dibantu beberapa staf) lagi ngepak-ngepak uang di dalam kardus. Di ruang keuangan lantai 3, di kantor Mampang,” kata Clara
Namun lebih lanjut Clara tidak mengetahui jumlahnya. “Karena waktu itu saya mau pengajuan uang, dia (Yulianis) bilang sedang siapkan uang untuk keperluan kongres. Begitu bahasanya. Untuk kongres Partai Demokrat,” ungkap Clara.
Dalam persidangan tersebut juga terungkap fakta bahwa semasa ditahan, Nazaruddin masih sering memimpin rapat. Menurut Clara itu bisa dilakukan karena Nazar sudah “mengkondisikannya” terlebih dahulu. “(Rapat) dari siang sampai malam. Banyak bahas kasus. Mantau kasus Kejaksaan, tanya kondisinya bagaimana. Selain Kejaksaan tidak ada lagi,” ungkapnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, ruangan Nazaruddin di Rutan Mako Brimob cukup besar. Ada 15 kursi di ruangan itu. Dalam rapat di Mako Brimob Nazar juga sempat membahas soal dirinya diminta melarikan diri ke luar negeri oleh Anas. “Pernah beliau (Nazaruddin) cerita. Beliau marah katanya Pak Anas yang suruh Nazar pergi, ke Singapura,” imbuh Clara.
Rapat juga berlanjut saat Nazaruddin dipindah ke Rutan Cipinang. Ruang yang digunakan Nazaruddin untuk rapat beber Clara adalah ruang pejabat Rutan Cipinang. “Di ruangan kepala rutan atau staf rutan,” katanya.
Tak hanya itu saja, rapat juga pernah dilakukan ketika Nazaruddin ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Rapat digelar hari Sabtu.
Keterangan itu tentu mendapat komentar dari KPK. Lembaga antirasuah itu menyayangkan kejadian itu jika pengakuan anak buah M. Nazaruddin, Clara Mauren benar adanya.
“Kami tentu prihatin jika itu memang benar terjadi. Apalagi selama ini digembor-gemborkan Lapas Sukamiskin sangat ketat pengawasannya,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Pribowo. Dia mengaku akan mengkoordinasikan hal ini pada pimpinan KPK.
Johan mengatakan KPK tidak punya otoritas terhadap pengawasan di dalam Lapas, meskipun Sukamiskin merupakan penjara khusus korupsi. “Otoritasnya itu kan ada di Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM), jadi bukan kami yang bisa menindak petugas di sana,” ucap Johan.
KPK masih akan mengkoordasikan diinternalnya terkait rapat-rapat yang dilakukan oleh Nazar. Koordinasi tersebut untuk memastikan apakah hal itu akan berdampak pada perkara yang tengah ditangani KPK dan terkait dengan Nazaruddin.
Sementara itu, persidangan kemarin harus ditunda. Sebab, dari lima hakim yang bertugas, tiga di antaranya harus bersidang di perkara lain. Awalnya ada enam saksi yang akan didengar keterangannya. Namun, baru Clara saja yang diperdengarkan
Lima saksi lain, yakni adalah sales manager Hotel Sultan Diana Hutagalung, Anggota DPR RI Saan Mustopa, sound manager Hotel Sultan Wawan Hernawan, mantan Sestama DPR RI Managam Manurung, dan mantan Kepala BPN Joyo Winoto direncanakan Senin pekan depan. “MOhon maaf karena kami memang kekurangan hakim,” kata ketua majelis hakim Haswandi. (nji/gun)