26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Presiden & DPR Saling Serang

Politikus PKS yang juga Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.
Politikus PKS yang juga Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.

SUMUTPOS.CO – Salah satu yang paling getol mempersoalkannya adalah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Politikus PKS itu mengatakan, program-program tersebut harus sesuai azas legalitas.

Fahri mempertanyakan dari mana sumber dana pembiayaan ketiga program tersebut. Terkait pembuatan kartu KIS, KIP dan KJP, setiap program yang bernilai Rp1 milliar harus ditender, apalagi pembuatan ketiga kartu yang diperkirakan bernilai triliunan rupiah.

“Kartu itu kan mesti ditender. Coba bayangin misalnya satu pembuatan kartu harganya Rp5 ribu, terus dikali Rp15 juta, sudah berapa coba. Berapa triliun itu cuma kartu doang. Yang di atas Rp1 miliar saja harus ditender apa lagi yang triliunan. Kan tidak main-main ini,” ujar Fahri.

Politikus PKS itu mengingatkan Presiden Jokowi agar tidak tersandung masalah seperti kasus Bank Century. Kekhawatiran itu timbul karena ia melihat kasus Bank Century yang tidak melibatkan dewan yang terjadi beberapa waktu lalu.

“Anda ingat kasus Century kan, pemerintah bilang itu itikad baik menyelamatkan bangsa dari krisis ekonomi dunia. Tapi akhirnya apa? Orang masuk bui kok. Jadi itikad baik itu tidak satu-satunya, tapi legal prosedural harus dipenuhi. Itulah yang kita takutkan kalau enggak ngajak dewan, bisa tidak legal,” ujar Fahri.

Menurut anggota DPR asal Sumut dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), Saleh Partaonan Daulay, sampai saat ini belum jelas apa yang menjadi dasar hukumnya.

Sehingga wajar jika banyak kalangan mempertanyakan. Apalagi program ketiga jenis kartu tersebut menelan biaya yang cukup besar.

“Pemerintahan ini kan hanya mewarisi APBN yang lalu. Artinya, program-program tersebut belum dicantumkan secara eksplisit di dalam APBN. Pertanyaannya, dari mana sumber anggaran untuk membiayai program-program itu,” katanya di Jakarta, Jumat (7/11).

Menurut Daulay, sejauh ini pemerintah memang telah mengatakan sumber pembiayaan untuk KIS diambil dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sementara KIP diambil dari alokasi dana yang ada di kementerian pendidikan. Lalu ada juga anggaran yang diambil dari CSR BUMN.

“Apakah kementerian pendidikan memiliki program itu ketika mereka menyusun APBN? Kalau tidak, lalu bagaimana cara pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program tersebut,” katanya.

Begitu juga dana yang ada di BPJS dan BUMN. Sebagai badan milik negara, kedua badan tersebut kata Ketua DPP PAN ini, tidak semestinya mengeluarkan anggaran tanpa perencanaan yang baik.

Para direksi dan komisioner yang ada, bertanggung jawab untuk mengelola aset sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Artinya, Daulay menilai boleh saja disebut pemerintah melakukan realokasi anggaran untuk membiayai ketiga program tersebut. Masalahnya, realokasi anggaran yang dilakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR.

“Kapan pemerintah mendiskusikan masalah ini dengan DPR? Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembicaraan tentang masalah ini di DPR,” ujarnya.

Politikus PKS yang juga Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.
Politikus PKS yang juga Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.

SUMUTPOS.CO – Salah satu yang paling getol mempersoalkannya adalah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Politikus PKS itu mengatakan, program-program tersebut harus sesuai azas legalitas.

Fahri mempertanyakan dari mana sumber dana pembiayaan ketiga program tersebut. Terkait pembuatan kartu KIS, KIP dan KJP, setiap program yang bernilai Rp1 milliar harus ditender, apalagi pembuatan ketiga kartu yang diperkirakan bernilai triliunan rupiah.

“Kartu itu kan mesti ditender. Coba bayangin misalnya satu pembuatan kartu harganya Rp5 ribu, terus dikali Rp15 juta, sudah berapa coba. Berapa triliun itu cuma kartu doang. Yang di atas Rp1 miliar saja harus ditender apa lagi yang triliunan. Kan tidak main-main ini,” ujar Fahri.

Politikus PKS itu mengingatkan Presiden Jokowi agar tidak tersandung masalah seperti kasus Bank Century. Kekhawatiran itu timbul karena ia melihat kasus Bank Century yang tidak melibatkan dewan yang terjadi beberapa waktu lalu.

“Anda ingat kasus Century kan, pemerintah bilang itu itikad baik menyelamatkan bangsa dari krisis ekonomi dunia. Tapi akhirnya apa? Orang masuk bui kok. Jadi itikad baik itu tidak satu-satunya, tapi legal prosedural harus dipenuhi. Itulah yang kita takutkan kalau enggak ngajak dewan, bisa tidak legal,” ujar Fahri.

Menurut anggota DPR asal Sumut dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), Saleh Partaonan Daulay, sampai saat ini belum jelas apa yang menjadi dasar hukumnya.

Sehingga wajar jika banyak kalangan mempertanyakan. Apalagi program ketiga jenis kartu tersebut menelan biaya yang cukup besar.

“Pemerintahan ini kan hanya mewarisi APBN yang lalu. Artinya, program-program tersebut belum dicantumkan secara eksplisit di dalam APBN. Pertanyaannya, dari mana sumber anggaran untuk membiayai program-program itu,” katanya di Jakarta, Jumat (7/11).

Menurut Daulay, sejauh ini pemerintah memang telah mengatakan sumber pembiayaan untuk KIS diambil dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sementara KIP diambil dari alokasi dana yang ada di kementerian pendidikan. Lalu ada juga anggaran yang diambil dari CSR BUMN.

“Apakah kementerian pendidikan memiliki program itu ketika mereka menyusun APBN? Kalau tidak, lalu bagaimana cara pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program tersebut,” katanya.

Begitu juga dana yang ada di BPJS dan BUMN. Sebagai badan milik negara, kedua badan tersebut kata Ketua DPP PAN ini, tidak semestinya mengeluarkan anggaran tanpa perencanaan yang baik.

Para direksi dan komisioner yang ada, bertanggung jawab untuk mengelola aset sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Artinya, Daulay menilai boleh saja disebut pemerintah melakukan realokasi anggaran untuk membiayai ketiga program tersebut. Masalahnya, realokasi anggaran yang dilakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR.

“Kapan pemerintah mendiskusikan masalah ini dengan DPR? Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembicaraan tentang masalah ini di DPR,” ujarnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/