31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Masyarakat Riau Mulai Marah

ABDUL QODIR /AFP PHOTO PADAM: Pria Indonesia menggunakan selang untuk memadamkan api di Banyuasin pada tanggal 7 Oktober  2015.
ABDUL QODIR /AFP PHOTO
PADAM: Pria Indonesia menggunakan selang untuk memadamkan api di Banyuasin pada tanggal 7 Oktober 2015.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Gubernur Riau Wan Abubakar marah sekaligus kecewa berat kepada Presiden Joko Widodo. Ia menilai Presiden pilihan rakyat itu justru tak peduli dengan penderitaan rakyat di Riau, yang dalam sebulan terkhir harus menghirup udara beracun akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Menurut Wan, asap di Riau dampaknya sangat memprihatinkan baik dari segi kesehatan masyarakat maupun aktifitas pendidikan hingga perekonomian. Riau memang minim titik api, tapi daerah ini harus menerima kiriman asap dari daerah di selatannya, yakni Jambi dan Sumatera Selatan.

“Riau mendapat dampak yang luar biasa. Sekarang anak-anak tak bisa sekolah, kesehatannya terganggu. Saya melihat pemerintah pusat tidak ada komitmen yang jelas dan kongkrit terhadap masalah asap ini. Tidak ada penanganan konkrit,” tegas Wan kepada JPNN (grup Sumut Pos), Selasa (6/10) malam.

Dia mengakui bahwa upaya pemadaman dilakukan pemerintah yang saat ini terkonsentrasi di Sumatera Selatan. Tapi hal itu tidak menyelesaikan masalah karena kenyataanya Riau harus menanggung dampak asap luar biasa.

“Jadi apa yang dilakukan Jokowi sebagai Presiden, yang harus bertanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan ini. Jangan Presiden hanya mengatakan ini adalah bencana yang berdampak nasional, Jokowi harus konsekuen,” bilangnya.

“Nyatakan ini bencana anasional. Karena ini bencana kemanusiaan, merusak lingkungan, terjadi polusi udara,” katanya, dengan nada tinggi.

Mantan Anggota DPR RI asal Riau ini menyatakan Presiden Jokowi harus mengambil tindakan karena ini pencemaran luar biasa. Di sisi lain harus ada langkah kongkrit menangangi masalah pendidikan karena anak-anak terlantar pendidikannya.

“Sejak Idul Fitri sampai sekarang, baru masuk seminggu lalu libur lagi,” kata Dewi, seorang ibu rumah tangga.

Dewi menceritakan aktivitas belajar hanya terjadi dengan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. “Siswa SMP, Senin dan Kamis masuk sekolah untuk ambil tugas. Kalau yang SD libur,” ucapnya.

Imbauan libur dikeluarkan pihak sekolah berdasarkan pengarahan Dinas Pendidikan. “Jadi setiap Senin itu masuk, lihat pengumuman di papan, bila tidak ada kegiatan ya pulang lagi,” terangnya.

Sesungguhnya bukan hanya di Riau saja para siswa terpaksa diliburkan karena kabut asap.

Negara tetangga, Malaysia juga  meliburkan siswanya pada 5 dan 6 Oktober lalu. Semua kegiatan belajar-mengajar diliburkan kecuali di Negara Bagian Kelantan, Sabah, dan Serawak. Setidaknya ada lima kawasan di Malaysia memberlakukan status “sangat tidak sehat” dan satu daerah menyebut polusi udara ini sudah pada “tingkat berbahaya”.

Menteri Pendidikan Mahdzir Khalid kepada kantor berita AFP mengatakan ada risiko ancaman kesehatan jika tetap memaksakan anak-anak untuk masuk sekolah.

Sekitar dua pekan lalu, pemerintah Malaysia juga menutup sekolah di lima wilayah, yaitu Kuala Lumpur, Putrajaya, Negara Bagian Selangor, Negara Bagian Melaka dan Negara Bagian Negeri Sembilan. (fat/ije/bbs/jpnn)

ABDUL QODIR /AFP PHOTO PADAM: Pria Indonesia menggunakan selang untuk memadamkan api di Banyuasin pada tanggal 7 Oktober  2015.
ABDUL QODIR /AFP PHOTO
PADAM: Pria Indonesia menggunakan selang untuk memadamkan api di Banyuasin pada tanggal 7 Oktober 2015.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Gubernur Riau Wan Abubakar marah sekaligus kecewa berat kepada Presiden Joko Widodo. Ia menilai Presiden pilihan rakyat itu justru tak peduli dengan penderitaan rakyat di Riau, yang dalam sebulan terkhir harus menghirup udara beracun akibat asap dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Menurut Wan, asap di Riau dampaknya sangat memprihatinkan baik dari segi kesehatan masyarakat maupun aktifitas pendidikan hingga perekonomian. Riau memang minim titik api, tapi daerah ini harus menerima kiriman asap dari daerah di selatannya, yakni Jambi dan Sumatera Selatan.

“Riau mendapat dampak yang luar biasa. Sekarang anak-anak tak bisa sekolah, kesehatannya terganggu. Saya melihat pemerintah pusat tidak ada komitmen yang jelas dan kongkrit terhadap masalah asap ini. Tidak ada penanganan konkrit,” tegas Wan kepada JPNN (grup Sumut Pos), Selasa (6/10) malam.

Dia mengakui bahwa upaya pemadaman dilakukan pemerintah yang saat ini terkonsentrasi di Sumatera Selatan. Tapi hal itu tidak menyelesaikan masalah karena kenyataanya Riau harus menanggung dampak asap luar biasa.

“Jadi apa yang dilakukan Jokowi sebagai Presiden, yang harus bertanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan ini. Jangan Presiden hanya mengatakan ini adalah bencana yang berdampak nasional, Jokowi harus konsekuen,” bilangnya.

“Nyatakan ini bencana anasional. Karena ini bencana kemanusiaan, merusak lingkungan, terjadi polusi udara,” katanya, dengan nada tinggi.

Mantan Anggota DPR RI asal Riau ini menyatakan Presiden Jokowi harus mengambil tindakan karena ini pencemaran luar biasa. Di sisi lain harus ada langkah kongkrit menangangi masalah pendidikan karena anak-anak terlantar pendidikannya.

“Sejak Idul Fitri sampai sekarang, baru masuk seminggu lalu libur lagi,” kata Dewi, seorang ibu rumah tangga.

Dewi menceritakan aktivitas belajar hanya terjadi dengan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. “Siswa SMP, Senin dan Kamis masuk sekolah untuk ambil tugas. Kalau yang SD libur,” ucapnya.

Imbauan libur dikeluarkan pihak sekolah berdasarkan pengarahan Dinas Pendidikan. “Jadi setiap Senin itu masuk, lihat pengumuman di papan, bila tidak ada kegiatan ya pulang lagi,” terangnya.

Sesungguhnya bukan hanya di Riau saja para siswa terpaksa diliburkan karena kabut asap.

Negara tetangga, Malaysia juga  meliburkan siswanya pada 5 dan 6 Oktober lalu. Semua kegiatan belajar-mengajar diliburkan kecuali di Negara Bagian Kelantan, Sabah, dan Serawak. Setidaknya ada lima kawasan di Malaysia memberlakukan status “sangat tidak sehat” dan satu daerah menyebut polusi udara ini sudah pada “tingkat berbahaya”.

Menteri Pendidikan Mahdzir Khalid kepada kantor berita AFP mengatakan ada risiko ancaman kesehatan jika tetap memaksakan anak-anak untuk masuk sekolah.

Sekitar dua pekan lalu, pemerintah Malaysia juga menutup sekolah di lima wilayah, yaitu Kuala Lumpur, Putrajaya, Negara Bagian Selangor, Negara Bagian Melaka dan Negara Bagian Negeri Sembilan. (fat/ije/bbs/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/