30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Begitu Bayi Menangis, Seluruh Penumpang Tepuk Tangan

Di Balik Kisah Empat Pramugari yang Bantu Persalinan di Pesawat

Sherly Juwita, Rahma Sari, Anisa Abdullah dan Musyarofatul Laila telah mengukir prestasi luar biasa dalam kabin pesawat Merpati MZ 845. Berkat keberanian dan kerja samanya, persalinan bayi di udara pun berjalan tuntas.

MENDADAK BIDAN: Pramugari Merpati  membantu proses persalinan  pesawat. Sherly Juwita, Rahma Sari, Anisa Abdullah,  Musyarofatul Laila.//riko noviantoro/indopos/jpnn
MENDADAK BIDAN: Pramugari Merpati yang membantu proses persalinan di pesawat. Sherly Juwita, Rahma Sari, Anisa Abdullah, dan Musyarofatul Laila.//riko noviantoro/indopos/jpnn

RIKO NOVIANTORO, Jakarta

Cuaca di bandara Timika pada Minggu (6/1) sore itu cukup cerah. Jarum jam menunjukkan pukul 18.00 Waktu Indonesia Timur. Pesawat Merpati Airline mengudara tanpa hambatan, menuju Makassar, Sulawesi Selatan, di bawah kendali Capt Firman Hutapea dan M Yasin.

Kesibukan empat pramugari pun dimulai. Dari memberikan salam sampai memeragakan alat keselamatan pesawat.

Tepat di ketinggian 32 ribu kaki, di kabin belakang pesawat mulai terdengar kegaduhan. Bisikan ibu muda, Harmani, pada pramugari Sherly Juwita cukup mengejutkan. “Mbak saya sudah tidak kuat, Punggung saya terasa sakit,” kata Sherly Juwita mengingat bisikan Harmani penumpang yang duduk di kursi 24 A bersama suaminya, Rudi Hamzah, kepada Indopos (grup Sumut Pos) usai acara Apa Kabar Indonesia Pagi TVOne di Wisma Antara, Jakarta, Rabu pagi (9/1) lalu.

Wajah tegang Harmani mulai tak tertutupi. Bibirnya menjadi putih. Matanya penuh kebimbangan. Suaminya, Rudi Hamzah, berusaha memberi ketenangan. “Ibu terasa ingin melahirkan?” tanya Sherly meminta kepastian.

Harmani menganggukkan kepala. Wajah ibu berusia 33 tahun itu seperti menyeringai. Menahan sakit yang mulai menjalar. Sherly tak mau ambil risiko. Pramugari yang sudah 17 tahun malang  melintang itu pun coba ambil sikap cepat. Melihat bagian bawah perut ibu tersebut.  Bulatan kecil mulai menyembul keluar. Ditambah cairan kental yang menyertai. Menjadi tanda persalinan sudah tak bisa dielakkan.
“Sabar Bu. Kita bantu persalinan di sini,” ungkap Sherly menenangkan.

Rahma Sari, Anisa Abdullah dan Musyarofatul Laila langsung bergerak cepat. Menangkap sinyal Sherly, ketiganya langsung mengambil peran tanpa komando. Rahma Sari dan Musyarofatul Laila bertugas mempersiapkan proses persalinan. Sedangkan Anisa Abdullah lebih ditugaskan menenangkan seluruh penumpang pesawat.

“Saya informasikan pada kapten pesawat, kalau ada penumpang yang perlu tindak persalinan di udara. Itu yang dilakukan pertama,” papar Sherly sebelum memulai tindakan persalinan.

Setelah informasi itu, lanjut Sherly, standar persalinan di udara pun dilakukan. Mulai menyiapkan ruang persalinan di bagian belakang pesawat sampai kebutuhan peralatan medis.

Agar lebih tenang, dia mengaku sempat meminta bantuan dari penumpang yang memang memiliki pengetahuan medis. Karena itu penting menjadi bagian dari standar pertolongan kesehatan di udara.

“Teman saya, Anisa memberikan announcement permohonan bantuan dari penumpang yang berpengetahuan medis,” tuturnya.
Pesawat terus bergerak. Menerobos awan tipis yang begitu bersahabat. Tanpa guncangan dan getaran sedikit pun. Sherly, Sari dan Laila mulai bekerja. Mereka bertiga membantu persalinan dengan kemampuan terbatas. Beruntung ada penumpang bernama Anita. Dia menjadi petunjuk persalinan. “Anita itu sudah lulus keperawatan. Tapi belum berani praktik saja,” ujarnya sambil tersenyum.

Laila lebih dulu mempersiapkan alas untuk persalinan. Kain pembatas dapur dan kabin tengah itulah yang dijadikan alas. Sedangkan Sari mempersiapkan peralatan medis yang tersimpan pada lemari kabin bagian belakang.

“Saya ingat banget kalau kami bekerja seperti saling teriak. Meminta peralatan medis yang dibutuhkan,” papar Sherly.
Pertama kali, dia meminta ibu untuk menempati posisi nyaman. Tiga kursi pesawat yang ber dekatan digunakan sebagai bangsal persalinan.
Sambil terus meminta ibu itu untuk mengatur pernapasan. “Di situlah mulai persalinan. Saya pakai sarung tangan didampingi Sari dan Laila yang siaga dengan peralatan medis,” imbuhnya.

Dengan penuh kesigapan tiga pramugari itu pun bekerja di tengah kondisi pesawat yang padat penumpang. Tak sedikit dari penumpang itu yang ingin menyaksikan persalinan di udara.

Anisa yang bertugas menenangkan penumpang pun bekerja ekstra. Meminta seluruh penumpang tidak panik. Tetap berada pada kursi dan menikmati seluruh perjalanan.

“Saya kasih makanan dan minuman bagi semua penumpang agar mereka tetap di kursi pesawat,” kata Anisa.

Meski demikian, dia mengaku masih ada penumpang penasaran dengan kabar persalinan tersebut. Satu per satu penumpang bergerak ke lokasi persalinan. Hanya untuk melihat dan foto bersama.

“Penumpang tetap saya arahkan untuk kembali ke kursi. Karena prosesi persalinan itu butuh ketenangan,” tambahnya.

Lima belas menit berlalu. Tubuh mungil bayi perempuan muncul tanpa hambatan. Matanya masih diselimuti cairan kental putih bening. Putri ketiga pasangan asal Maros, Sulawesi Selatan, itu terlahir sehat. Meski dalam usia janin yang masih muda. “Dari surat keterangan dokter di bandara, kehamilan ibu ini sehat. Usianya sekitar 7 bulan kurang,” ujarnya.

Sherly dan Anita pun coba memotong ari-ari dan tali plasenta ibu. Selesai itu bayi langsung diselimuti kain hangat. Sambil terus ditepok perlahan pada bagian punggung. Tak lama suara tangisan bayi itu pun terdengar. Memecah kepanikan para penumpang dan awak pesawat. Tepuk tangan dan wajah senyum pun mulai terlihat.

“Alhamdulillah bayi ini bisa terlahir. Sehat ya… Nak. Sehat. Kita mendarat segera,” bisik Laila sambil memeluk bayi itu.
Keempat pramugari ini terharu. Air mata bahagia tumpah tanpa tertahan. Desakan tangis terdengar perlahan. Sambil mata terus menatap pada bayi mungil itu. Terlebih saat mengetahui jemari bayi itu bergerak, seperti mengucapkan terima kasih atas pertolongan empat pramugari.
Bibir keempat pramugari itu tak berhenti bersyukur. Mengungkapkan kebahagiaan atas pertolongan Tuhan. Menyelamatkan bayi dalam persalinan yang sangat sederhana.

“Layaknya persalinan umum. Surat Keterangan lahir harus diberikan. Dan di situ harus ada nama bayi,” imbuh Sherly.
Tanpa berpikir panjang, gabungan nama keempat pramgari itu pun digunakan. Bayi mungil itu diberi nama Anisa Lalila Juwita Sari. (*)

Begitu Bayi Menangis, Seluruh Penumpang Tepuk Tangan

Di Balik Kisah Empat Pramugari yang Bantu Persalinan di Pesawat

Sherly Juwita, Rahma Sari, Anisa Abdullah dan Musyarofatul Laila telah mengukir prestasi luar biasa dalam kabin pesawat Merpati MZ 845. Berkat keberanian dan kerja samanya, persalinan bayi di udara pun berjalan tuntas.

MENDADAK BIDAN: Pramugari Merpati  membantu proses persalinan  pesawat. Sherly Juwita, Rahma Sari, Anisa Abdullah,  Musyarofatul Laila.//riko noviantoro/indopos/jpnn
MENDADAK BIDAN: Pramugari Merpati yang membantu proses persalinan di pesawat. Sherly Juwita, Rahma Sari, Anisa Abdullah, dan Musyarofatul Laila.//riko noviantoro/indopos/jpnn

RIKO NOVIANTORO, Jakarta

Cuaca di bandara Timika pada Minggu (6/1) sore itu cukup cerah. Jarum jam menunjukkan pukul 18.00 Waktu Indonesia Timur. Pesawat Merpati Airline mengudara tanpa hambatan, menuju Makassar, Sulawesi Selatan, di bawah kendali Capt Firman Hutapea dan M Yasin.

Kesibukan empat pramugari pun dimulai. Dari memberikan salam sampai memeragakan alat keselamatan pesawat.

Tepat di ketinggian 32 ribu kaki, di kabin belakang pesawat mulai terdengar kegaduhan. Bisikan ibu muda, Harmani, pada pramugari Sherly Juwita cukup mengejutkan. “Mbak saya sudah tidak kuat, Punggung saya terasa sakit,” kata Sherly Juwita mengingat bisikan Harmani penumpang yang duduk di kursi 24 A bersama suaminya, Rudi Hamzah, kepada Indopos (grup Sumut Pos) usai acara Apa Kabar Indonesia Pagi TVOne di Wisma Antara, Jakarta, Rabu pagi (9/1) lalu.

Wajah tegang Harmani mulai tak tertutupi. Bibirnya menjadi putih. Matanya penuh kebimbangan. Suaminya, Rudi Hamzah, berusaha memberi ketenangan. “Ibu terasa ingin melahirkan?” tanya Sherly meminta kepastian.

Harmani menganggukkan kepala. Wajah ibu berusia 33 tahun itu seperti menyeringai. Menahan sakit yang mulai menjalar. Sherly tak mau ambil risiko. Pramugari yang sudah 17 tahun malang  melintang itu pun coba ambil sikap cepat. Melihat bagian bawah perut ibu tersebut.  Bulatan kecil mulai menyembul keluar. Ditambah cairan kental yang menyertai. Menjadi tanda persalinan sudah tak bisa dielakkan.
“Sabar Bu. Kita bantu persalinan di sini,” ungkap Sherly menenangkan.

Rahma Sari, Anisa Abdullah dan Musyarofatul Laila langsung bergerak cepat. Menangkap sinyal Sherly, ketiganya langsung mengambil peran tanpa komando. Rahma Sari dan Musyarofatul Laila bertugas mempersiapkan proses persalinan. Sedangkan Anisa Abdullah lebih ditugaskan menenangkan seluruh penumpang pesawat.

“Saya informasikan pada kapten pesawat, kalau ada penumpang yang perlu tindak persalinan di udara. Itu yang dilakukan pertama,” papar Sherly sebelum memulai tindakan persalinan.

Setelah informasi itu, lanjut Sherly, standar persalinan di udara pun dilakukan. Mulai menyiapkan ruang persalinan di bagian belakang pesawat sampai kebutuhan peralatan medis.

Agar lebih tenang, dia mengaku sempat meminta bantuan dari penumpang yang memang memiliki pengetahuan medis. Karena itu penting menjadi bagian dari standar pertolongan kesehatan di udara.

“Teman saya, Anisa memberikan announcement permohonan bantuan dari penumpang yang berpengetahuan medis,” tuturnya.
Pesawat terus bergerak. Menerobos awan tipis yang begitu bersahabat. Tanpa guncangan dan getaran sedikit pun. Sherly, Sari dan Laila mulai bekerja. Mereka bertiga membantu persalinan dengan kemampuan terbatas. Beruntung ada penumpang bernama Anita. Dia menjadi petunjuk persalinan. “Anita itu sudah lulus keperawatan. Tapi belum berani praktik saja,” ujarnya sambil tersenyum.

Laila lebih dulu mempersiapkan alas untuk persalinan. Kain pembatas dapur dan kabin tengah itulah yang dijadikan alas. Sedangkan Sari mempersiapkan peralatan medis yang tersimpan pada lemari kabin bagian belakang.

“Saya ingat banget kalau kami bekerja seperti saling teriak. Meminta peralatan medis yang dibutuhkan,” papar Sherly.
Pertama kali, dia meminta ibu untuk menempati posisi nyaman. Tiga kursi pesawat yang ber dekatan digunakan sebagai bangsal persalinan.
Sambil terus meminta ibu itu untuk mengatur pernapasan. “Di situlah mulai persalinan. Saya pakai sarung tangan didampingi Sari dan Laila yang siaga dengan peralatan medis,” imbuhnya.

Dengan penuh kesigapan tiga pramugari itu pun bekerja di tengah kondisi pesawat yang padat penumpang. Tak sedikit dari penumpang itu yang ingin menyaksikan persalinan di udara.

Anisa yang bertugas menenangkan penumpang pun bekerja ekstra. Meminta seluruh penumpang tidak panik. Tetap berada pada kursi dan menikmati seluruh perjalanan.

“Saya kasih makanan dan minuman bagi semua penumpang agar mereka tetap di kursi pesawat,” kata Anisa.

Meski demikian, dia mengaku masih ada penumpang penasaran dengan kabar persalinan tersebut. Satu per satu penumpang bergerak ke lokasi persalinan. Hanya untuk melihat dan foto bersama.

“Penumpang tetap saya arahkan untuk kembali ke kursi. Karena prosesi persalinan itu butuh ketenangan,” tambahnya.

Lima belas menit berlalu. Tubuh mungil bayi perempuan muncul tanpa hambatan. Matanya masih diselimuti cairan kental putih bening. Putri ketiga pasangan asal Maros, Sulawesi Selatan, itu terlahir sehat. Meski dalam usia janin yang masih muda. “Dari surat keterangan dokter di bandara, kehamilan ibu ini sehat. Usianya sekitar 7 bulan kurang,” ujarnya.

Sherly dan Anita pun coba memotong ari-ari dan tali plasenta ibu. Selesai itu bayi langsung diselimuti kain hangat. Sambil terus ditepok perlahan pada bagian punggung. Tak lama suara tangisan bayi itu pun terdengar. Memecah kepanikan para penumpang dan awak pesawat. Tepuk tangan dan wajah senyum pun mulai terlihat.

“Alhamdulillah bayi ini bisa terlahir. Sehat ya… Nak. Sehat. Kita mendarat segera,” bisik Laila sambil memeluk bayi itu.
Keempat pramugari ini terharu. Air mata bahagia tumpah tanpa tertahan. Desakan tangis terdengar perlahan. Sambil mata terus menatap pada bayi mungil itu. Terlebih saat mengetahui jemari bayi itu bergerak, seperti mengucapkan terima kasih atas pertolongan empat pramugari.
Bibir keempat pramugari itu tak berhenti bersyukur. Mengungkapkan kebahagiaan atas pertolongan Tuhan. Menyelamatkan bayi dalam persalinan yang sangat sederhana.

“Layaknya persalinan umum. Surat Keterangan lahir harus diberikan. Dan di situ harus ada nama bayi,” imbuh Sherly.
Tanpa berpikir panjang, gabungan nama keempat pramgari itu pun digunakan. Bayi mungil itu diberi nama Anisa Lalila Juwita Sari. (*)

Begitu Bayi Menangis, Seluruh Penumpang Tepuk Tangan

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/