JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, nilai proyek dalam pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2020-2022 mencapai Rp 3,03 triliun. Kepala bagian pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, nilai proyek triliunan rupiah itu untuk pengadaan 5 juta set APD pada masa pandemi covid-19.
“Jadi saya kira ini cukup besar proyek APD untuk covid-19. Nilai dengan Rp3,03 triliun itu untuk 5 juta set APD,” kata Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (10/11).
Juru bicara berlatar belakang jaksa itu mengatakan, perkara ini berkenaan dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara. Berdasarkan penghitungan sementara, Ali mengatakan jumlah kerugian negara mencapai ratusan miliar untuk tahun 2020. “Dugaan kerugian negara sementara sejauh ini diduga mencapai ratusan miliar rupiah dan sangat mungkin berkembang,” ucap Ali.
KPK menyayangkan, adanya gelontoran dana besar dari pemerintah untuk perlindungan keselamatan dan kesehatan warga negara dalam menghadapi pandemi, justru disalahgunakan melalui praktik-praktik korupsi. Karena itu, KPK mengajak masyarakat untuk terus mengikuti perkembangan penanganan perkara ini. “Hal ini sebagai bentuk transparansi KPK dan pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi,” ujar Ali.
Dalam mengusut kasus tersebut, KPK juga telah mencegah lima orang untuk tidak bepergian ke luar negeri. Pencegahan dilakukan KPK melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI.
“Terkait dengan dibutuhkannya keterangan beberapa pihak untuk mendukung proses penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan APD di Kemenkes RI, saat ini KPK telah ajukan cegah pada pihak Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI terhadap lima orang untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri,” urai Ali.
Pencegahan ke luar negeri ini dilakukan selama enam bulan ke depan, dan dapat diperpanjang selama satu kali untuk jangka waktu yang sama. Oleh karena itu, juru bicara KPK berlatar belakang jaksa itu berharap, para pihak yang dicegah tersebut bisa kooperatif, untuk mempercepat penanganan perkara.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, lima pihak yang dicegah itu di antaranya Budi Sylvana selaku Kepala Pusat Krisis Kesehatan saat kasus terjadi. Kini dia menjabat sebagai Kepala Pusat Kesehatan Haji.
Kemudian, Harmensyah selaku Sekretaris Utama BNPB saat peristiwa pidana terjadi, Satrio Wibowo selaku pihak swasta, Ahmad Taufik selaku pihak swasta, dan A Isdar Yusuf selaku advokat. “Adapun pihak dimaksud yaitu dua ASN dan tiga pihak swasta,” ucap Ali. (jpc/han)