JAKARTA- Banyak kepala daerah yang belum lama menjabat, tiba-tiba tersangkut kasus hukum dan masuk penjara. Syamsul Arifin hanya salah satu contoh saja. Artinya, besarnya dana APBN yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pilgub 2008, seolah sia-sia.
Pasalnya, gubernur hasil pilgub hanya menjabat sebentar saja. Selebihnya diteruskan Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho hingga habis masa jabatan. Akankah Pilgubsu 2013 mengulang peristiwa yang sama? Menghasilkan gubernur yang diseret masuk bui tatkala belum lama memerintah?
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruptions Watch (ICW), Ade Irawan, membeberkan alasannya. Dikatakan, sesuai aturan yang berlaku sampai saat ini, pintu masuk pencalonan di Pilkada ada tiga jalur, yakni, pintu partai politik, gabungan partai politik, dan jalur perseorangan atau independen.
Dengan demikian, lanjut Ade, yang paling berperan dalam proses penjaringan calon adalah partai politik dan warga untuk calon yang lewat jalur perseorangan. Faktanya, sangat sedikit calon independen yang bisa memenangkan pertarungan.”Jadi, partai lah yang sejatinya sangat menentukan. Partai menjadi saringan awal para calon,” ujar Ade Irawan kepada Sumut Pos di Jakarta, Senin (6/8).
Sayangnya, lanjut dia, partai tidak memerankan diri sebagai alat saring yang baik. “Mestinya proses penjaringan dipergunakan secara serius untuk mencari calon yang punya integritas. Tapi faktanya, sampai sekarang ini partai hanya mencari uang dari calon. Partai tak peduli calon berintegritas atau tidak,” cetusnya.
Jadi, selama perilaku partai politik masih seperti itu dalam melakukan seleksi calon yang akan diusung di pemilukada, maka peluang kepala daerah dijerat kasus korupsi saat menjabat, masih berpeluang besar.
“Tetap akan muncul masalah tatkala pencalonan masih harus lewat partai politik. Kalau partainya sehat, kepala daerahnya (hasil pemilukada, Red) juga sehat. Kalau partainya sakit, kepala daerahnya juga sakit (berperilaku korup, Red),” terang Ade.
Kapan kiranya Pilkada akan menghasilkan kepala daerah yang berintegritas? Ade tampak pesimistis. Dia memberikan contoh, dalam proses pembahasan RUU Pilkada, mulai muncul gagasan jalur independen dihapuskan saja. Jika ini gol, partai menjadi satu-satunya pintu masuk pencalonan.
Dia mengaku pesimistis gerakan civil society, seperti mi salnya gerakan kampanye agar tak memilih calon-calon busuk, akan bisa berhasil. Pasalnya, para calon yang punya track record buruk tapi diusung oleh partai, biasanya memang berkantong tebal. “Mereka ini bisa membeli suara lewat politik uang,” ujarnya. (sam)