JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Sihab ditetapkan tersangka oleh Polda Jabar dan Juru Bicara FPI Munarman ditetapkan tersangka oleh Polda Bali, kini giliran Ketua Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir (BN) yang harus berurusan dengan Bareskrim Polri.
Kemarin, Bareskrim memanggil BN untuk mendalami adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terjadi di Yayasan Keadilan untuk Semua. Namun BN tidak hadir karena terjadi kesalahan dalam surat panggilan. Pengacara BN, Kapitra Ampera menuturkan, dalam surat panggilan itu terjadi kesalahan, di mana tertera laporannya pada tanggal 6 Februari, surat perintah penyidikan (Sprindik) dan surat dikirimkan pada tanggal yang sama pula, 6 Februari. ”Kami tanyakan itu, bagaimana?” ujarnya.
Karena itu, BN belum bisa hadir, terutama karena pemanggilan sesuai KUHP itu minimal surat diterima tiga hari sebelumnya. ”Lagi pula ada beberapa kesalahan juga kan,” ungkapnya.
Dia menuturkan, setelah bertemu dengan penyidik memang terjadi. Namun, kuasa hukum tentu perlu waktu untuk menyiapkan data dan dokumen pendukung dalam pemeriksaan. ”Ya butuh persiapan,” paparnya.
Pemanggilan itu sendiri terkait dengan kasus dugaan TPPU sumbangan masyarakat untuk Aksi 411 dan 212. Dimana rekening Yayasan Keadilan untuk Semua menampung sumbangan-sumbangan tersebut. ”Kebetulan digunakan untuk menampung, kami bisa mempertanggungjawabkannya kok,” ungkapnya.
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Sihab ditetapkan tersangka oleh Polda Jabar dan Juru Bicara FPI Munarman ditetapkan tersangka oleh Polda Bali, kini giliran Ketua Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir (BN) yang harus berurusan dengan Bareskrim Polri.
Kemarin, Bareskrim memanggil BN untuk mendalami adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terjadi di Yayasan Keadilan untuk Semua. Namun BN tidak hadir karena terjadi kesalahan dalam surat panggilan. Pengacara BN, Kapitra Ampera menuturkan, dalam surat panggilan itu terjadi kesalahan, di mana tertera laporannya pada tanggal 6 Februari, surat perintah penyidikan (Sprindik) dan surat dikirimkan pada tanggal yang sama pula, 6 Februari. ”Kami tanyakan itu, bagaimana?” ujarnya.
Karena itu, BN belum bisa hadir, terutama karena pemanggilan sesuai KUHP itu minimal surat diterima tiga hari sebelumnya. ”Lagi pula ada beberapa kesalahan juga kan,” ungkapnya.
Dia menuturkan, setelah bertemu dengan penyidik memang terjadi. Namun, kuasa hukum tentu perlu waktu untuk menyiapkan data dan dokumen pendukung dalam pemeriksaan. ”Ya butuh persiapan,” paparnya.
Pemanggilan itu sendiri terkait dengan kasus dugaan TPPU sumbangan masyarakat untuk Aksi 411 dan 212. Dimana rekening Yayasan Keadilan untuk Semua menampung sumbangan-sumbangan tersebut. ”Kebetulan digunakan untuk menampung, kami bisa mempertanggungjawabkannya kok,” ungkapnya.