26 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Punya Bukti Baru, Antasari Upayakan PK Bisa Lebih Dari Sekali

JAKARTA-Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar belum menyerah. Terpidana 18 tahun penjara itu mengajukan pengujian pasal 268 ayat 3 Undang Undang (UU) nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) supaya Peninjauan Kembali (PK) tidak mutlak hanya satu kali.

Antasari selaku pemohon (prinsipal) dalam uji materi tersebut menghadiri sidang perdana yang dipimpin ketua majelis Ahmad Fadlil Sumadi didampingi dua hakim anggota Anwar Usman dan Maria Farida Indrati di gedung MK, kemarin. Kedatangannya dikawal petugas Lapas Tangerang. Selain itu juga mendapat dukungan keluarga tidak terkecuali sang istri, Ida Laksmiwati.

Dalam kesempatan berbicara di persidangan, Antasari mengaku emosional dan antusias bisa hadir dan melihat permohonannya mulai disidangkan. “Sungguh sangat berbahagia saya pada hari ini,” ucapnya sambil menangis kemudian menarik nafas panjang dan berhenti sejenak.

“Mohon maaf kalau kami terbawa oleh emosi, bukan emosi fisik tapi emosi perasaan. Bahwa kami tidak menduga akan duduk di ruangan yang terhormat ini untuk menyampaikan permohonan. Jujur Majelis Hakim terhormat setelah kami mengajukan PK yang satu kali dan ditolak, kami merasa sudah kehilangan harapan. Kalaulah boleh saya mengutip buku John Grisham itu mengatakan bahwa untuk apa saya dilahirkan di dunia, kalau hanya dizalimi seperti ini,” curhatnya.

Atas dasar itu, kata Antasari, kehadiran kuasa hukum dan sampainya sidang kemarin membuatnya merasa hidup kembali setelah lima tahun menjalani masa tahanan. Terkait permohonannya, terpidana terkait pembunuhan PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, itu menilai pencantuman secara tegas bahwa PK hanya bisa satu kali dalam pasal 268. (gen/jpnn)
dimaksud perlu ditinjau ulang.

“Setelah kami coba untuk menganalisa secara mendalam, dulu waktu kami masih aktif pun sering ada statement-statement mengatakan bahwa (PK hanya boleh satu kali) itu semua demi kepastian hukum, tapi setelah kami merasakan sendiri sampai dengan hari ini bahwa memang PK adalah upaya hukum luar biasa. PK tidak menunda eksekusi. Dengan pengertian kepastian hukum sudah terjadi.
Namun, keadilan tetap belum terjadi, belum terwujud untuk diri kami,” ulasnya.

Maka Antasari memohon kepada majelis hakim agar dikaji lagi supaya PK bisa dilakukan lebih dari sekali dengan alasan tertentu, terutama terkait temuan bukti baru (novum). “Apa jadinya hukum di
Indonesia nantinya jika hal-hal yang sekarang masih menjadi critical point mengambang yang diabaikan suatu ketika dia akan dilakukan proses penyelidikan, penyidikan, dan selanjutnya akan mengumpulkan bukti baru, kalau PK hanya dinyatakan satu kali, ke mana kami harus perjuangkan nasib itu dengan bukti baru itu?” tuturnya.

Dia menyebut beberapa contoh konkret seperti dakwaan untuk dirinya adalah kematian korban karena atas keinginan Antasari. Barang buktinya berupa SMS ancaman. “Kami merasa tidak pernah mengancam. Tetapi sidang tetap berjalan dan sebaliknya bukti forensik sesuai dengan audit oleh ahli dari ITB (Institut Teknologi Bandung) dikesampingkan,” terangnya.

Contoh selanjutnya tentang baju korban penembakan bercucuran darah tetapi tidak pernah dihadirkan di persidangan. Antasari mengaku sudah meminta penjelasan kepada penyidik melalui Mabes Polri tentang baju itu tetapi tidak digubris. “Lalu masalah tembakan, kita tahu semua tembakan itu hanya dua, kalau di mass media, di dakwaan, tetapi di PK kami bisa ajukan berdasarkan foto yang tidak pernah dihadirkan di sidang pertama dan Saksi dr. Mun’im berdasarkan visum mengatakan, luka tembak di pelipis sebelah kanan yang tembus ke belakang berarti ada tiga tembakan. Siapa pelaku tembakan yang satunya? Sampai hari ini juga tidak terungkap,” terus Antasari.(

JAKARTA-Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar belum menyerah. Terpidana 18 tahun penjara itu mengajukan pengujian pasal 268 ayat 3 Undang Undang (UU) nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) supaya Peninjauan Kembali (PK) tidak mutlak hanya satu kali.

Antasari selaku pemohon (prinsipal) dalam uji materi tersebut menghadiri sidang perdana yang dipimpin ketua majelis Ahmad Fadlil Sumadi didampingi dua hakim anggota Anwar Usman dan Maria Farida Indrati di gedung MK, kemarin. Kedatangannya dikawal petugas Lapas Tangerang. Selain itu juga mendapat dukungan keluarga tidak terkecuali sang istri, Ida Laksmiwati.

Dalam kesempatan berbicara di persidangan, Antasari mengaku emosional dan antusias bisa hadir dan melihat permohonannya mulai disidangkan. “Sungguh sangat berbahagia saya pada hari ini,” ucapnya sambil menangis kemudian menarik nafas panjang dan berhenti sejenak.

“Mohon maaf kalau kami terbawa oleh emosi, bukan emosi fisik tapi emosi perasaan. Bahwa kami tidak menduga akan duduk di ruangan yang terhormat ini untuk menyampaikan permohonan. Jujur Majelis Hakim terhormat setelah kami mengajukan PK yang satu kali dan ditolak, kami merasa sudah kehilangan harapan. Kalaulah boleh saya mengutip buku John Grisham itu mengatakan bahwa untuk apa saya dilahirkan di dunia, kalau hanya dizalimi seperti ini,” curhatnya.

Atas dasar itu, kata Antasari, kehadiran kuasa hukum dan sampainya sidang kemarin membuatnya merasa hidup kembali setelah lima tahun menjalani masa tahanan. Terkait permohonannya, terpidana terkait pembunuhan PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, itu menilai pencantuman secara tegas bahwa PK hanya bisa satu kali dalam pasal 268. (gen/jpnn)
dimaksud perlu ditinjau ulang.

“Setelah kami coba untuk menganalisa secara mendalam, dulu waktu kami masih aktif pun sering ada statement-statement mengatakan bahwa (PK hanya boleh satu kali) itu semua demi kepastian hukum, tapi setelah kami merasakan sendiri sampai dengan hari ini bahwa memang PK adalah upaya hukum luar biasa. PK tidak menunda eksekusi. Dengan pengertian kepastian hukum sudah terjadi.
Namun, keadilan tetap belum terjadi, belum terwujud untuk diri kami,” ulasnya.

Maka Antasari memohon kepada majelis hakim agar dikaji lagi supaya PK bisa dilakukan lebih dari sekali dengan alasan tertentu, terutama terkait temuan bukti baru (novum). “Apa jadinya hukum di
Indonesia nantinya jika hal-hal yang sekarang masih menjadi critical point mengambang yang diabaikan suatu ketika dia akan dilakukan proses penyelidikan, penyidikan, dan selanjutnya akan mengumpulkan bukti baru, kalau PK hanya dinyatakan satu kali, ke mana kami harus perjuangkan nasib itu dengan bukti baru itu?” tuturnya.

Dia menyebut beberapa contoh konkret seperti dakwaan untuk dirinya adalah kematian korban karena atas keinginan Antasari. Barang buktinya berupa SMS ancaman. “Kami merasa tidak pernah mengancam. Tetapi sidang tetap berjalan dan sebaliknya bukti forensik sesuai dengan audit oleh ahli dari ITB (Institut Teknologi Bandung) dikesampingkan,” terangnya.

Contoh selanjutnya tentang baju korban penembakan bercucuran darah tetapi tidak pernah dihadirkan di persidangan. Antasari mengaku sudah meminta penjelasan kepada penyidik melalui Mabes Polri tentang baju itu tetapi tidak digubris. “Lalu masalah tembakan, kita tahu semua tembakan itu hanya dua, kalau di mass media, di dakwaan, tetapi di PK kami bisa ajukan berdasarkan foto yang tidak pernah dihadirkan di sidang pertama dan Saksi dr. Mun’im berdasarkan visum mengatakan, luka tembak di pelipis sebelah kanan yang tembus ke belakang berarti ada tiga tembakan. Siapa pelaku tembakan yang satunya? Sampai hari ini juga tidak terungkap,” terus Antasari.(

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/