JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Penolakan presiden terpilih Jokowi atas pengadaan mobil dinas bagi para menteri dan pejabat setingkat menteri, tampaknya, membikin Mensesneg Sudi Silalahi jengah. Untuk menghindari polemik berkepanjangan, Sudi memilih menuruti permintaan Jokowi. Kemarin (10/9) Sekretaris Mensesneg (Sesmensesneg) Taufik Sukasah mengumumkan bahwa pengadaan mobil dinas tersebut dibatalkan.
“Seiring dengan aspirasi publik, sesuai arahan Mensesneg yang dilaporkan Presiden, memutuskan pengadaan kendaraan dinas menteri dan setingkat menteri tidak dilanjutkan. Ini sesuai dengan perkembangan dan dinamika yang terjadi di masyarakat supaya tidak ada kesalahpahaman,” jelas Taifik dalam konferensi pers di gedung utama sekretariat negara (setneg) tadi malam.
Taufik menuturkan, pemilihan kendaraan dinas bagi para menteri atau pejabat setingkat menteri, termasuk detail jenis, harga, hingga spesifikasinya, dilimpahkan sepenuhnya kepada pemerintahan Jokowi. Pelelangan juga diserahkan kepada pemerintahan mendatang. Untuk itu, lanjut Taufik, pihaknya segera berkomunikasi dengan pemerintahan Jokowi terkait pengadaan mobil dinas tersebut.
“Anggaran negara untuk kendaraan dinas belum dikeluarkan sedikit pun karena belum dilakukan kontrak. Pihak PT Mercedes-Benz Indonesia juga sudah memahami persoalan ini,” tegasnya.
Menyoal pagu anggaran pengadaan mobil dinas senilai Rp104,4 miliar, Taufik mengatakan bahwa dana tersebut akan dikembalikan kepada Kemenkeu. Sementara itu, kendaraan dinas para menteri KIB II juga segera ditarik. “Kendaraan dinas yang sekarang akan ditarik semua dan dikembalikan ke negara,” kata Taufik.
Dengan adanya keputusan Mensesneg tersebut, otomatis rencana pengadaan 72 mobil Mercy E-class 400 batal. Pembatalan itu juga berdampak kepada para mantan presiden dan wakil presiden yang terancam tidak mendapat jatah mobil dinas seperti pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Sebab, pengadaan tersebut juga ditujukan bagi mantan pemimpin dan wakil pemimpin negara tersebut. “Menurut Taufik, mantan presiden dan Wapres memang berhak mendapatkan pinjaman mobil selama lima tahun. “Sekarang distop dulu. Nanti (bergantung pada) pemerintahan akan datang,” ujarnya.
Di gedung KPK, Wakil Ketua Bambang Widjojanto menegaskan sikapnya yang menolak pengadaan mobil asal pabrikan Jerman itu. Menurut dia, kehormatan suatu jabatan tidak ditentukan jenis mobil dinas yang digunakan sehari-hari. “Jika makna atas kehormatan dan jabatan dipahami secara utuh, pejabat yang menerima fasilitas berlebihan adalah penistaan atas akal sehat,” jelasnya.
Selain itu, Mercy selaku mobil prestisius dianggap Bambang tidak tepat untuk kendaraan operasi. Menurut dia, pemberian fasilitas mewah kepada para pejabat harus dikaji ulang. Apalagi masih banyak rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan. Memanjakan pejabat dengan barang mewah dikhawatirkan bisa memicu iri hati.
Oleh sebab itu, dia berharap setneg bisa lebih bijak. Salah satu usulnya adalah mengonversi fasilitas yang berlebihan tersebut menjadi program strategis. Dia yakin itu lebih bisa mengakomodasi kepentingan kemaslahatan rakyat miskin. “Jabatan suatu pimpinan lembaga itu ditujukan untuk menyejahterakan rakyat miskin yang masih banyak,” imbuhnya.
Wakil Bendahara Umum Partai Golongan Karya Bambang Soesatyo menilai, pengadaan mobil Mercy oleh sekretariat negara bukan terkait persoalan mobil itu murah atau mahal. Namun, terkait kepatutan ketika ekonomi Indonesia saat ini masih melarat. “Soal merek jelas sangat berpengaruh pada persepsi. Mercedes-Benz, walau murah, atau mobil tua, tetap saja dinilai itu mobil mewah jika dibandingkan dengan merek Jepang, Korea, atau India,” ujar Bambang.
Menurut Bambang, penolakan Jokowi terkait mobil Mercy tersebut harus serius, bukan sekadar basa-basi yang kemudian berkilah bahwa itu telanjur dibeli. Jika perlu, Jokowi harus konsisten bersama para menteri menggunakan mobil Esemka. “Tapi kalau tidak, ya kita jadi tahu bahwa selama ini soal mobil Esemka itu hanyalah strategi pencitraan,” katanya. (ken/dim/bay/c6/fat/jpnn)