31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Saksi ESJA Dinilai Kurang Fakta

JAKARTA  Kuasa Hukum pihak terkait (pasangan calon Gubernur Sumut  Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi), Taufik Basari, menilai keterangan 20 saksi pasangan calon Gubernur Effendi Simbolon-Jumiran Abdi (ESJA), lebih kepada analisisi. Padahal saksi di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) hanya dibolehkan menyampaikan fakta dan bukan penilaian sendiri.

SIDANG: Gaya Effendi Simbolon  Jumiran Abdi saat mengikuti lanjutan Sidang Sengketa Pilgubsu  Mahkamah Mahkamah Konstitusi (MK).//KEN GIRSANG/SUMUT POS
SIDANG: Gaya Effendi Simbolon dan Jumiran Abdi saat mengikuti lanjutan Sidang Sengketa Pilgubsu di Mahkamah Mahkamah Konstitusi (MK).//KEN GIRSANG/SUMUT POS

“Kalau ingin menganalisisi, seharusnya itu berdasarkan keterangan ahli, bukan saksi. Contohnya seperti disampaikan Firman Djaya Daeli (saksi ESJA  Red), beliau memberikan keterangan berdasarkan analisis. Jadi ada beberapa kejadian itu dianalisis dan diambil kesimpulan sendiri,” ujarnya usai sidang hari keenam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Gubsu di Gedung MK, Jakarta, Rabu (10/4) Dihadapan pimpinan Sidang Hakim MK, Akil Mochtar, Firman sebelumnya mengungkap dugaan perbuatan diskriminasi oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho, dalam penyaluran bantuan keuangan daerah. “Modus operandi yang dilakukan sangat terorganisir, rapi dan sistematis untuk pemenangan pasangan Gatot-Tengku Erry,” ujarnya.

Menurut Firman, ada tiga klasifikasi kabupaten yang hanya menerima bantuan sangat kecil. Yaitu jika daerah diketahui basis pasangan ESJA. “Juga kalau bupati atau keluarga bupati dari daerah tersebut maju dalam Pilgubsu. Selain itu juga kalau kepala daerahnya berasal dari partai politik yang bukan pengusung pasangan Ganteng (Gatot Pujo Nugroho-T Erry Nuradi, Red),” katanya.

Sekretaris tim kampanye pasangan ESJA ini juga menyatakan dugaan adanya penggelembungan surat suara. Salah satunya diduga terjadi di Nias Selatan. “Ada anggota KPU Nisel menyatakan,biasanya paling tinggi partisipasi pemilih di sana itu 30 persen dari total pemilih. Tapi (dalam Pilgub 7 Maret) ada kepala daerah yang memanfaatkan surat suara yang tidak memilih, dicoblos untuk calon tertentu,” ujarnya.

Keterangan ini diperkuat kesaksian Hasondoroga. “Ada warga memilih berulang-ulang. Itu di TPS4 Yang Mulai. Dia mengambil surat suara yang belum dicoblos satu ikat. Dia coblos, lalu masukkan dalam kotak suara,” ujarnya.

Menurut penduduk Nias Selatan ini, peristiwa tersebut disaksikan banyak masyarakat, demikian juga saksi pasangan calon. “Tapi takut karena dia preman Yang Mulia. Itu saya rekam pakai handphone saya. Setelah dapat, video itu saya serahkan kepada kawan yang merupakan wartawan televisi nasional,” katanya.

Saat dikonfirmasi terkait tudingan-tudingan yang ada, Taufik menanggapinya dengan tersenyum. Ia kembali mengulang pernyataan sebelumnya, bahwa kebanyakan kesaksian yang disampaikan tim pemohon terlalu dilebih-lebihkan. Di antaranya semisal terkait dugaan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh Gatot. Menurutnya hal tersebut sangat tidak relevan. Karena pembagian bantuan bagi desa-desa maupun bagi hasil, dilakukan setelah DPRD mengesahkannya terlebih dahulu. “Artinya persoalan apakah sebelumnya ada perdebatan, itu kan sudah selesai dimana DPRD menyetujuinya. Sehingga berlebihan kalau yang sudah disepakati, dipermasalahkan kembali,” katanya.

Karena itu menghadapi tudingan yang ada, Taufik memastikan saksi pihak terkait nantinya hanya akan menyampaikan fakta tanpa beropini. “Sedari awal kan kita mengikuti sidang ini. Kita melihat dalil pemohon terlihat melebih-lebihkan dan mendramatisir. Jadi saya kira 14 saksi yang kita hadirkan sudah cukup menerangkan duduk persoalan. Kami cukup yakin kesaksian kita dapat dijadikan pertimbangan oleh Hakim MK,” katanya.

Sebelumnya, pasangan ESJA juga mengajukan saksi Maniar Manik. Maniar mengaku sebagai Koordinator Pemenangan Pasangan Ganteng untuk wilayah Kecamatan Sitautau, Kabupaten Samosir. Maniar, yang hadir mengenakan seragam kampanye pasangan Ganteng, mengaku diberi uang Rp7,9 juta oleh Tim Sukses Ganteng Perdamaian Sihotang. Dia memperoleh pesan agar uang itu dibagikan kepada masyarakat guna memenangkan pasangan Ganteng dalam satu putaran.

Sesuai dengan pesan yang diterima, Maniar mengaku membagikan uang itu antara lain kepada Jahadir Sitinja, Tim Sukses Ganteng untuk tingkat desa, sebesar Rp2,5 juta. Jahadir, yang juga menjadi saksi dalam sidang yang sama, mengaku mendapat pesan yang sama dengan Maniar Manik, agar membagikan uang itu kepada masyarakat untuk memenangkan Pasangan Ganteng pada Pilgub Sumut dalam satu putaran. “Uang yang disebutkan saksi ESJA itu merupakan honor untuk saksi Tim Sukses Ganteng tingkat kecamatan dan desa,” bantah Taufik.

Di Kecamatan Sitautau, Kabupaten Samosir, memiliki delapan desa. Sebagai Kordinator Pemenangan Pasangan Ganteng di Kecamatan Sitautau, honor untuk saksi di tingkat kecamatan dan desa berjumlah Rp 7,9 juta. “Ternyata, ada pengaduan, saksi dari empat desa tidak memperoleh honor. Tapi, itu urusan merekalah,” Taufik menambahkan.

Pada bagian lain, Taufik Basari juga menilai janggal keterangan saksi yang dihadirkan Pasangan ESJA, anggota DPRD Sumut, Efendi S Napitupulu yang menilai Cagub Gatot Puto Nugroho telah menggunakan fasilitas negara berupa pemanfaatan anggaran untuk memenangkan Pilgub.

Dalam kesaksiannya, Efendi Napitupulu menuding Cagub Gatot telah melanggar sejumlah peraturan pemerintah dalam pengalokasian dana APBD Provinsi Sumut untuk sejumlah daerah tingkat II. Daerah tingkat II yang berpenduduk padat memperoleh dana APBD lebih kecil dibandingkan dengan daerah yang penduduknya lebih sedikit.

Terhadap kesaksian Efendi Napitupulu, Taufik menilai hanya sebagai pendapat pribadi saksi, bukan fakta yang relevan untuk persidangan. Alasannya, alokasi dana APBD tentu sudah melalui mekanisme pembahasan di DPRD Sumatera Utara. Artinya, sudah melalui perdebatan dan sudah disahkan oleh DPRD.

Selain itu, Taufik menjelaskan, jumlah anggota DPRD Provinsi Sumatara Utara yang mengusung pasangan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi, hanya memiliki sekitar 16 persen suara. “Jadi, bukan mayoritas,” katanya.

Sidang hari keenam digelar dari Pukul 11.00 WIB dan berakhir Pukul 16.15 WIB. Pimpinan sidang Hakim Akil Mochtar, menyatakan sidang akan dilanjutkan kembali Kamis (11/4), Pukul 14.00 WIB. Menurut rencana sidang tersebut berisi agenda mendengarkan keterangan 7 saksi pihak termohon dan 7 dari pihak terkait.(gir/ril)

JAKARTA  Kuasa Hukum pihak terkait (pasangan calon Gubernur Sumut  Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi), Taufik Basari, menilai keterangan 20 saksi pasangan calon Gubernur Effendi Simbolon-Jumiran Abdi (ESJA), lebih kepada analisisi. Padahal saksi di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) hanya dibolehkan menyampaikan fakta dan bukan penilaian sendiri.

SIDANG: Gaya Effendi Simbolon  Jumiran Abdi saat mengikuti lanjutan Sidang Sengketa Pilgubsu  Mahkamah Mahkamah Konstitusi (MK).//KEN GIRSANG/SUMUT POS
SIDANG: Gaya Effendi Simbolon dan Jumiran Abdi saat mengikuti lanjutan Sidang Sengketa Pilgubsu di Mahkamah Mahkamah Konstitusi (MK).//KEN GIRSANG/SUMUT POS

“Kalau ingin menganalisisi, seharusnya itu berdasarkan keterangan ahli, bukan saksi. Contohnya seperti disampaikan Firman Djaya Daeli (saksi ESJA  Red), beliau memberikan keterangan berdasarkan analisis. Jadi ada beberapa kejadian itu dianalisis dan diambil kesimpulan sendiri,” ujarnya usai sidang hari keenam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Gubsu di Gedung MK, Jakarta, Rabu (10/4) Dihadapan pimpinan Sidang Hakim MK, Akil Mochtar, Firman sebelumnya mengungkap dugaan perbuatan diskriminasi oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho, dalam penyaluran bantuan keuangan daerah. “Modus operandi yang dilakukan sangat terorganisir, rapi dan sistematis untuk pemenangan pasangan Gatot-Tengku Erry,” ujarnya.

Menurut Firman, ada tiga klasifikasi kabupaten yang hanya menerima bantuan sangat kecil. Yaitu jika daerah diketahui basis pasangan ESJA. “Juga kalau bupati atau keluarga bupati dari daerah tersebut maju dalam Pilgubsu. Selain itu juga kalau kepala daerahnya berasal dari partai politik yang bukan pengusung pasangan Ganteng (Gatot Pujo Nugroho-T Erry Nuradi, Red),” katanya.

Sekretaris tim kampanye pasangan ESJA ini juga menyatakan dugaan adanya penggelembungan surat suara. Salah satunya diduga terjadi di Nias Selatan. “Ada anggota KPU Nisel menyatakan,biasanya paling tinggi partisipasi pemilih di sana itu 30 persen dari total pemilih. Tapi (dalam Pilgub 7 Maret) ada kepala daerah yang memanfaatkan surat suara yang tidak memilih, dicoblos untuk calon tertentu,” ujarnya.

Keterangan ini diperkuat kesaksian Hasondoroga. “Ada warga memilih berulang-ulang. Itu di TPS4 Yang Mulai. Dia mengambil surat suara yang belum dicoblos satu ikat. Dia coblos, lalu masukkan dalam kotak suara,” ujarnya.

Menurut penduduk Nias Selatan ini, peristiwa tersebut disaksikan banyak masyarakat, demikian juga saksi pasangan calon. “Tapi takut karena dia preman Yang Mulia. Itu saya rekam pakai handphone saya. Setelah dapat, video itu saya serahkan kepada kawan yang merupakan wartawan televisi nasional,” katanya.

Saat dikonfirmasi terkait tudingan-tudingan yang ada, Taufik menanggapinya dengan tersenyum. Ia kembali mengulang pernyataan sebelumnya, bahwa kebanyakan kesaksian yang disampaikan tim pemohon terlalu dilebih-lebihkan. Di antaranya semisal terkait dugaan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh Gatot. Menurutnya hal tersebut sangat tidak relevan. Karena pembagian bantuan bagi desa-desa maupun bagi hasil, dilakukan setelah DPRD mengesahkannya terlebih dahulu. “Artinya persoalan apakah sebelumnya ada perdebatan, itu kan sudah selesai dimana DPRD menyetujuinya. Sehingga berlebihan kalau yang sudah disepakati, dipermasalahkan kembali,” katanya.

Karena itu menghadapi tudingan yang ada, Taufik memastikan saksi pihak terkait nantinya hanya akan menyampaikan fakta tanpa beropini. “Sedari awal kan kita mengikuti sidang ini. Kita melihat dalil pemohon terlihat melebih-lebihkan dan mendramatisir. Jadi saya kira 14 saksi yang kita hadirkan sudah cukup menerangkan duduk persoalan. Kami cukup yakin kesaksian kita dapat dijadikan pertimbangan oleh Hakim MK,” katanya.

Sebelumnya, pasangan ESJA juga mengajukan saksi Maniar Manik. Maniar mengaku sebagai Koordinator Pemenangan Pasangan Ganteng untuk wilayah Kecamatan Sitautau, Kabupaten Samosir. Maniar, yang hadir mengenakan seragam kampanye pasangan Ganteng, mengaku diberi uang Rp7,9 juta oleh Tim Sukses Ganteng Perdamaian Sihotang. Dia memperoleh pesan agar uang itu dibagikan kepada masyarakat guna memenangkan pasangan Ganteng dalam satu putaran.

Sesuai dengan pesan yang diterima, Maniar mengaku membagikan uang itu antara lain kepada Jahadir Sitinja, Tim Sukses Ganteng untuk tingkat desa, sebesar Rp2,5 juta. Jahadir, yang juga menjadi saksi dalam sidang yang sama, mengaku mendapat pesan yang sama dengan Maniar Manik, agar membagikan uang itu kepada masyarakat untuk memenangkan Pasangan Ganteng pada Pilgub Sumut dalam satu putaran. “Uang yang disebutkan saksi ESJA itu merupakan honor untuk saksi Tim Sukses Ganteng tingkat kecamatan dan desa,” bantah Taufik.

Di Kecamatan Sitautau, Kabupaten Samosir, memiliki delapan desa. Sebagai Kordinator Pemenangan Pasangan Ganteng di Kecamatan Sitautau, honor untuk saksi di tingkat kecamatan dan desa berjumlah Rp 7,9 juta. “Ternyata, ada pengaduan, saksi dari empat desa tidak memperoleh honor. Tapi, itu urusan merekalah,” Taufik menambahkan.

Pada bagian lain, Taufik Basari juga menilai janggal keterangan saksi yang dihadirkan Pasangan ESJA, anggota DPRD Sumut, Efendi S Napitupulu yang menilai Cagub Gatot Puto Nugroho telah menggunakan fasilitas negara berupa pemanfaatan anggaran untuk memenangkan Pilgub.

Dalam kesaksiannya, Efendi Napitupulu menuding Cagub Gatot telah melanggar sejumlah peraturan pemerintah dalam pengalokasian dana APBD Provinsi Sumut untuk sejumlah daerah tingkat II. Daerah tingkat II yang berpenduduk padat memperoleh dana APBD lebih kecil dibandingkan dengan daerah yang penduduknya lebih sedikit.

Terhadap kesaksian Efendi Napitupulu, Taufik menilai hanya sebagai pendapat pribadi saksi, bukan fakta yang relevan untuk persidangan. Alasannya, alokasi dana APBD tentu sudah melalui mekanisme pembahasan di DPRD Sumatera Utara. Artinya, sudah melalui perdebatan dan sudah disahkan oleh DPRD.

Selain itu, Taufik menjelaskan, jumlah anggota DPRD Provinsi Sumatara Utara yang mengusung pasangan Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi, hanya memiliki sekitar 16 persen suara. “Jadi, bukan mayoritas,” katanya.

Sidang hari keenam digelar dari Pukul 11.00 WIB dan berakhir Pukul 16.15 WIB. Pimpinan sidang Hakim Akil Mochtar, menyatakan sidang akan dilanjutkan kembali Kamis (11/4), Pukul 14.00 WIB. Menurut rencana sidang tersebut berisi agenda mendengarkan keterangan 7 saksi pihak termohon dan 7 dari pihak terkait.(gir/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/