28 C
Medan
Friday, May 17, 2024

PPATK Temukan Transaksi Keuangan Rp442 Miliar, 80 Persen Korban TPPO Perempuan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Maraknya praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) turut menyedot perhatian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sepanjang 2023, mereka telah menyampaikan laporan hasil analisis kepada Polri. Secara keseluruhan, ada empat hasil analisis yang sudah dilaporkan kepada Korps Bhayangkara.

Menurut Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK M. Natsir Kongah menyampaikan, seluruh hasil analisis tersebut telah ditindaklanjuti Polri Mereka sudah menetapkan beberapa tersangka. “Pada tahun 2023 PPATK telah menyampaikan empat hasil analisis terkait TPPO dengan nilai transaksi kurang lebih Rp442 miliar,” terang dia.

Tidak hanya itu, saat ini PPATK juga tengah menelusuri jaringan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. “Baik itu jaringan Kamboja sebagaimana permintaan Polri maupun proaktif oleh PPATK. Sedang dilakukan penelusuran aliran dananya ke berbagai PJK (Penyedia Jasa Keuangan, Red),” ungkap Natsir. Sebelumnya, pemerintah telah menegaskan bahwa praktik TPPO harus dituntaskan.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga menyebut, 80 persen korban TPPO merupakan perempuan. Berdasarkan data Polri tahun 2020-2023, korban TPPO perempuan terdiri 796 perempuan dewasa dan 475 anak perempuan. Angka ini pun diduga masih hanya di level permukaan saja karena banyak yang tidak terdeteksi.

Karenanya, ia meminta agar Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang akan dibentuk nantinya mempertimbangkan unsur PPA dalam institusinya. Sehingga secara kelembagaan di bawah naungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan lebih efektif dan efisien. “Unsur PPA akan menjadi perhatian yang sangat penting untuk direktorat ini,” ujarnya.

Sebagai informasi, KemenPPPA bersama Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menyepakati percepatan pembentukan Direktorat PPA dan TPPO. Hal ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pencegahan TPPO pada 30 Mei 2023 silam.

Rencananya, Direktorat PPA dan TPPO akan menangani 5 sub direktorat. Yakni, kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, TPPO dalam negeri, TPPO wilayah Asia Timur dan Tenggara, dan TPPO di luar wilayah Asia Timur dan Tenggara.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengungkapkan, dengan adanya direktorat ini maka jumlah personel pun akan kian bertambah. Saat ini, di Markas Besar (Mabes) Polri isu TPPO ditangani oleh 38 personel. Apabila dibentuk direktorat baru minimal akan ada 126 personel yang mengawali. “Harapan kita struktur ini akan jauh menjadi lebih kuat dan hasilnya lebih maksimal,” katanya.

Seperti diketahui, kasus TPPO kian mengerikan. Dalam dua tahun terakhir, ribuan WNI dilaporkan menjadi korban TPPO di bisnis online scamming di luar negeri. Bukan hanya tak digaji, di sana mereka juga mengalami kekerasan jika tak mencapai target.

 

Apresiasi Polri

Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyatakan keseriusan mereka memberantas kejahatan tindak pidana orang (TPPO) di negara-negara tujuan penempatan. BP2MI pun menggandeng Polri untuk Pencegahan dan Penegakan Hukum dalam rangka Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam keterangan tertulisnya mengapresiasi kinerja Polri yang serius mengimplementasi MoU No. 33/KA-MoU/X/2021, No. NK/32/X/2021 tertanggal 7 Oktober 2021. Dimana, selama tiga tahun terakhir BP2MI bersama Polri berhasil mengungkap 1.097 kasus TPPO.

“Apresiasi jajaran Polri yang melakukan operasi terpadu dengan sigap di daerah-daerah kantong pekerja migran, perbatasan dan daerah-daerah rawan TPPO lainnya,” kata Benny, Kamis (8/6).

Benny merinci, sebanyak 1.097 kasus TPPO paling besar didominasi di DKI yakni mencapai 506 kasus. Kemudian Jawa Barat 264 kasus, Kepri 139 kasus, Jawa Timur 96 kasus, dan NTB 92 kasus. “Dalam hal ini BP2MI mendorong peran serta Perwakilan RI lebih aktif dalam melakukan koordinasi penanganan TPPO di negara-negara tujuan penempatan,” terangnya.

Benny menyebut, untuk modus TPP terbesar didominasi oleh PSK perempuan di bawah umur yang mencapai 207 kasus. Kemudian Pekerja Migran Indonesia 122 kasus, pekerja domestik 30 kasus dan ABK 14 kasus.

“Lalu ada Online Scamming di Kamboja sebanyak 864 kasus, Filipina 107 kasus, Myanmar 81 kasus, Laos 102 kasus dan Thailand 31 kasus. Apabila diakumulasi bisa mencapai 1.557 kasus,” ujarnya.

Perlu diketahui, sindikat TPPO merupakan tindak kejahatan luar biasa (extraordinary crimes). Bahkan lintas negara (transnational organized crime), dilakukan secara terorganisir, sistematik dan menggunakan modus terselubung, dan sekarang ini memanfaatkan teknologi internet (scamming online).

Untuk mencegah dan memberantasnya, dibutuhkan organisasi yang permanen, tindakan yang luar biasa, koordinasi dan kolaborasi penanganan yang serius dan berkelanjutan dengan menguatkan kerjasama antar kementerian/lembaga, pemerintah daerah, tokoh-tokoh keagamaan, Organisasi Kemasyarakatan serta serta pihak-pihak terkait lainnya.

Benny pun menyatakan secara tegas agar seluruh masyarakat Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri agar mematuhi prosedur bekerja sesuai dengan aturan yang ada, melalui jalur-jalur resmi yang sudah disediakan, sebagaimana telah diatur dalam UU 18/ 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Besar harapan kita bersama bahwa sindikat yang terlibat pada jaringan TPPO yang menjadikan Pekerja Migran Indonesia sebagai korban diproses sesuai hukum yang berlaku dan dijatuhi pidana seberat-beratnya,” tutupnya. (syn/mia/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Maraknya praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) turut menyedot perhatian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sepanjang 2023, mereka telah menyampaikan laporan hasil analisis kepada Polri. Secara keseluruhan, ada empat hasil analisis yang sudah dilaporkan kepada Korps Bhayangkara.

Menurut Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK M. Natsir Kongah menyampaikan, seluruh hasil analisis tersebut telah ditindaklanjuti Polri Mereka sudah menetapkan beberapa tersangka. “Pada tahun 2023 PPATK telah menyampaikan empat hasil analisis terkait TPPO dengan nilai transaksi kurang lebih Rp442 miliar,” terang dia.

Tidak hanya itu, saat ini PPATK juga tengah menelusuri jaringan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. “Baik itu jaringan Kamboja sebagaimana permintaan Polri maupun proaktif oleh PPATK. Sedang dilakukan penelusuran aliran dananya ke berbagai PJK (Penyedia Jasa Keuangan, Red),” ungkap Natsir. Sebelumnya, pemerintah telah menegaskan bahwa praktik TPPO harus dituntaskan.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga menyebut, 80 persen korban TPPO merupakan perempuan. Berdasarkan data Polri tahun 2020-2023, korban TPPO perempuan terdiri 796 perempuan dewasa dan 475 anak perempuan. Angka ini pun diduga masih hanya di level permukaan saja karena banyak yang tidak terdeteksi.

Karenanya, ia meminta agar Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang akan dibentuk nantinya mempertimbangkan unsur PPA dalam institusinya. Sehingga secara kelembagaan di bawah naungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan lebih efektif dan efisien. “Unsur PPA akan menjadi perhatian yang sangat penting untuk direktorat ini,” ujarnya.

Sebagai informasi, KemenPPPA bersama Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menyepakati percepatan pembentukan Direktorat PPA dan TPPO. Hal ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pencegahan TPPO pada 30 Mei 2023 silam.

Rencananya, Direktorat PPA dan TPPO akan menangani 5 sub direktorat. Yakni, kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, TPPO dalam negeri, TPPO wilayah Asia Timur dan Tenggara, dan TPPO di luar wilayah Asia Timur dan Tenggara.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengungkapkan, dengan adanya direktorat ini maka jumlah personel pun akan kian bertambah. Saat ini, di Markas Besar (Mabes) Polri isu TPPO ditangani oleh 38 personel. Apabila dibentuk direktorat baru minimal akan ada 126 personel yang mengawali. “Harapan kita struktur ini akan jauh menjadi lebih kuat dan hasilnya lebih maksimal,” katanya.

Seperti diketahui, kasus TPPO kian mengerikan. Dalam dua tahun terakhir, ribuan WNI dilaporkan menjadi korban TPPO di bisnis online scamming di luar negeri. Bukan hanya tak digaji, di sana mereka juga mengalami kekerasan jika tak mencapai target.

 

Apresiasi Polri

Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyatakan keseriusan mereka memberantas kejahatan tindak pidana orang (TPPO) di negara-negara tujuan penempatan. BP2MI pun menggandeng Polri untuk Pencegahan dan Penegakan Hukum dalam rangka Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam keterangan tertulisnya mengapresiasi kinerja Polri yang serius mengimplementasi MoU No. 33/KA-MoU/X/2021, No. NK/32/X/2021 tertanggal 7 Oktober 2021. Dimana, selama tiga tahun terakhir BP2MI bersama Polri berhasil mengungkap 1.097 kasus TPPO.

“Apresiasi jajaran Polri yang melakukan operasi terpadu dengan sigap di daerah-daerah kantong pekerja migran, perbatasan dan daerah-daerah rawan TPPO lainnya,” kata Benny, Kamis (8/6).

Benny merinci, sebanyak 1.097 kasus TPPO paling besar didominasi di DKI yakni mencapai 506 kasus. Kemudian Jawa Barat 264 kasus, Kepri 139 kasus, Jawa Timur 96 kasus, dan NTB 92 kasus. “Dalam hal ini BP2MI mendorong peran serta Perwakilan RI lebih aktif dalam melakukan koordinasi penanganan TPPO di negara-negara tujuan penempatan,” terangnya.

Benny menyebut, untuk modus TPP terbesar didominasi oleh PSK perempuan di bawah umur yang mencapai 207 kasus. Kemudian Pekerja Migran Indonesia 122 kasus, pekerja domestik 30 kasus dan ABK 14 kasus.

“Lalu ada Online Scamming di Kamboja sebanyak 864 kasus, Filipina 107 kasus, Myanmar 81 kasus, Laos 102 kasus dan Thailand 31 kasus. Apabila diakumulasi bisa mencapai 1.557 kasus,” ujarnya.

Perlu diketahui, sindikat TPPO merupakan tindak kejahatan luar biasa (extraordinary crimes). Bahkan lintas negara (transnational organized crime), dilakukan secara terorganisir, sistematik dan menggunakan modus terselubung, dan sekarang ini memanfaatkan teknologi internet (scamming online).

Untuk mencegah dan memberantasnya, dibutuhkan organisasi yang permanen, tindakan yang luar biasa, koordinasi dan kolaborasi penanganan yang serius dan berkelanjutan dengan menguatkan kerjasama antar kementerian/lembaga, pemerintah daerah, tokoh-tokoh keagamaan, Organisasi Kemasyarakatan serta serta pihak-pihak terkait lainnya.

Benny pun menyatakan secara tegas agar seluruh masyarakat Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri agar mematuhi prosedur bekerja sesuai dengan aturan yang ada, melalui jalur-jalur resmi yang sudah disediakan, sebagaimana telah diatur dalam UU 18/ 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Besar harapan kita bersama bahwa sindikat yang terlibat pada jaringan TPPO yang menjadikan Pekerja Migran Indonesia sebagai korban diproses sesuai hukum yang berlaku dan dijatuhi pidana seberat-beratnya,” tutupnya. (syn/mia/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/