30 C
Medan
Monday, June 24, 2024

BBM Dibatasi, Pajak Migas Dibiarkan Bocor

JAKARTA-Kebijakan pembatasan BBM yang akan diberlakukan pemerintah dinilai akan kian memberatkan hidup rakyat. Anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani mengatakan, rakyat bakal makin sengsara. Hak rakyat mendapatkan pelayanan dan pemenuhan sektor energi terutama BBM tidak dipenuhi oleh pemerintah.

Menurut Dewi Aryani, alasan pemerintah untuk penghematan sungguh naif. “Tidak fair dan malah tidak masuk akal. Pemerintah seharusnya memikirkan bagaimana memperbesar penerimaan negara sehingga kecukupan anggaran dapat dipenuhi,” ujar politisi perempuan dari PDI Perjuangan itu kepada Sumut Pos, Rabu (11/1).

Dia mendesak pemerintah segera membatalkan kebijakan pembatasan BBM. Sebaliknya, pemerintah diminta mengambil langkah segera menarik dana pajak dari perusahaan perusahaan migas dan pertambangan.

“Juga membereskan segera mafia energi dan tidak tanggung-tanggung dalam melakukan reformasi birokrasi di ESDM dan sektor lain yang menjadi operator dan pengguna energi,” cetusnya.

Dewi juga menanggapi keterangan Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, yang mengatakan pada 2011 realisasi penerimaan pajak dari sektor migas senilai Rp65 triliun.

“Apa hebatnya? Kita tahu bahwa pada tahun 2011, Perusahaan Migas BUMN, PT Pertamina telah menyetor pajak kepada negara Rp50,9 triliun atau sekitar 72 persen dari realisasi pajak 2011. Sementara di Republik ini kita tahu terdapat banyak perusahaan migas yang bahkan lebih besar dari Pertamina. Ini kan sangat sangat memprihatinkan. Kemana pendapatan sekian besar yang seharusnya menjadi hak rakyat tapi tidak terserap?” jelas Dewi yang juga kandidat doktor kebijakan publik sektor energi dari Universitas Indonesia itu.
Dia menyorot kinerja sejumlah petinggi yang mengurusi masalah ini. Termasuk mendorong aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Agung atau pun KPK, untuk memberikan perhatian khusus sektor ini.
“Apakah untuk hal semacam ini harus Presiden SBY yang turun langsung? Sementara DEN (Dewan Energi Nasional, Red) yang diketuai Presiden saja mandul, belum ada hasil apapun dalam pembuatan kebijakan sektor energi,” cetus Dewi. (sam)

JAKARTA-Kebijakan pembatasan BBM yang akan diberlakukan pemerintah dinilai akan kian memberatkan hidup rakyat. Anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani mengatakan, rakyat bakal makin sengsara. Hak rakyat mendapatkan pelayanan dan pemenuhan sektor energi terutama BBM tidak dipenuhi oleh pemerintah.

Menurut Dewi Aryani, alasan pemerintah untuk penghematan sungguh naif. “Tidak fair dan malah tidak masuk akal. Pemerintah seharusnya memikirkan bagaimana memperbesar penerimaan negara sehingga kecukupan anggaran dapat dipenuhi,” ujar politisi perempuan dari PDI Perjuangan itu kepada Sumut Pos, Rabu (11/1).

Dia mendesak pemerintah segera membatalkan kebijakan pembatasan BBM. Sebaliknya, pemerintah diminta mengambil langkah segera menarik dana pajak dari perusahaan perusahaan migas dan pertambangan.

“Juga membereskan segera mafia energi dan tidak tanggung-tanggung dalam melakukan reformasi birokrasi di ESDM dan sektor lain yang menjadi operator dan pengguna energi,” cetusnya.

Dewi juga menanggapi keterangan Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, yang mengatakan pada 2011 realisasi penerimaan pajak dari sektor migas senilai Rp65 triliun.

“Apa hebatnya? Kita tahu bahwa pada tahun 2011, Perusahaan Migas BUMN, PT Pertamina telah menyetor pajak kepada negara Rp50,9 triliun atau sekitar 72 persen dari realisasi pajak 2011. Sementara di Republik ini kita tahu terdapat banyak perusahaan migas yang bahkan lebih besar dari Pertamina. Ini kan sangat sangat memprihatinkan. Kemana pendapatan sekian besar yang seharusnya menjadi hak rakyat tapi tidak terserap?” jelas Dewi yang juga kandidat doktor kebijakan publik sektor energi dari Universitas Indonesia itu.
Dia menyorot kinerja sejumlah petinggi yang mengurusi masalah ini. Termasuk mendorong aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Agung atau pun KPK, untuk memberikan perhatian khusus sektor ini.
“Apakah untuk hal semacam ini harus Presiden SBY yang turun langsung? Sementara DEN (Dewan Energi Nasional, Red) yang diketuai Presiden saja mandul, belum ada hasil apapun dalam pembuatan kebijakan sektor energi,” cetus Dewi. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/