25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Wajah dan Tubuh Sopir Truk Penuh Perban

Sopir dan kernet truk yang bertabrakan dengan KRL. Wajah dan tubuh mereka penuh perban.
Sopir dan kernet truk yang bertabrakan dengan KRL. Wajah dan tubuh mereka penuh perban.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Chosimin, sopir truk Pertamina yang bertabrakan dengan KRL commuter line di Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, masih dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP). Saat diinterogasi polisi, pria 40 tahun ini mengaku sudah mengawaki truk pengangkut bahan bakar Pertamina sejak 2007.

Pernyataan Chosimin diutarakan kembali oleh penyidik Kepolisian Resor Jakarta Selatan, Inspektur Satu Mas Waluyo. Kepada Waluyo, Chosimin menuturkan dia menderita luka bakar di seluruh wajah dan tangan kanan.

Berdasarkan pantauan wartawan , Chosimin dan kernetnya Mujiono (44), dirawat  dalam satu kamar di Instalasi Luka Bakar Rumah Sakit Pusat Pertamina lantai 2F Bunyu. “Oh yang parah kernet ya, Pak?” kata Waluyo kepada Chosimin lewat sambungan telepon.

Atas izin rumah sakit, Waluyo menelepon Chosimin lewat sambungan internal rumah sakit, guna meminta keterangan awal yang akan digunakan dalam proses penyelidikan. Waluyo, dalam percakapannya yang berlangsung sekitar tiga menit, melontarkan beberapa pertanyaan dan kembali mengulang jawaban Chosimin.

Chosimin dan Mujiono masih berada dalam ruang perawatan steril yang tidak boleh dimasuki siapa pun, kecuali dokter dan petugas kesehatan. Pintu ruangan perawatan mereka dijaga oleh seorang petugas keamanan rumah sakit.

“Sopir dan kernet masih diperiksa di RS Pertamina, mereka mengalami trauma berat sehingga belum bisa dimintai keterangan,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Rikwanto kepada wartawan.

Selain Chosimin dan Mujiono, korban-korban lain yang mengalami luka-luka dalam peristiwa nahas itu, juga belum ada yang bisa dimintai keterangan. Sementara ini, polisi telah memeriksa 7 orang saksi di lokasi kejadian. Tujuh saksi ini antara lain penjaga palang pintu, pembantu penjaga palang pintu, dua pemotor yang motornya ikut hangus terbakar, serta warga di sekitar lokasi kejadian.

Pihak kepolisian belum dapat menyimpulkan penyebab kecelakaan tersebut. Namun dipastikan, kecelakaan terjadi karena truk tangki BBM yang disopiri Chosimin melintas di perlintasan pada detik-detik ketika KRL Serpong-Tanah Abang melaju di rel.

“Namun berhentinya (truk tersebut) apakah karena mogok, menerobos perlintasan atau karena macet, ini masih diselidiki,” ujar Rikwanto.

Belum dapat dipastikan juga, apakah saat KRL bernomor KA-1135 melintas itu lonceng peringatan di perlintasan berbunyi atau tidak.

Wajah sopir dan keret truk BBM yang mobilnya meledak setelah bertabrakan dengan KRL dipenuhi perban, hanya bagian mata dan mulut mereka saja yang terlihat. Keduanya saat ini masih terbaring lemah di instalasi luka bakar Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan.

Wartawan diperbolehkan melihat kondisi keduanya dari luar kamar. Sopir truk tangki BBM bernama Chosimin (40) terbaring di dekat jendela kamar. Seluruh wajah Chosimin dipenuhi perban, selain itu tangan kanannya juga diperban, Selasa (10/12/2013).

Dia terlihat memakai baju pasien warna biru dan selimut biru. Chosimin juga masih terlihat diinfus. Chosimin sempat mengangkat tangannya ke arah wartawan. Di sebelah Chosimin terbaring Mujiono. Wajah kernet truk tangki ini juga dipenuhi perban. Tangan Mujiono juga terlihat dipasangi perban. Namun Mujiono tak bereaksi kepada wartawan.

 

>>>Warga Temukan Organ Tubuh Manusia di Lokasi

Di sela-sela kerumunan orang di pintu perlintasan kereta Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, ada saja warga yang mengais-ngais harta benda milik korban tabrakan KRL. Namun tak hanya harta benda yang ditemukan, seonggok organ tubuh manusia juga turut didapati.

Arfan (65), warga RT 02 RW 02 Pesanggrahan, Jakarta Selatan, mengaku tak sengaja menemukan organ tubuh yang diduga otak manusia. “Ini kayak pecahan otak, warna putih, tapi saya juga enggak tahu,” katanya, di lokasi kecelakaan, Selasa (10/12).

Selain menemukan bagian organ dalam tubuh korban, Arfan juga menemukan telepon genggam jenis Blackberry Onyx berwarna putih, serta sebuah gelang. Dia mengatakan untuk sementara akan menyimpannya dan kalau ada orang yang mengaku pemilik benda tersebut akan dikembalikan.

“Ini (telefon genggam) akan saya simpan dulu, dan akan saya berikan kalau ada pemiliknya, karena takut kenapa-napa,” jelas pria yang sehari-hari menjadi juru parkir di daerah sekitar lokasi kecelakaan.

 

 

 

SEPARUH BADAN MASINIS TERBAKAR

Masinis kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Serpong-Tanah Abang, Darman Prasetyo (25), baru bekerja di PT Kereta Api Indonesia (KAI) sekitar empat tahun lalu. “Setelah lulus dari SMKN 3 Kota Tegal, ia mendaftar ke PT KAI dan langsung diterima,” kata saudara Darman, Djoko Susanto (50), saat ditemui.

Darman tewas seketika setelah keretanya bertabrakan dengan truk tangki di perlintasan Ulujami-Bintaro, Senin siang. Dalam perbincangan via telepon dengan pihak PT KAI di Jakarta, Djoko diminta mengumpulkan dokumen-dokumen yang menyangkut identitas Darman.Dokumen-dokumen itu untuk mengidentifikasi jenazah Darman. Sebab, jenazah Darman dari pinggang ke atas dalam kondisi terbakar. Sejumlah dokumen yang dikumpulkan Djoko meliputi ijazah Djoko dari SMPN 9 Kota Tegal dan SMKN 3 Kota Tegal. Dalam perbincangan itu, Djoko juga ditanyai ciri-ciri tubuh Darman.

“Di kaki kanannya ada bekas luka kena knalpot. Dia tidak pakai cincin kawin,” kata Djoko, saat berbincang serius dengan seseorang di balik ujung telepon. Dokumen-dokumen yang dikumpulkan dari rumah Darman di RT 3 RW XI, Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, akan segera dikirim ke Jakarta.

Menurut tetangganya, Ndang Suyono (63), Darman adalah orang yang periang, cepat akrab, dan sayang keluarga. “Meski kerjanya di Jakarta, tiap seminggu sekali pasti pulang ke Tegal,” kata Ndang. Beberapa pekan lalu, Darman juga menyempatkan pulang demi merayakan ulang tahun kedua anak semata wayangnya, Fariz Syaifullah.

“Mungkin istrinya yang tahu kalau ada firasat sebelumnya,” ujar Ndang. Istri Darman, Reza Restianingsih (24), masih dalam kondisi syok. Sejak menerima kabar duka suaminya sejak pukul 16.00 WIB, ibu rumah tangga itu terus menangis meraung. Sedangkan anaknya, Fariz, diasuh tetangganya di kursi sofa ruang tamu rumahnya.

Temannya, Parmin (28), tidak menyangka jika obrolannya dengan Darman Prasetyo, masinis kereta api Bintaro, pada Ahad, 8 Desember 2013 malam adalah perbincangan untuk yang terakhir kalinya. Penjaga keamanan di kantor Pengawas Urusan Kereta Stasiun Serpong ini mengatakan obrolannya dengan Darman saat itu penuh tawa dan saling ledek-ledekan.

“Malam sebelum kejadian, kami berdua ngobrol lama,” kata Parmin, saat ditemui di tempat kerjanya. Obrolan penuh tawa itu menyentil Parmin yang masih jomblo. Darman (25) meminta sahabatnya itu untuk buru-buru menikah. “Orangnya lucu, ramai, dan ngomongnya medok logat Tegal,” katanya. Dengan alasan efisiensi, Darman lebih sering bermalam di PUK Serpong-tempat istirahat masinis yang memiliki kamar tidur-ketimbang dikontrakannya di Parung Panjang, Bogor.

Darman adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Suroto dan Suratmi. Suroto adalah pensiunan Direktorat Navigasi Laut Perhubungan Laut yang bertugas di Tegal.

Darman menyelesaikan pendidikan tingkat atas di STM Tegal. Setelah lulus SMK di Tegal, dia lulus tes masuk PT Kereta Api dan langsung menimba ilmu di sekolah perusahaan negara tersebut di Yogyakarta selama dua tahun. “Nilainya di atas rata-rata,” ujar Wakil Kepala Stasiun Serpong, Dede Drajat Juarsa.

Selama lima tahun menjadi masinis, dia melanjutkan, Darman tidak pernah membuat kesalahan. Juarsa terakhir bertemu Darman sekitar dua puluh menit sebelum kejadiaan naas tersebut, saat korban mengisi lembaran masinis di Stasiun Serpong.

Suroto (60), ayah Darman, menceritakan anaknya menelepon, Senin (3/12) lalu. Ia bilang berada di Jakarta. Seperti biasa, ia menanyakan kabar keluarga. “Dia (Darman) sering telepon. Tanya kabare piye Pak? (Bagaimana kabarnya Pak?) Sehat kabeh? (Sehat semua?),” kata Suroto, di rumah duka, Kampung Jenar Wetan, Desa Jenar Wetan, Kecamatan Purwodadi, Purworejo, Selasa (10/12).

Pria berputra 4 ini tidak menyangka itu adalah komunikasi terakhirnya dengan sang anak. Senin (9/12) siang, ia melihat berita di televisi. Awalnya, dia tidak berpikir anaknya yang menjadi masinis KRL tersebut. Baru setelah nama buah hatinya itu disebut-sebut, keluarga syok.

“Kami bertemu terakhir 26 Oktober di tempat keluarga di Bekasi,” kata Suroto.

Suroto dan istrinya, Suratmi (56) sudah mengikhlaskan kepergian sang anak dan berharap mengantarnya ke peristirahatan terakhir. (net/bbs)

Sopir dan kernet truk yang bertabrakan dengan KRL. Wajah dan tubuh mereka penuh perban.
Sopir dan kernet truk yang bertabrakan dengan KRL. Wajah dan tubuh mereka penuh perban.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Chosimin, sopir truk Pertamina yang bertabrakan dengan KRL commuter line di Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, masih dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP). Saat diinterogasi polisi, pria 40 tahun ini mengaku sudah mengawaki truk pengangkut bahan bakar Pertamina sejak 2007.

Pernyataan Chosimin diutarakan kembali oleh penyidik Kepolisian Resor Jakarta Selatan, Inspektur Satu Mas Waluyo. Kepada Waluyo, Chosimin menuturkan dia menderita luka bakar di seluruh wajah dan tangan kanan.

Berdasarkan pantauan wartawan , Chosimin dan kernetnya Mujiono (44), dirawat  dalam satu kamar di Instalasi Luka Bakar Rumah Sakit Pusat Pertamina lantai 2F Bunyu. “Oh yang parah kernet ya, Pak?” kata Waluyo kepada Chosimin lewat sambungan telepon.

Atas izin rumah sakit, Waluyo menelepon Chosimin lewat sambungan internal rumah sakit, guna meminta keterangan awal yang akan digunakan dalam proses penyelidikan. Waluyo, dalam percakapannya yang berlangsung sekitar tiga menit, melontarkan beberapa pertanyaan dan kembali mengulang jawaban Chosimin.

Chosimin dan Mujiono masih berada dalam ruang perawatan steril yang tidak boleh dimasuki siapa pun, kecuali dokter dan petugas kesehatan. Pintu ruangan perawatan mereka dijaga oleh seorang petugas keamanan rumah sakit.

“Sopir dan kernet masih diperiksa di RS Pertamina, mereka mengalami trauma berat sehingga belum bisa dimintai keterangan,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Rikwanto kepada wartawan.

Selain Chosimin dan Mujiono, korban-korban lain yang mengalami luka-luka dalam peristiwa nahas itu, juga belum ada yang bisa dimintai keterangan. Sementara ini, polisi telah memeriksa 7 orang saksi di lokasi kejadian. Tujuh saksi ini antara lain penjaga palang pintu, pembantu penjaga palang pintu, dua pemotor yang motornya ikut hangus terbakar, serta warga di sekitar lokasi kejadian.

Pihak kepolisian belum dapat menyimpulkan penyebab kecelakaan tersebut. Namun dipastikan, kecelakaan terjadi karena truk tangki BBM yang disopiri Chosimin melintas di perlintasan pada detik-detik ketika KRL Serpong-Tanah Abang melaju di rel.

“Namun berhentinya (truk tersebut) apakah karena mogok, menerobos perlintasan atau karena macet, ini masih diselidiki,” ujar Rikwanto.

Belum dapat dipastikan juga, apakah saat KRL bernomor KA-1135 melintas itu lonceng peringatan di perlintasan berbunyi atau tidak.

Wajah sopir dan keret truk BBM yang mobilnya meledak setelah bertabrakan dengan KRL dipenuhi perban, hanya bagian mata dan mulut mereka saja yang terlihat. Keduanya saat ini masih terbaring lemah di instalasi luka bakar Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan.

Wartawan diperbolehkan melihat kondisi keduanya dari luar kamar. Sopir truk tangki BBM bernama Chosimin (40) terbaring di dekat jendela kamar. Seluruh wajah Chosimin dipenuhi perban, selain itu tangan kanannya juga diperban, Selasa (10/12/2013).

Dia terlihat memakai baju pasien warna biru dan selimut biru. Chosimin juga masih terlihat diinfus. Chosimin sempat mengangkat tangannya ke arah wartawan. Di sebelah Chosimin terbaring Mujiono. Wajah kernet truk tangki ini juga dipenuhi perban. Tangan Mujiono juga terlihat dipasangi perban. Namun Mujiono tak bereaksi kepada wartawan.

 

>>>Warga Temukan Organ Tubuh Manusia di Lokasi

Di sela-sela kerumunan orang di pintu perlintasan kereta Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, ada saja warga yang mengais-ngais harta benda milik korban tabrakan KRL. Namun tak hanya harta benda yang ditemukan, seonggok organ tubuh manusia juga turut didapati.

Arfan (65), warga RT 02 RW 02 Pesanggrahan, Jakarta Selatan, mengaku tak sengaja menemukan organ tubuh yang diduga otak manusia. “Ini kayak pecahan otak, warna putih, tapi saya juga enggak tahu,” katanya, di lokasi kecelakaan, Selasa (10/12).

Selain menemukan bagian organ dalam tubuh korban, Arfan juga menemukan telepon genggam jenis Blackberry Onyx berwarna putih, serta sebuah gelang. Dia mengatakan untuk sementara akan menyimpannya dan kalau ada orang yang mengaku pemilik benda tersebut akan dikembalikan.

“Ini (telefon genggam) akan saya simpan dulu, dan akan saya berikan kalau ada pemiliknya, karena takut kenapa-napa,” jelas pria yang sehari-hari menjadi juru parkir di daerah sekitar lokasi kecelakaan.

 

 

 

SEPARUH BADAN MASINIS TERBAKAR

Masinis kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Serpong-Tanah Abang, Darman Prasetyo (25), baru bekerja di PT Kereta Api Indonesia (KAI) sekitar empat tahun lalu. “Setelah lulus dari SMKN 3 Kota Tegal, ia mendaftar ke PT KAI dan langsung diterima,” kata saudara Darman, Djoko Susanto (50), saat ditemui.

Darman tewas seketika setelah keretanya bertabrakan dengan truk tangki di perlintasan Ulujami-Bintaro, Senin siang. Dalam perbincangan via telepon dengan pihak PT KAI di Jakarta, Djoko diminta mengumpulkan dokumen-dokumen yang menyangkut identitas Darman.Dokumen-dokumen itu untuk mengidentifikasi jenazah Darman. Sebab, jenazah Darman dari pinggang ke atas dalam kondisi terbakar. Sejumlah dokumen yang dikumpulkan Djoko meliputi ijazah Djoko dari SMPN 9 Kota Tegal dan SMKN 3 Kota Tegal. Dalam perbincangan itu, Djoko juga ditanyai ciri-ciri tubuh Darman.

“Di kaki kanannya ada bekas luka kena knalpot. Dia tidak pakai cincin kawin,” kata Djoko, saat berbincang serius dengan seseorang di balik ujung telepon. Dokumen-dokumen yang dikumpulkan dari rumah Darman di RT 3 RW XI, Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, akan segera dikirim ke Jakarta.

Menurut tetangganya, Ndang Suyono (63), Darman adalah orang yang periang, cepat akrab, dan sayang keluarga. “Meski kerjanya di Jakarta, tiap seminggu sekali pasti pulang ke Tegal,” kata Ndang. Beberapa pekan lalu, Darman juga menyempatkan pulang demi merayakan ulang tahun kedua anak semata wayangnya, Fariz Syaifullah.

“Mungkin istrinya yang tahu kalau ada firasat sebelumnya,” ujar Ndang. Istri Darman, Reza Restianingsih (24), masih dalam kondisi syok. Sejak menerima kabar duka suaminya sejak pukul 16.00 WIB, ibu rumah tangga itu terus menangis meraung. Sedangkan anaknya, Fariz, diasuh tetangganya di kursi sofa ruang tamu rumahnya.

Temannya, Parmin (28), tidak menyangka jika obrolannya dengan Darman Prasetyo, masinis kereta api Bintaro, pada Ahad, 8 Desember 2013 malam adalah perbincangan untuk yang terakhir kalinya. Penjaga keamanan di kantor Pengawas Urusan Kereta Stasiun Serpong ini mengatakan obrolannya dengan Darman saat itu penuh tawa dan saling ledek-ledekan.

“Malam sebelum kejadian, kami berdua ngobrol lama,” kata Parmin, saat ditemui di tempat kerjanya. Obrolan penuh tawa itu menyentil Parmin yang masih jomblo. Darman (25) meminta sahabatnya itu untuk buru-buru menikah. “Orangnya lucu, ramai, dan ngomongnya medok logat Tegal,” katanya. Dengan alasan efisiensi, Darman lebih sering bermalam di PUK Serpong-tempat istirahat masinis yang memiliki kamar tidur-ketimbang dikontrakannya di Parung Panjang, Bogor.

Darman adalah anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Suroto dan Suratmi. Suroto adalah pensiunan Direktorat Navigasi Laut Perhubungan Laut yang bertugas di Tegal.

Darman menyelesaikan pendidikan tingkat atas di STM Tegal. Setelah lulus SMK di Tegal, dia lulus tes masuk PT Kereta Api dan langsung menimba ilmu di sekolah perusahaan negara tersebut di Yogyakarta selama dua tahun. “Nilainya di atas rata-rata,” ujar Wakil Kepala Stasiun Serpong, Dede Drajat Juarsa.

Selama lima tahun menjadi masinis, dia melanjutkan, Darman tidak pernah membuat kesalahan. Juarsa terakhir bertemu Darman sekitar dua puluh menit sebelum kejadiaan naas tersebut, saat korban mengisi lembaran masinis di Stasiun Serpong.

Suroto (60), ayah Darman, menceritakan anaknya menelepon, Senin (3/12) lalu. Ia bilang berada di Jakarta. Seperti biasa, ia menanyakan kabar keluarga. “Dia (Darman) sering telepon. Tanya kabare piye Pak? (Bagaimana kabarnya Pak?) Sehat kabeh? (Sehat semua?),” kata Suroto, di rumah duka, Kampung Jenar Wetan, Desa Jenar Wetan, Kecamatan Purwodadi, Purworejo, Selasa (10/12).

Pria berputra 4 ini tidak menyangka itu adalah komunikasi terakhirnya dengan sang anak. Senin (9/12) siang, ia melihat berita di televisi. Awalnya, dia tidak berpikir anaknya yang menjadi masinis KRL tersebut. Baru setelah nama buah hatinya itu disebut-sebut, keluarga syok.

“Kami bertemu terakhir 26 Oktober di tempat keluarga di Bekasi,” kata Suroto.

Suroto dan istrinya, Suratmi (56) sudah mengikhlaskan kepergian sang anak dan berharap mengantarnya ke peristirahatan terakhir. (net/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/