30 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Mati Suri, Paguyuban Pengusaha Pertashop akan Temui Menteri BUMN

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jurang pemisah harga Pertalite dan Pertamax cukup jauh, hal ini membuat Pertashop mati Suri. Karenanya, anggota Komisi VII DPR RI Hendrik H Sitompul meminta Dirjen Migas untuk memberi perhatian serius terhadap Pertashop. Apalagi, Paguyuban Pengusaha Pertashop akan menemui Menteri BUMN, Erick Tohir untuk mengadukan nasib mereka.

“Informasi yang saya terima, Pertashop mati suri. Paguyupan pengusaha Pertashop akan menemui Kementerian BUMN. Ada angin segar bahwa Pertashop diprioritaskan, dibangun di daerah,” kata Hendrik Sitompul saat dihubungi melalui ponselnya di Jakarta, Jumat (10/6/2022).

Saat ini, lanjut Hendrik, SPBU mini Pertashop macet karena selisih harga yang cukup tinggi antara Pertalite dan Pertamax. Harga Pertalite saat ini Rp7.650 per liter, sementara harga Pertamax sudah naik mencapai Rp12.500 per liter. Sedangkan Pertashop hanya menjual produk BBM jenis Pertamax.

“Di situasi begini mereka ditinggalkan. Apalagi mereka membangun Pertashop dengan kredit ke bank. Bahkan, di saat ini banyak yang tidak bisa membayar cicilan ke bank. Banyak pertanyaan ke saya, Pertalite kapan naik atau apakah Pertamax dapat turun lagi?” ungkap Hendrik Sitompul.

Oleh sebab itu, Hendrik meminta pemerintah dapat segera merespon permasalahan tersebut. Mengingat sepinya konsumen Pertashop telah menyebabkan kredit pelaku usaha kepada Bank turut macet dan berpotensi asetnya disita.

Selain itu, Hendrik mengingatkan, sangat perlu adanya pengawasan terhadap penyaluran gas PSO dan BBM Subsidi. Serta mendapat gambaran seperti apa struktur pengawasan. “Kami sangat membutuhkan pengawasan terhadap penyaluran gas PSO dan BBM Subsidi. Saya kira perlu kita sama-sama diberi gambaran seperti apa struktur pengawasannya,” kata politisi Partai Demokrat ini.

Komisi VII, lanjut Hendrik, perlu melihat titik mana yang perlu pendampingan. Apakah ada perwakilan di wilayah, serta perlu diberi ruang untuk pengawasan agar optimal. “Supaya kita sama-sama melihat titik mana yang perlu pendampingan. Apakah memang ada perwakilan di wilayah dan kita perlu koordinasi? Kita tidak melakukan pengawasan hanya dengan Pertamina saja, tetapi juga dengan Dirjen Migas dan BPH Migas. Komisi VII perlu diberi ruang untuk bersama-sama melakukan pengawasan agar optimal berjalan termasuk dengan perwakilan perwakilan di daerah,” kata mantan anggota DPRD Medan periode 2014-2019 ini.

Menurut Hendrik, dirinya juga tidak ada melihat program jaringan gas (jargas) untuk daerah pemilihan (dapil) Sumut I, yang meliputi Medan, Deli Serdang, Sergai dan Tebing Tinggi. (adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jurang pemisah harga Pertalite dan Pertamax cukup jauh, hal ini membuat Pertashop mati Suri. Karenanya, anggota Komisi VII DPR RI Hendrik H Sitompul meminta Dirjen Migas untuk memberi perhatian serius terhadap Pertashop. Apalagi, Paguyuban Pengusaha Pertashop akan menemui Menteri BUMN, Erick Tohir untuk mengadukan nasib mereka.

“Informasi yang saya terima, Pertashop mati suri. Paguyupan pengusaha Pertashop akan menemui Kementerian BUMN. Ada angin segar bahwa Pertashop diprioritaskan, dibangun di daerah,” kata Hendrik Sitompul saat dihubungi melalui ponselnya di Jakarta, Jumat (10/6/2022).

Saat ini, lanjut Hendrik, SPBU mini Pertashop macet karena selisih harga yang cukup tinggi antara Pertalite dan Pertamax. Harga Pertalite saat ini Rp7.650 per liter, sementara harga Pertamax sudah naik mencapai Rp12.500 per liter. Sedangkan Pertashop hanya menjual produk BBM jenis Pertamax.

“Di situasi begini mereka ditinggalkan. Apalagi mereka membangun Pertashop dengan kredit ke bank. Bahkan, di saat ini banyak yang tidak bisa membayar cicilan ke bank. Banyak pertanyaan ke saya, Pertalite kapan naik atau apakah Pertamax dapat turun lagi?” ungkap Hendrik Sitompul.

Oleh sebab itu, Hendrik meminta pemerintah dapat segera merespon permasalahan tersebut. Mengingat sepinya konsumen Pertashop telah menyebabkan kredit pelaku usaha kepada Bank turut macet dan berpotensi asetnya disita.

Selain itu, Hendrik mengingatkan, sangat perlu adanya pengawasan terhadap penyaluran gas PSO dan BBM Subsidi. Serta mendapat gambaran seperti apa struktur pengawasan. “Kami sangat membutuhkan pengawasan terhadap penyaluran gas PSO dan BBM Subsidi. Saya kira perlu kita sama-sama diberi gambaran seperti apa struktur pengawasannya,” kata politisi Partai Demokrat ini.

Komisi VII, lanjut Hendrik, perlu melihat titik mana yang perlu pendampingan. Apakah ada perwakilan di wilayah, serta perlu diberi ruang untuk pengawasan agar optimal. “Supaya kita sama-sama melihat titik mana yang perlu pendampingan. Apakah memang ada perwakilan di wilayah dan kita perlu koordinasi? Kita tidak melakukan pengawasan hanya dengan Pertamina saja, tetapi juga dengan Dirjen Migas dan BPH Migas. Komisi VII perlu diberi ruang untuk bersama-sama melakukan pengawasan agar optimal berjalan termasuk dengan perwakilan perwakilan di daerah,” kata mantan anggota DPRD Medan periode 2014-2019 ini.

Menurut Hendrik, dirinya juga tidak ada melihat program jaringan gas (jargas) untuk daerah pemilihan (dapil) Sumut I, yang meliputi Medan, Deli Serdang, Sergai dan Tebing Tinggi. (adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/