JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) gagal membuktikan dirinya tidak bersalah dalam kasus pengaturan kuota impor daging sapi. Lima hakim pengadilan tipikor kemarin (9/12) sepakat menyatakan LHI bersalah dan terbukti melakukan korupsi. LHI lantas dijatuhi hukuman 16 tahun penjara.
Tidak hanya sampai di situ hukuman bagi mantan anggota Komisi 1 DPR tersebut. LHI bisa lebih lama bertemu keluarganya kalau tidak bisa membayar denda Rp 1 miliar. Sebab, vonis mengamanatkan kalau tidak segera dibayar denda tersebut akan dialihkan dengan hukuman badan selama satu tahun.
Ada tiga poin yang membuat hakim menjatuhkan hukuman tinggi buat LHI. Pertama, perbuatan LHI makin meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada parlemen. Kedua, dia dianggap memberikan kesan buruk bagi PKS yang notabene partai dakwah. Ketiga, sebagai pejabat LHI tidak bisa memberikan contoh baik. “Harusnya (dia) bisa menjadi contoh pejabat yang rajin melaporkan harta kekayaan dan gratifikasi yang diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam sidang.
Sedangkan hal yang meringankan, LHI dinilai majelis hakim bersifat sopan selama jalannya persidangan. Selain itu, dia masih memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Lebih lanjut Gusrizal menjelaskan, sejumlah dakwaan yang disangkakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK terbukti. “Menyatakan terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang scara bersama-sama,” vonis Gusrizal.
Sebelumnya, jaksa KPK menjerat Presiden PKS ke-4 itu melakukan korupsi sesuai pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan pencucian uang dan gabungan beberapa kejahatan, Luthfi dianggap melanggar pasal 3 huruf a, b, dan c UU Pemberantasan TPPU jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana. Lantas, Pasal 6 ayat 1 huruf b dan c UU yang sama. Pasal 3 dan pasal 5 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo 65 ayat 1 KUHPidana.
Meski kompak dalam memutus korupsi, ada dua hakim yang beda pendapat. Mereka adalah Joko Subagyo dan I Made Hendra yang tidak sepakat penyidik KPK melakukan penuntutan pencucian uang terhadap LHI.
Dalam amar putusan, hakim menyampaikan beberapa hal yang membuat yakin memvonis berat LHI. Seperti soal permintaan fee Rp 5 ribu per kg dari setiap daging impor. Seperi diberitakan, saat Fathanah menyampaikan prospek keuntungan itu kepada LHI, langsung direspons dengan permintaan 10 ribu ton daging sapi.
Jika dikalkulasi, nanti akan dapat keuntungan Rp 50 miliar. Entah untuk melindungi LHI atau apa, saat itu Fathanah bilang obrolan itu hanya bercanda. Namun, para hakim sepakat kalau obrolan itu serius. “Diucapkan dengan serius. Tanpa bercanda,” tegas hakim.
Contoh lainnya adalah, setelah tahu akan mendapat uang, LHI membantu Dirut PT Indoguna Maria Elisabeth Liman supaya bisa bertemu dengan Menteri Pertanian Suswono. Bahkan, LHI sampai menjadi pemimpin untuk memfasilitasi pertemuan itu. Hakim bersikap kalau Maria tidak akan memberikan uang kalau tidak ada keterlibatan terdakwa.
Soal fakta tidak adanya pengurusan daging impor yang gol, hakim tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka menilai itu bagian dari maksud selanjutnya dan tidak perlu dicapai untuk membuktikan adanya konspirasi kejahatan atau tidak.
Yang terpenting lagi, hakim juga mempermasalahkan lihainya LHI menyembunyikan hartanya. “Disebutkan dalam LHKPN tidak memiliki pendapatan lain diluar gaji DPR. Tetapi, nyatanya ada pendapatan lain,” imbuh hakim. Menurut saksi ahli, langkah tersebut termasuk usaha menyembunyikan kekayaan. Ditopang dengan bukti bahwa beberapa asetnya seperti rumah dan kendaraan atas nama orang lain.
Versi hakim, apa yang dilakukan LHI klop dengan apa yang ada di UU Tindak Pidana Pencucian Uang (PPU). Modus lainnya, membeli rumah atau kendaraan tetapi tidak di balik nama dirinya. Bukti telak lainnya adalah LHI menerima hadiah mobil, tetapi tidak dilaporkan. Padahal, penyelenggara negara dilarang betul menerima gratifikasi. “”Ada rekening BCA yang tidak dimasukkan, padahal itu sudah digunakan sejak lama sebelum LHKPN dibuat,” terang hakim.
Pengadil juga mencatat lalu lalang keuangan LHI dari medio April 2012 hingga awal 2013. Total ada Rp 10 miliaran yang pengeluarannya banyak untuk membeli kendaraan.
Hakim tipikor menilai apa yang disampaikan oleh saksi meringankan LHI juga tidak cukup untuk membebaskan dirinya. Sebab, mereka dinilai kurang bisa membuktikan segala sesuatunya. Seperti pembelian mobil Volvo atau VW Caravelle. “Tidak menemukan tindakan pembenar dan pemaaf dalam diri terdakwa,” tegas Gusrizal.
Meski demikian, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa. Seperti diketahui, LHI dituntut 18 tahun penjara. Selain itu, hakim juga tidak sepakat soal mencabut hak politik LHI. Alasannya, itu terlalu berlebihan karena pidana penjara yang lama cukup membuat masyarakat bisa menyeleksinya saat akan terjun politik lagi.
Menanggapi vonis itu, LHI tidak tinggal diam. Tanpa meminta pendapat para kuasa hukumnya, pria kelahiran Malang, 5 Agustus 1961 itu langsung memastikan banding. “Tanpa mengurangi rasa hormat kepada majelis hakim, saya tidak bisa menerima dan akan naik banding,” katanya. (dim)