25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Ongkos Haji Tekor di Sejumlah Pos

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Petugas haji melakukan scan tubuh pada seorang jamaah haji saat tiba di Asrama Haji Embarkasi Medan, Minggu (18/9/2016). Pemeriksaan tersebut untuk mengantisipasi adanya virus MERS-CoV pada jamaah haji usai menunaikan ibadah haji 2016.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  –  Kementerian Agama (Kemenag) harus lebih cermat dalam mengelola keuangan penyelenggaraan haji. Dalam laporan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Abdul Jamil di Komisi VIII DPR, Senin (6/2) ada laporan dana tekor di sejumlah pos.

Laporan penggunaan keuangan lebih besar ketimbang alokasi, diantaranya ada di pos pengeluaran akomodasi jamaah. Laporan Kemenag menunjukkan bahwa pengeluaran akomodasi jamaah haji mencapai Rp 44,884 miliar. Sementara alokasi yang tersedia untuk akomodasi jamaah dipatok Rp 43,672 miliar. Atau terjadi kekurangan sebesar Rp 1,212 miliar.

Jamil menceritakan kekurang itu terjadi karena uang masuk dari komponen biaya langsung (direct cost) lebih kecil dari beban sewa pemondokan. Jamil mengatakan untuk di Makkah uang pemondokan yang masuk berasal dari 154.441 jamaah. Sementara total biaya sewa pemondokan dihitung dalam sistem sewa full semusim untuk 155.200 jamaah. Kekuarangan biaya juga terjadi pada pos anggaran konsumsi jamaah haji. Secara keseluruhan realisasi biaya konsumsi mencapai Rp 461,854 miliar. Sementara alokasi biaya konsumsi ditetapkan Rp 444,068 miliar. Sehingga terjadi selisih atau kekurangan sebesar Rp 17,786 miliar.

Pria yang merangkap jabatan sebagai Plt Dirjen Bimas Islam Kemenag itu menuturkan, kekurangan biaya konsumsi itu terjadi karena ada penambahan plafon. Jamil menjelaskan dalam perencanaan awal plafon biaya konsumsi di Armina dipatok 60 riyal/jamaah (Rp 213 ribu). Namun kemudian dinaikkan menjadi 100 riyal/jamaah (Rp 355 ribu).  “Kenaikan plafon ini sudah disetujui oleh DPR,” katanya.

Saldo minus juga tercatat untuk pos anggaran insentif kepala rombongan (karom). Jamil memaparkan biaya realisasi untuk karom mencapai Rp 3,51 miliar. Sementara alokasi pembayaran insentif karom ditetapkan Rp 3,449 miliar. Sehingga biaya insentif karom tekor Rp 61 juta.

Penyebabnya adalah jumlah karom melebihi dari kuota yang ditetapkan sebanyak 3.449 orang karom. Kelebihan terjadi karena ada rombongan jamaah yang isinya kurang dari 45 orang, tetapi harus dipimpin satu orang karom. ’’Ketentuannya setiap 45 orang jamaah, ada satu karom,’’ jelasnya.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Petugas haji melakukan scan tubuh pada seorang jamaah haji saat tiba di Asrama Haji Embarkasi Medan, Minggu (18/9/2016). Pemeriksaan tersebut untuk mengantisipasi adanya virus MERS-CoV pada jamaah haji usai menunaikan ibadah haji 2016.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  –  Kementerian Agama (Kemenag) harus lebih cermat dalam mengelola keuangan penyelenggaraan haji. Dalam laporan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Abdul Jamil di Komisi VIII DPR, Senin (6/2) ada laporan dana tekor di sejumlah pos.

Laporan penggunaan keuangan lebih besar ketimbang alokasi, diantaranya ada di pos pengeluaran akomodasi jamaah. Laporan Kemenag menunjukkan bahwa pengeluaran akomodasi jamaah haji mencapai Rp 44,884 miliar. Sementara alokasi yang tersedia untuk akomodasi jamaah dipatok Rp 43,672 miliar. Atau terjadi kekurangan sebesar Rp 1,212 miliar.

Jamil menceritakan kekurang itu terjadi karena uang masuk dari komponen biaya langsung (direct cost) lebih kecil dari beban sewa pemondokan. Jamil mengatakan untuk di Makkah uang pemondokan yang masuk berasal dari 154.441 jamaah. Sementara total biaya sewa pemondokan dihitung dalam sistem sewa full semusim untuk 155.200 jamaah. Kekuarangan biaya juga terjadi pada pos anggaran konsumsi jamaah haji. Secara keseluruhan realisasi biaya konsumsi mencapai Rp 461,854 miliar. Sementara alokasi biaya konsumsi ditetapkan Rp 444,068 miliar. Sehingga terjadi selisih atau kekurangan sebesar Rp 17,786 miliar.

Pria yang merangkap jabatan sebagai Plt Dirjen Bimas Islam Kemenag itu menuturkan, kekurangan biaya konsumsi itu terjadi karena ada penambahan plafon. Jamil menjelaskan dalam perencanaan awal plafon biaya konsumsi di Armina dipatok 60 riyal/jamaah (Rp 213 ribu). Namun kemudian dinaikkan menjadi 100 riyal/jamaah (Rp 355 ribu).  “Kenaikan plafon ini sudah disetujui oleh DPR,” katanya.

Saldo minus juga tercatat untuk pos anggaran insentif kepala rombongan (karom). Jamil memaparkan biaya realisasi untuk karom mencapai Rp 3,51 miliar. Sementara alokasi pembayaran insentif karom ditetapkan Rp 3,449 miliar. Sehingga biaya insentif karom tekor Rp 61 juta.

Penyebabnya adalah jumlah karom melebihi dari kuota yang ditetapkan sebanyak 3.449 orang karom. Kelebihan terjadi karena ada rombongan jamaah yang isinya kurang dari 45 orang, tetapi harus dipimpin satu orang karom. ’’Ketentuannya setiap 45 orang jamaah, ada satu karom,’’ jelasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/