22.8 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Tak Pernah Ditahan selama Sidang hingga Kasasi

Hariansyah Limantara, Gayus Sidoarjo yang Pernah Buron di Kalsel

Tidak mudah meringkus Hariansyah Limantara. Butuh waktu berbulan-bulan untuk memaksa napi 48 tahun itu masuk penjara. Bahkan, setelah ditahan pun, dia sudah menyiapkan skenario pindah lapas dari Kalsel ke Jatim agar dia bisa bebas keluar-masuk rutan. Inilah laporan tim Radar Banjarmasin (grup Sumut Pos).

GAYUS Sidoarjo alias Hariansyah Limantara alias Adut benar-benar licin. Terpidana kasus pemalsuan dokumen yang bebas keluar masuk Lapas Delta Kelas II-A Sidoarjo, Jawa Timur, itu ternyata pernah masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Negeri Banjarbaru. Bahkan, Polda Kalsel dan Polda Kalteng harus bekerja sama lima bulan untuk memburu lelaki itu.

Akhirnya, Adut yang pernah tinggal di Jalan Arthaloka RT 26 No 21, Kuripan, Banjarmasin Timur tersebut bisa ditangkap Unit Jatanras dan Resmob Ditreskrim Polda Kalsel yang bekerja sama dengan Kasat I Ditreskrim Polda Kalteng di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Minggu (12/12/10) sekitar pukul 15.45 Wita.
Adut ditetapkan oleh pihak kejaksaan sebagai buron setelah masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejari Banjarbaru. “Dia terpidana dalam perkara tindak pidana penggunaan akta otentik yang dipalsukan atau melanggar pasal 226 KUHP. Perkara tersebut sudah dinyatakan memiliki putusan hukum berkekuatan tetap (inkracht),” ujar Direktur Reskrim Polda Kalsel Kombespol Mas Guntur Laope.

Adut divonis satu  tahun, tiga bulan penjara oleh PN Banjarbaru karena terbukti memalsukan identitas dalam akta otentik. Tak terima atas putusan pengadilan, Adut kemudian mengajukan kasasi sampai peninjauan kembali (PK). Tetapi, hasilnya sama, tetap ditolak.

“Atas permintaan Kejari Banjarbaru sesuai dengan surat DPO Kejari Banjarbaru bernomor B-278/Q.3.20.Euh.1/03/2010 yang bertanggal 10 Maret 2010, Ditreskrim Polda Kalsel berkewajiban membantu mencari terpidana,” terangnya.

Berdasar informasi yang diperoleh, penangkapan Adut dilakukan kurang lebih lima bulan. Jajaran Ditreskrim Polda Kalsel pun pernah dibuat pusing lantaran Adut pergi ke Pulau Jawa. Setelah mengetahui bahwa Adut kembali ke Banjarmasin, jajaran Ditreskrim Polda Kalsel langsung mengejar dan menggerebeknya di rumahnya. Sayang, waktu itu Adut berhasil kabur.

Setelah lama tak terdengar kabar Adut, petugas mendapat informasi bahwa dia berada di Kalteng. Hasilnya, Adut diringkus anggota Polda Kalteng di Bandara Tjilik Riwut ketika hendak pergi ke Jakarta. Kabar penangkapan tersebut ditindaklanjuti dengan menjemput dan membawa Adut ke Polda Kalsel. Setelah itu, dia diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalsel.

Hingga akhirnya Hariansyah dijebloskan di Lapas Martapura sebelum dia dipindahkan ke Sidoarjo. “Atas permintaan istri Adut, dia dipindahkan ke lapas di Jawa Timur setelah mendapat persetujuan dari Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalsel Lukardono kemarin siang (7/7).

Dia menjelaskan, khusus pemindahan napi antarprovinsi harus melalui izin Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Seperti halnya kasus Hariansyah. “Adapun alasan pemindahan tersebut, istrinya berada atau tinggal di Jawa Timur. Jadi, kalau mau menengok lebih dekat. Namanya warga binaan, mereka itu perlu dibina dan salah satu yang bisa mendukung adalah bisa bertemu keluarga,” tuturnya.

Terkait dengan prosedur pemindahan Adut ke Lapas Delta Sidoarjo, Lukardono menegaskan, syarat-syarat administrasi yang diajukan keluarga sudah terpenuhi atau sesuai dengan prosedur. Permohonan pemindahan tersebut kali pertama diajukan ke Lapas Martapura.

Kemudian permohonan itu diajukan ke Kanwil Depkum dan HAM Kalsel serta diteruskan ke Dirjen Pemasyarakatan. “Setelah persyaratan administrasinya sudah terpenuhi, kami langsung mengusulkannya ke Dirjen,” tuturnya.

Lukardono mengungkapkan, kewenangan keputusannya ada pada Dirjen Pemasyarakatan. “Kebetulan mungkin dilihat, dianalisis oleh Bapak Dirjen. Permohonan tersebut sudah memenuhi syarat,” beber Lukardono. Ketika ditanya tentang Adut yang jalan-jalan di luar lapas dengan status masih seorang napi, Lukardono mengatakan bahwa hal tersebut bukan tanggung jawab pihaknya.

Semua tanggung jawab pembinaan dan kemananan, lanjut dia, ada di lapas tempat Heriansyah berada. “Persetujuan pemindahan tersebut berasal dari Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Jadi klir, tidak ada masalah, lepas kita,” ujarnya.

Di bagian lain, selama disidangkan di Pengadilan Negeri Banjarbaru hingga kasasi, Hariansyah ternyata tidak pernah ditahan. Hal itu terungkap dari berkas persidangan yang ada di PN Banjarbaru. Dari penuturan Ketua PN Banjarbaru melalui bagian humas Hj Nur Amalia Abbas kemarin,  Hariansyah tersandung kasus pemalsuan Akta Autentik pada tahun 2007. Itu teruangkap dari berkas Adut dengan nomor 188/Pid.B/2007/PN Bjb.

“Saat itu, kasusnya disidangkan oleh Hakim Heru Mustofa SH, Indriani SH, Arie Adhitya Adikresna. Kemudian yang bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum waktu itu adalah Sandy Rosady SH, kebetulan untuk ketiga hakim itu semuanya sudah pindah tugas,” terang adik Farhat Abbas yang juga seorang pengacara di Jakarta tersebut.

Dia menuturkan, kalau Adut mulai disidang pada 26 September 2007, kemudian putusan hukuman pada Maret 2008 dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara. Amalia mengatakan seharusnya Adut dimasukan ke Lembaga Pemasyarakatan Martapura.

“Tersangka waktu itu dikenakan pasal 266 ayat 2 KUHP. Setelah diputus dengan tuntutan tersebut dia melakukan banding ke Pengadilan Tinggi dengan nomor perkara 32/Pid/2008/PT Bjm. Dalam putusan banding tersebut pihak Pengadilan Tinggi menguatkan putusan dari PN Banjarbaru tetapi hukumannya berkurang menjadi satu tahun, tiga bulan penjara,” ujarnya seraya mengatakan selama proses hukum tersangka tidak pernah ditahan.

Ternyata dalam berkas yang tebalnya sekitar 15 sentimeter tersebut, Adut tidak mau berhenti sampai di situ saja untuk melakukan upaya hukum. Setelah mendapat keringanan selama satu tahun dia melakukan kasasi. Tetapi dalam berita acara kasasi yang dilakukan tersangka tidak diterima.

“Rupanya dia terus berupaya untuk bebas, sebab setelah kasasi ditolak dia mengajukan Peninjauan Kembali atas kasusnya. Dalam PK yang dilakukan sampai dua kali tersebut tidak diterima oleh Mahkamah Agung,” tambahnya.

Salah satu hakim di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Maruli SH, menanyakan kenapa putusan yang sudah inkrah pada tahun 2008 itu, yang bersangkutan sampai saat ini belum keluar penjara. Sebab, menurut Maruli, semasa kasusnya disidang, Adut tidak pernah ditahan. “Ya wajar saja kalau saat ini masih dalam tahanan karena kemungkinan setelah kasasi dan PK, baru dia dimasukan penjara,” jelasnya.

Sekadar diketahui ternyata Hariansyah juga pernah tersandung kasus lain di Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Namun dari kabar beberapa petugas di Pengadilan Negeri Banjarbaru, kasus di sana tidak terbukti. “Kami juga kaget menbaca berita Radar Banjarmasin (JPNN Group) kalau Adut ini ternyata juga bisa keluar masuk penjara,” terangnya yang diamini hakim lain di ruangnya kemarin. (hni/sur/jpnn/c7/c11/iro)

Hariansyah Limantara, Gayus Sidoarjo yang Pernah Buron di Kalsel

Tidak mudah meringkus Hariansyah Limantara. Butuh waktu berbulan-bulan untuk memaksa napi 48 tahun itu masuk penjara. Bahkan, setelah ditahan pun, dia sudah menyiapkan skenario pindah lapas dari Kalsel ke Jatim agar dia bisa bebas keluar-masuk rutan. Inilah laporan tim Radar Banjarmasin (grup Sumut Pos).

GAYUS Sidoarjo alias Hariansyah Limantara alias Adut benar-benar licin. Terpidana kasus pemalsuan dokumen yang bebas keluar masuk Lapas Delta Kelas II-A Sidoarjo, Jawa Timur, itu ternyata pernah masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Negeri Banjarbaru. Bahkan, Polda Kalsel dan Polda Kalteng harus bekerja sama lima bulan untuk memburu lelaki itu.

Akhirnya, Adut yang pernah tinggal di Jalan Arthaloka RT 26 No 21, Kuripan, Banjarmasin Timur tersebut bisa ditangkap Unit Jatanras dan Resmob Ditreskrim Polda Kalsel yang bekerja sama dengan Kasat I Ditreskrim Polda Kalteng di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Minggu (12/12/10) sekitar pukul 15.45 Wita.
Adut ditetapkan oleh pihak kejaksaan sebagai buron setelah masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejari Banjarbaru. “Dia terpidana dalam perkara tindak pidana penggunaan akta otentik yang dipalsukan atau melanggar pasal 226 KUHP. Perkara tersebut sudah dinyatakan memiliki putusan hukum berkekuatan tetap (inkracht),” ujar Direktur Reskrim Polda Kalsel Kombespol Mas Guntur Laope.

Adut divonis satu  tahun, tiga bulan penjara oleh PN Banjarbaru karena terbukti memalsukan identitas dalam akta otentik. Tak terima atas putusan pengadilan, Adut kemudian mengajukan kasasi sampai peninjauan kembali (PK). Tetapi, hasilnya sama, tetap ditolak.

“Atas permintaan Kejari Banjarbaru sesuai dengan surat DPO Kejari Banjarbaru bernomor B-278/Q.3.20.Euh.1/03/2010 yang bertanggal 10 Maret 2010, Ditreskrim Polda Kalsel berkewajiban membantu mencari terpidana,” terangnya.

Berdasar informasi yang diperoleh, penangkapan Adut dilakukan kurang lebih lima bulan. Jajaran Ditreskrim Polda Kalsel pun pernah dibuat pusing lantaran Adut pergi ke Pulau Jawa. Setelah mengetahui bahwa Adut kembali ke Banjarmasin, jajaran Ditreskrim Polda Kalsel langsung mengejar dan menggerebeknya di rumahnya. Sayang, waktu itu Adut berhasil kabur.

Setelah lama tak terdengar kabar Adut, petugas mendapat informasi bahwa dia berada di Kalteng. Hasilnya, Adut diringkus anggota Polda Kalteng di Bandara Tjilik Riwut ketika hendak pergi ke Jakarta. Kabar penangkapan tersebut ditindaklanjuti dengan menjemput dan membawa Adut ke Polda Kalsel. Setelah itu, dia diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalsel.

Hingga akhirnya Hariansyah dijebloskan di Lapas Martapura sebelum dia dipindahkan ke Sidoarjo. “Atas permintaan istri Adut, dia dipindahkan ke lapas di Jawa Timur setelah mendapat persetujuan dari Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalsel Lukardono kemarin siang (7/7).

Dia menjelaskan, khusus pemindahan napi antarprovinsi harus melalui izin Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Seperti halnya kasus Hariansyah. “Adapun alasan pemindahan tersebut, istrinya berada atau tinggal di Jawa Timur. Jadi, kalau mau menengok lebih dekat. Namanya warga binaan, mereka itu perlu dibina dan salah satu yang bisa mendukung adalah bisa bertemu keluarga,” tuturnya.

Terkait dengan prosedur pemindahan Adut ke Lapas Delta Sidoarjo, Lukardono menegaskan, syarat-syarat administrasi yang diajukan keluarga sudah terpenuhi atau sesuai dengan prosedur. Permohonan pemindahan tersebut kali pertama diajukan ke Lapas Martapura.

Kemudian permohonan itu diajukan ke Kanwil Depkum dan HAM Kalsel serta diteruskan ke Dirjen Pemasyarakatan. “Setelah persyaratan administrasinya sudah terpenuhi, kami langsung mengusulkannya ke Dirjen,” tuturnya.

Lukardono mengungkapkan, kewenangan keputusannya ada pada Dirjen Pemasyarakatan. “Kebetulan mungkin dilihat, dianalisis oleh Bapak Dirjen. Permohonan tersebut sudah memenuhi syarat,” beber Lukardono. Ketika ditanya tentang Adut yang jalan-jalan di luar lapas dengan status masih seorang napi, Lukardono mengatakan bahwa hal tersebut bukan tanggung jawab pihaknya.

Semua tanggung jawab pembinaan dan kemananan, lanjut dia, ada di lapas tempat Heriansyah berada. “Persetujuan pemindahan tersebut berasal dari Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Jadi klir, tidak ada masalah, lepas kita,” ujarnya.

Di bagian lain, selama disidangkan di Pengadilan Negeri Banjarbaru hingga kasasi, Hariansyah ternyata tidak pernah ditahan. Hal itu terungkap dari berkas persidangan yang ada di PN Banjarbaru. Dari penuturan Ketua PN Banjarbaru melalui bagian humas Hj Nur Amalia Abbas kemarin,  Hariansyah tersandung kasus pemalsuan Akta Autentik pada tahun 2007. Itu teruangkap dari berkas Adut dengan nomor 188/Pid.B/2007/PN Bjb.

“Saat itu, kasusnya disidangkan oleh Hakim Heru Mustofa SH, Indriani SH, Arie Adhitya Adikresna. Kemudian yang bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum waktu itu adalah Sandy Rosady SH, kebetulan untuk ketiga hakim itu semuanya sudah pindah tugas,” terang adik Farhat Abbas yang juga seorang pengacara di Jakarta tersebut.

Dia menuturkan, kalau Adut mulai disidang pada 26 September 2007, kemudian putusan hukuman pada Maret 2008 dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara. Amalia mengatakan seharusnya Adut dimasukan ke Lembaga Pemasyarakatan Martapura.

“Tersangka waktu itu dikenakan pasal 266 ayat 2 KUHP. Setelah diputus dengan tuntutan tersebut dia melakukan banding ke Pengadilan Tinggi dengan nomor perkara 32/Pid/2008/PT Bjm. Dalam putusan banding tersebut pihak Pengadilan Tinggi menguatkan putusan dari PN Banjarbaru tetapi hukumannya berkurang menjadi satu tahun, tiga bulan penjara,” ujarnya seraya mengatakan selama proses hukum tersangka tidak pernah ditahan.

Ternyata dalam berkas yang tebalnya sekitar 15 sentimeter tersebut, Adut tidak mau berhenti sampai di situ saja untuk melakukan upaya hukum. Setelah mendapat keringanan selama satu tahun dia melakukan kasasi. Tetapi dalam berita acara kasasi yang dilakukan tersangka tidak diterima.

“Rupanya dia terus berupaya untuk bebas, sebab setelah kasasi ditolak dia mengajukan Peninjauan Kembali atas kasusnya. Dalam PK yang dilakukan sampai dua kali tersebut tidak diterima oleh Mahkamah Agung,” tambahnya.

Salah satu hakim di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Maruli SH, menanyakan kenapa putusan yang sudah inkrah pada tahun 2008 itu, yang bersangkutan sampai saat ini belum keluar penjara. Sebab, menurut Maruli, semasa kasusnya disidang, Adut tidak pernah ditahan. “Ya wajar saja kalau saat ini masih dalam tahanan karena kemungkinan setelah kasasi dan PK, baru dia dimasukan penjara,” jelasnya.

Sekadar diketahui ternyata Hariansyah juga pernah tersandung kasus lain di Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Namun dari kabar beberapa petugas di Pengadilan Negeri Banjarbaru, kasus di sana tidak terbukti. “Kami juga kaget menbaca berita Radar Banjarmasin (JPNN Group) kalau Adut ini ternyata juga bisa keluar masuk penjara,” terangnya yang diamini hakim lain di ruangnya kemarin. (hni/sur/jpnn/c7/c11/iro)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/