26.7 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

Yasonna Dua Kali Mangkir dari Panggilan KPK

Foto: Ricardo/JPNN
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H Laoly tidak memberikan contoh yang baik sebagai pejabat negara. Setidaknya, politikus PDIP itu sudah dua kali mangkir panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan elektronik KTP (e-KTP).

”Kami menyayangkan ketidakhadiran saksi (Yasonna). Kepentingan KPK adalah agar para saksi datang dan memberikan klarifikasi,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (8/2).

Alasan ketidakhadiran Yasonna dalam panggilan kedua itu belum diketahui secara pasti. Informasinya, Yasonna tengah berada di luar negeri.

Febri mengatakan, Yasonna sejatinya kemarin diperiksa untuk dugaan aliran uang korupsi e-KTP. Saat penganggaran di DPR pada 2011-2012, Yasonna disebut-sebut mengetahui proses pembahasan sampai pada persetujuan proyek yang merugikan negara Rp2 triliun lebih tersebut. Saat itu, dia menjabat sebagai anggota Komisi II DPR yang membidangi masalah kependudukan.

Penyidik, kata Febri, perlu mengonfirmasi kebenaran informasi aliran dana itu ke Yasonna. Sebagai catatan, mayoritas anggota komisi II DPR periode 2009-2014 dimintai keterangan oleh KPK terkait dugaan bagi-bagi uang korupsi e-KTP. Bahkan, ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum dan Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto juga dipanggil lembaga antirasuah itu.

Menurut Febri, mangkirnya Yasonna membuatnya kehilangan kesempatan untuk menjelaskan fakta dan informasi sesuai kapasitas sebagai saksi. Selain menghambat penanganan kasus e-KTP, ketidakhadiran itu tidak mencerminkan posisi Yasonna sebagai menteri yang membidangi masalah hukum. ”Kami sudah melakukan panggilan sampai dua kali, yang pertama dijadwalkan ulang,” jelasnya.

Sampai saat ini, kasus e-KTP belum menetapkan tersangka baru selain pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman dan Sugiharto. KPK terus membidik pihak di luar penyelenggara negara yang diduga menikmati aliran uang korupsi tersebut. Selain dari unsur dewan, penyidik juga mendalami keterlibatan pihak korporasi. (tyo/jpg/adz)

Foto: Ricardo/JPNN
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H Laoly tidak memberikan contoh yang baik sebagai pejabat negara. Setidaknya, politikus PDIP itu sudah dua kali mangkir panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan elektronik KTP (e-KTP).

”Kami menyayangkan ketidakhadiran saksi (Yasonna). Kepentingan KPK adalah agar para saksi datang dan memberikan klarifikasi,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (8/2).

Alasan ketidakhadiran Yasonna dalam panggilan kedua itu belum diketahui secara pasti. Informasinya, Yasonna tengah berada di luar negeri.

Febri mengatakan, Yasonna sejatinya kemarin diperiksa untuk dugaan aliran uang korupsi e-KTP. Saat penganggaran di DPR pada 2011-2012, Yasonna disebut-sebut mengetahui proses pembahasan sampai pada persetujuan proyek yang merugikan negara Rp2 triliun lebih tersebut. Saat itu, dia menjabat sebagai anggota Komisi II DPR yang membidangi masalah kependudukan.

Penyidik, kata Febri, perlu mengonfirmasi kebenaran informasi aliran dana itu ke Yasonna. Sebagai catatan, mayoritas anggota komisi II DPR periode 2009-2014 dimintai keterangan oleh KPK terkait dugaan bagi-bagi uang korupsi e-KTP. Bahkan, ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum dan Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto juga dipanggil lembaga antirasuah itu.

Menurut Febri, mangkirnya Yasonna membuatnya kehilangan kesempatan untuk menjelaskan fakta dan informasi sesuai kapasitas sebagai saksi. Selain menghambat penanganan kasus e-KTP, ketidakhadiran itu tidak mencerminkan posisi Yasonna sebagai menteri yang membidangi masalah hukum. ”Kami sudah melakukan panggilan sampai dua kali, yang pertama dijadwalkan ulang,” jelasnya.

Sampai saat ini, kasus e-KTP belum menetapkan tersangka baru selain pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman dan Sugiharto. KPK terus membidik pihak di luar penyelenggara negara yang diduga menikmati aliran uang korupsi tersebut. Selain dari unsur dewan, penyidik juga mendalami keterlibatan pihak korporasi. (tyo/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/