26.7 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

KPK Siapkan Kejutan

Polri Masih Cari Mekanisme Pelimpahan Tersangka

JAKARTA-Dua lembaga hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri, memiliki sikap yang berbeda setelah pidato Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. KPK langsung tancap gas dengan menyiapkan sebuah kejutan dalam pemberantasan korupsi, sementara Polri masih mencari mekanisme pelimpahan tersangka kasus Simulator SIM ke KPK.

Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo (kiri)  Ketua KPK Abraham Samad (kanan) memberikan keterangan pers terkait penggeledahan Korlantas Mabes Polri, Selasa (31 Juli 2012)//MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo (kiri) dan Ketua KPK Abraham Samad (kanan) memberikan keterangan pers terkait penggeledahan Korlantas Mabes Polri, Selasa (31 Juli 2012)//MUHAMAD ALI/JAWAPOS

Adalah kasus dugaan korupsi proyek sport center Hambalang, Jawa Barat, yang langsung direspon KPK. Kabarnya, akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan bakal ada kejutan dari penyelidikan kasus ini.

“Insya Allah akan ada yang mengejutkan kita semua. Yang jelas, kasus ini masih kita dalami terus dan pada akhirnya kalian akan bisa meng-update status ini. Mungkin yang ada dalam pikiran kalian akan terjadi,” kata Abraham di kantornya kemarin.

Abraham menegaskan bahwa KPK tetap memprioritaskan kasus tersebut. “Sense kita semua sama dengan rakyat Indonesia terhadap kasus Hambalang. Nah, itulah yang akan kita lakukan,” ujarnya.
Rentang investigasi kasus Hambalang memang cukup lebar. Selain penyelidikan aliran dana, saat ini juga berlangsung pengusutan terkait pengadaan yang telah ke proses penyidikan dengan tersangka Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Dedi Kusdinar.

Untuk penyelidikan aliran dana ke Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung, KPK telah memeriksa Direktur Keuangan Grup Permai Neneng Sri Wahyuni yang tak lain adalah isteri Nazaruddin, bekas bendahara umum Partai Demokrat. Komisi antirasuah itu juga memeriksa Ketua Partai Demokrat yang juga tim sukses Anas di Kongres, Umar Arsal. KPK juga meminta keterangan Nuril Anwar dan Eva Ompita yang merupakan staf di DPP Partai Demokrat.

Umar membantah adanya aliran dana Hambalang ke kongres partai pemenang Pemilu 2009 itu. Namun, Nazaruddin mengatakan ada dana dari proyek Hambalang ke tim pemenangan Anas. Kata Nazar, tiap Dewan Pimpinan Cabang (DPC) mendapatkan USD 15 ribu hingga USD 20 ribu.

“Tim suksesnya Anas bagi-bagi uang.Untuk uang terima kasih, uang transportasi. Sekarang yang ditanya KPK uang itu dari mana,” kata Nazar. Menurut Nazar, KPK tinggal melacak kebenaran pernyataan Umar Arsal, tim sukses Anas yang telah diperiksa.

Nazar menambahkan, uang diambil dari kamar Yulianis, anak buah Nazar, di Hotel Aston. “Uang itu dari Proyek Hambalang dan beberapa sumber lain yang sudah saya laporkan ke KPK,” katanya.
Lalu, bagaimana dengan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin simulator SIM yang ditengarai menjadi biang masalah kisruh KPK dan Polri? “Tentunya akan ditindaklanjuti dengan pembicaraan-pembicaraan yang sifatnya lebih teknis,” ujar Samad. “Kami akan selesaikan dengan cara yang beradab serta seadil-adilnya,” tambahnya.

Di sisi lain, Mabes Polri mengaku akan patuh pada perintah presiden untuk berkoordinasi dengan KPK.  Meski begitu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan tetap melakukan penyidikan terhadap dua tersangka kasus dugaan simulator SIM di Korps Lalu-lintas Polri.

Tiga tersangka lainnya akan dilimpahkan kepada KPK sesuai instruksi Presiden SBY, Senin (8/10) malam. “Yang diserahkan jelas DS (Djoko Susilo) dan tiga orang lainnya. Sisanya di Bareskrim,” kata Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Suhardi Alius di Mabes Polri, Jakarta Selatan, kemarin.

Sedangkan dua tersangka yang tetap ditangani Polri yakni Kepala Primkoppol Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan (panitia lelang proyek simulator) dan Bendahara Korlantas Komisaris Legimo. Kedua tersangka tersebut tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian SIM di Korlantas Polri tahun 2011.

Tersangka yang ditetapkan oleh KPK adalah mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Tiga tersangka lain, yang sebelumnya juga ditetapkan oleh Polri, adalah Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen serta dua tersangka dari pihak swasta, yakni Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukoco S Bambang.

Tiga tersangka inilah yang akan diserahkan kepada KPK. Namun, Polri masih akan berkoordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung untuk mekanisme pelimpahan wewenang penyidikan sesuai koridor hukum.
Sebab, sebelumnya, tiga tersangka tersebut telah ditahan oleh Polri. Berkas ketiganya juga telah dilimpahkan pada Kejaksaan Agung dan telah dinyatakan belum lengkap atau P19. “Kami masih mencari formulanya, karena ini tidak diatur dalam KUHAP,” kata mantan Wakapolda Metro Jaya itu.

Kompolnas Turun ke Bengkulu

Di bagian lain, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berjanji akan turun langsung ke Polda Bengkulu. Mereka akan mencari fakta terkait kasus Kompol Novel Baswedan. “Kami akan melaporkan temuan kami sebagai bahan masukan untuk presiden,” kata anggota Kompolnas Edi Saputra Hasibuan saat dihubungi kemarin.

Kompolnas memang lembaga negara yang bertanggung jawab pada presiden. Kompolnas juga mempunyai anggota dari unsur pemerintah yakni Menkopolhukam dan Mendagri.  Apakah bisa independen? Edi menjamin akan berupaya semaksimal mungkin. “Kita akan minta data mengapa kasus yang sudah delapan tahun baru terungkap sekarang, ada apa sebenarnya,” katanya.
Pemeriksaan itu akan dimulai dengan meminta keterangan dari Polda Bengkulu yang sekarang dipimpin Brigjen Benny Mokalu. “Tidak hanya dari unsur polisinya, tapi juga dari korban, keluarga, dan juga pihak kuasa hukum,” katanya.

Dalam catatan koran ini Benny Mokalu adalah penyidik kawakan di Mabes Polri. Namanya sempat tenar saat disebut dalam rekaman pembicaraan Anggodo yang diputar di Mahkamah Konstitusi November 2009.  Benny Mokalu juga menjadi penyidik kasus Bibit Chandra yang akhirnya di depoonering. Kasus Bibit Chandra terkenal dengan kasus Cicak versus Buaya terjadi pada saat Kabareskrim dipimpin oleh Komjen Susno Duadji. (sof/ca/rdl/jpnn)

Polri Masih Cari Mekanisme Pelimpahan Tersangka

JAKARTA-Dua lembaga hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri, memiliki sikap yang berbeda setelah pidato Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. KPK langsung tancap gas dengan menyiapkan sebuah kejutan dalam pemberantasan korupsi, sementara Polri masih mencari mekanisme pelimpahan tersangka kasus Simulator SIM ke KPK.

Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo (kiri)  Ketua KPK Abraham Samad (kanan) memberikan keterangan pers terkait penggeledahan Korlantas Mabes Polri, Selasa (31 Juli 2012)//MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo (kiri) dan Ketua KPK Abraham Samad (kanan) memberikan keterangan pers terkait penggeledahan Korlantas Mabes Polri, Selasa (31 Juli 2012)//MUHAMAD ALI/JAWAPOS

Adalah kasus dugaan korupsi proyek sport center Hambalang, Jawa Barat, yang langsung direspon KPK. Kabarnya, akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan bakal ada kejutan dari penyelidikan kasus ini.

“Insya Allah akan ada yang mengejutkan kita semua. Yang jelas, kasus ini masih kita dalami terus dan pada akhirnya kalian akan bisa meng-update status ini. Mungkin yang ada dalam pikiran kalian akan terjadi,” kata Abraham di kantornya kemarin.

Abraham menegaskan bahwa KPK tetap memprioritaskan kasus tersebut. “Sense kita semua sama dengan rakyat Indonesia terhadap kasus Hambalang. Nah, itulah yang akan kita lakukan,” ujarnya.
Rentang investigasi kasus Hambalang memang cukup lebar. Selain penyelidikan aliran dana, saat ini juga berlangsung pengusutan terkait pengadaan yang telah ke proses penyidikan dengan tersangka Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Dedi Kusdinar.

Untuk penyelidikan aliran dana ke Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung, KPK telah memeriksa Direktur Keuangan Grup Permai Neneng Sri Wahyuni yang tak lain adalah isteri Nazaruddin, bekas bendahara umum Partai Demokrat. Komisi antirasuah itu juga memeriksa Ketua Partai Demokrat yang juga tim sukses Anas di Kongres, Umar Arsal. KPK juga meminta keterangan Nuril Anwar dan Eva Ompita yang merupakan staf di DPP Partai Demokrat.

Umar membantah adanya aliran dana Hambalang ke kongres partai pemenang Pemilu 2009 itu. Namun, Nazaruddin mengatakan ada dana dari proyek Hambalang ke tim pemenangan Anas. Kata Nazar, tiap Dewan Pimpinan Cabang (DPC) mendapatkan USD 15 ribu hingga USD 20 ribu.

“Tim suksesnya Anas bagi-bagi uang.Untuk uang terima kasih, uang transportasi. Sekarang yang ditanya KPK uang itu dari mana,” kata Nazar. Menurut Nazar, KPK tinggal melacak kebenaran pernyataan Umar Arsal, tim sukses Anas yang telah diperiksa.

Nazar menambahkan, uang diambil dari kamar Yulianis, anak buah Nazar, di Hotel Aston. “Uang itu dari Proyek Hambalang dan beberapa sumber lain yang sudah saya laporkan ke KPK,” katanya.
Lalu, bagaimana dengan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin simulator SIM yang ditengarai menjadi biang masalah kisruh KPK dan Polri? “Tentunya akan ditindaklanjuti dengan pembicaraan-pembicaraan yang sifatnya lebih teknis,” ujar Samad. “Kami akan selesaikan dengan cara yang beradab serta seadil-adilnya,” tambahnya.

Di sisi lain, Mabes Polri mengaku akan patuh pada perintah presiden untuk berkoordinasi dengan KPK.  Meski begitu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan tetap melakukan penyidikan terhadap dua tersangka kasus dugaan simulator SIM di Korps Lalu-lintas Polri.

Tiga tersangka lainnya akan dilimpahkan kepada KPK sesuai instruksi Presiden SBY, Senin (8/10) malam. “Yang diserahkan jelas DS (Djoko Susilo) dan tiga orang lainnya. Sisanya di Bareskrim,” kata Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Suhardi Alius di Mabes Polri, Jakarta Selatan, kemarin.

Sedangkan dua tersangka yang tetap ditangani Polri yakni Kepala Primkoppol Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan (panitia lelang proyek simulator) dan Bendahara Korlantas Komisaris Legimo. Kedua tersangka tersebut tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian SIM di Korlantas Polri tahun 2011.

Tersangka yang ditetapkan oleh KPK adalah mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Tiga tersangka lain, yang sebelumnya juga ditetapkan oleh Polri, adalah Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen serta dua tersangka dari pihak swasta, yakni Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukoco S Bambang.

Tiga tersangka inilah yang akan diserahkan kepada KPK. Namun, Polri masih akan berkoordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung untuk mekanisme pelimpahan wewenang penyidikan sesuai koridor hukum.
Sebab, sebelumnya, tiga tersangka tersebut telah ditahan oleh Polri. Berkas ketiganya juga telah dilimpahkan pada Kejaksaan Agung dan telah dinyatakan belum lengkap atau P19. “Kami masih mencari formulanya, karena ini tidak diatur dalam KUHAP,” kata mantan Wakapolda Metro Jaya itu.

Kompolnas Turun ke Bengkulu

Di bagian lain, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berjanji akan turun langsung ke Polda Bengkulu. Mereka akan mencari fakta terkait kasus Kompol Novel Baswedan. “Kami akan melaporkan temuan kami sebagai bahan masukan untuk presiden,” kata anggota Kompolnas Edi Saputra Hasibuan saat dihubungi kemarin.

Kompolnas memang lembaga negara yang bertanggung jawab pada presiden. Kompolnas juga mempunyai anggota dari unsur pemerintah yakni Menkopolhukam dan Mendagri.  Apakah bisa independen? Edi menjamin akan berupaya semaksimal mungkin. “Kita akan minta data mengapa kasus yang sudah delapan tahun baru terungkap sekarang, ada apa sebenarnya,” katanya.
Pemeriksaan itu akan dimulai dengan meminta keterangan dari Polda Bengkulu yang sekarang dipimpin Brigjen Benny Mokalu. “Tidak hanya dari unsur polisinya, tapi juga dari korban, keluarga, dan juga pihak kuasa hukum,” katanya.

Dalam catatan koran ini Benny Mokalu adalah penyidik kawakan di Mabes Polri. Namanya sempat tenar saat disebut dalam rekaman pembicaraan Anggodo yang diputar di Mahkamah Konstitusi November 2009.  Benny Mokalu juga menjadi penyidik kasus Bibit Chandra yang akhirnya di depoonering. Kasus Bibit Chandra terkenal dengan kasus Cicak versus Buaya terjadi pada saat Kabareskrim dipimpin oleh Komjen Susno Duadji. (sof/ca/rdl/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/