26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Ide Jokowi Bukan untuk PDIP

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah membantah harapan Presiden Joko Widodo agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) digelar September mendatang, demi menguntungkan PDI Perjuangan. Namun lebih kepada efisiensi dan konsistensi, mengingat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara telah siap.

Selain itu daerah yang akan menyelenggarakan juga telah siap dan telah menganggarkan biaya pelaksanaannya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015, termasuk 13 daerah di Sumut yang juga akan menggelar Pilkada langsung tahap pertama.

“Pemerintah ingin konsisten. Kalau digeser satu bulan saja, itu akan memengaruhi proses lainnya,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Rabu (11/2).

Menurut Tjahjo, kesiapan daerah diketahui setelah sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar pertemuan dengan Presiden di Istana Negara, Selasa (10/2) kemarin. Karena itu jika dalam perjalanan diketahui masih terdapat daerah yang belum siap, Tjahjo menilai lebih baik daerah tersebut menggelar pilkada pada putaran ke dua, lima tahun mendatang.

“Kita (pemerintah,red) itu inginnya konsisten. Makanya kalau ada daerah yang belum siap, ya ditinggal saja. Bisa diusulkan (pelaksanaan pilkadanya) ke jadwal yang berikut,” katanya.

Selain siap mem-back up anggaran KPU demi terlaksananya pilkada September ini, Kemdagri diketahui juga telah siap mengangkat Penjabat bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir, sementara hasil pilkada nantinya belum diketahui.

Bahkan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemdagri, Dodi Riadmadji, menjamin pengangkatan nantinya tidak akan diwarnai transaksional.

“Tidak akan transaksional (dalam pengangkatan penjabat kepala daerah,Red). Ini kan zamannya terbuka. Semua sudah ada prosedurnya, mudah-mudahan lancar. Nanti akan dilakukan verifikasi terlebih dahulu, terhadap tiga nama yang diusulkan dari daerah,” katanya.

Menurut Dodi, nantinya untuk penjabat bupati/wali kota, akan diusulkan oleh gubernur kepada Mendagri. Kemudian setelah diverifikasi, surat pengangkatan ditandatangani oleh Mendagri. Sementara untuk penjabat gubernur, diusulkan oleh Mendagri kepada Presiden, untuk kemudian ditetapkan surat keputusan pengangkatannya.

Meski telah memiliki prosedur pengangkatan, Dodi mengakui ada saja kepala daerah yang mengusulkan agar Sekretaris Daerah (Sekda)-nya yang diangkat menjadi penjabat sementara. Usulan disampaikan enam gubernur dari tujuh provinsi yang akan menggelar pilkada langsung 2015.

“Kita bekerja profesional. Jadi tetap akan melalui pengkajian. Bisa saja nanti penjabatnya akan ditugasi birokrat golongan I yang masih muda-muda. Bisa juga dari sana (birokrat yang selama ini bertugas di daerah,red),” katanya.

Sementara itu secara terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, mengamini adanya keinginan presiden agar Pilkada tahap pertama digelar September 2015. Namun atas usulan tersebut KPU belum dapat bersikap, mengingat pelaksanaan baru dapat sepenuhnya dilaksanakan jika DPR dan pemerintah segera menetapkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

“Dalam pertemuan dengan Presiden, saya jawab kami butuh waktu untuk menganalisis apa saja yang akan diringkas (agar pelaksanaan pilkada dapat digelar lebih cepat,red),” ujar Husni.

Saat ditanya apakah Presiden menyampaikan alasan, mengapa menginginkan Pilkada dipercepat, Komisioner KPU berdarah Sumatera Utara ini belum bersedia merinci lebih jauh. Ia hanya menyatakan keinginan Presiden sejalan seperti yang sebelumnya disampaikan pemerintah saat pembahasan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, di DPR beberapa waktu lalu.

“Memang waktu pembahasan Perppu, itu (melaksanakan Pilkada di 2015,red) yang disampaikan pemerintah. Ketika itu desain pilkada serentak ya September 2015,” katanya.

Pun KPU Sumut menyatakan siap Pilkada serentak digelar September ini. “Dua hal inilah alat ukurnya, pengganggaran dan draf tahapan, dan kedua-duanya sudah terpenuhi. Kalau kemudian kita disebut tidak siap darimana menilainya,” ujar  Komisioner KPU Sumut Benget Silitonga, Rabu (11/2).

Di sisi lain, seluruh fraksi di DPR yang tergabung dalam Panitia Kerja (Panja) revisi UU pilkada, setuju pesta demokrasi tingkat lokal itu digelar serentak pertama kali pada Februari 2016.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Malik Haramain mengatakan, hasil rapat panja ini akan disampaikan kepada pemerintah.  “Soal jadwal seluruh fraksi waktu rapat panja di Aryaduta, seluruh fraksi setuju (digelar Februari 2016, red),” kata Malik di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/2).

Dia yakin dengan berbagai pertimbangan dan simulasi yang dibuat oleh Panja, pemerintah akan menyetujuinya. Menurut Malik, pemerintah hingga saat ini belum menyampaikan sikapnya ke DPR karena memang belum ada rapat dengan pemerintah.

“Tapi saya yakin dengan pertimbangan mengurangi jumlah plt (pelaksana tugas) dan tidak banyak mengurangi masa periode kepala daerah, maka saya yakin pemerintah mau (2016),” jelasnya.

Malik menegaskan bila pilkada serentak dipaksakan akhir 2015, maka akan banyak mudhorat dibanding manfaatnya. Pertama, masa persiapan KPU sangat pendek. Selain itu pada 2018 akan banyak kepala daerah dijabat plt.

“Kemudian hasil pilkada 2018 ke 2020 itu juga hanya tiga tahun periode. Artinya menurut saya itu banyak mudhorotnya karena mesti kan kepala daerah lima tahun, lalu jadi tiga tahun (masa jabatannya). Itu akan banyak protes dari kepala daerah yang terpilih di 2018 nanti. Karena alasan itu lah kami bersepakat di 2016,” pungkasnya. (fat/jpnn/gir/bal/rbb)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah membantah harapan Presiden Joko Widodo agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) digelar September mendatang, demi menguntungkan PDI Perjuangan. Namun lebih kepada efisiensi dan konsistensi, mengingat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara telah siap.

Selain itu daerah yang akan menyelenggarakan juga telah siap dan telah menganggarkan biaya pelaksanaannya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015, termasuk 13 daerah di Sumut yang juga akan menggelar Pilkada langsung tahap pertama.

“Pemerintah ingin konsisten. Kalau digeser satu bulan saja, itu akan memengaruhi proses lainnya,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, di Jakarta, Rabu (11/2).

Menurut Tjahjo, kesiapan daerah diketahui setelah sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar pertemuan dengan Presiden di Istana Negara, Selasa (10/2) kemarin. Karena itu jika dalam perjalanan diketahui masih terdapat daerah yang belum siap, Tjahjo menilai lebih baik daerah tersebut menggelar pilkada pada putaran ke dua, lima tahun mendatang.

“Kita (pemerintah,red) itu inginnya konsisten. Makanya kalau ada daerah yang belum siap, ya ditinggal saja. Bisa diusulkan (pelaksanaan pilkadanya) ke jadwal yang berikut,” katanya.

Selain siap mem-back up anggaran KPU demi terlaksananya pilkada September ini, Kemdagri diketahui juga telah siap mengangkat Penjabat bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir, sementara hasil pilkada nantinya belum diketahui.

Bahkan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemdagri, Dodi Riadmadji, menjamin pengangkatan nantinya tidak akan diwarnai transaksional.

“Tidak akan transaksional (dalam pengangkatan penjabat kepala daerah,Red). Ini kan zamannya terbuka. Semua sudah ada prosedurnya, mudah-mudahan lancar. Nanti akan dilakukan verifikasi terlebih dahulu, terhadap tiga nama yang diusulkan dari daerah,” katanya.

Menurut Dodi, nantinya untuk penjabat bupati/wali kota, akan diusulkan oleh gubernur kepada Mendagri. Kemudian setelah diverifikasi, surat pengangkatan ditandatangani oleh Mendagri. Sementara untuk penjabat gubernur, diusulkan oleh Mendagri kepada Presiden, untuk kemudian ditetapkan surat keputusan pengangkatannya.

Meski telah memiliki prosedur pengangkatan, Dodi mengakui ada saja kepala daerah yang mengusulkan agar Sekretaris Daerah (Sekda)-nya yang diangkat menjadi penjabat sementara. Usulan disampaikan enam gubernur dari tujuh provinsi yang akan menggelar pilkada langsung 2015.

“Kita bekerja profesional. Jadi tetap akan melalui pengkajian. Bisa saja nanti penjabatnya akan ditugasi birokrat golongan I yang masih muda-muda. Bisa juga dari sana (birokrat yang selama ini bertugas di daerah,red),” katanya.

Sementara itu secara terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, mengamini adanya keinginan presiden agar Pilkada tahap pertama digelar September 2015. Namun atas usulan tersebut KPU belum dapat bersikap, mengingat pelaksanaan baru dapat sepenuhnya dilaksanakan jika DPR dan pemerintah segera menetapkan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

“Dalam pertemuan dengan Presiden, saya jawab kami butuh waktu untuk menganalisis apa saja yang akan diringkas (agar pelaksanaan pilkada dapat digelar lebih cepat,red),” ujar Husni.

Saat ditanya apakah Presiden menyampaikan alasan, mengapa menginginkan Pilkada dipercepat, Komisioner KPU berdarah Sumatera Utara ini belum bersedia merinci lebih jauh. Ia hanya menyatakan keinginan Presiden sejalan seperti yang sebelumnya disampaikan pemerintah saat pembahasan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, di DPR beberapa waktu lalu.

“Memang waktu pembahasan Perppu, itu (melaksanakan Pilkada di 2015,red) yang disampaikan pemerintah. Ketika itu desain pilkada serentak ya September 2015,” katanya.

Pun KPU Sumut menyatakan siap Pilkada serentak digelar September ini. “Dua hal inilah alat ukurnya, pengganggaran dan draf tahapan, dan kedua-duanya sudah terpenuhi. Kalau kemudian kita disebut tidak siap darimana menilainya,” ujar  Komisioner KPU Sumut Benget Silitonga, Rabu (11/2).

Di sisi lain, seluruh fraksi di DPR yang tergabung dalam Panitia Kerja (Panja) revisi UU pilkada, setuju pesta demokrasi tingkat lokal itu digelar serentak pertama kali pada Februari 2016.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Malik Haramain mengatakan, hasil rapat panja ini akan disampaikan kepada pemerintah.  “Soal jadwal seluruh fraksi waktu rapat panja di Aryaduta, seluruh fraksi setuju (digelar Februari 2016, red),” kata Malik di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/2).

Dia yakin dengan berbagai pertimbangan dan simulasi yang dibuat oleh Panja, pemerintah akan menyetujuinya. Menurut Malik, pemerintah hingga saat ini belum menyampaikan sikapnya ke DPR karena memang belum ada rapat dengan pemerintah.

“Tapi saya yakin dengan pertimbangan mengurangi jumlah plt (pelaksana tugas) dan tidak banyak mengurangi masa periode kepala daerah, maka saya yakin pemerintah mau (2016),” jelasnya.

Malik menegaskan bila pilkada serentak dipaksakan akhir 2015, maka akan banyak mudhorat dibanding manfaatnya. Pertama, masa persiapan KPU sangat pendek. Selain itu pada 2018 akan banyak kepala daerah dijabat plt.

“Kemudian hasil pilkada 2018 ke 2020 itu juga hanya tiga tahun periode. Artinya menurut saya itu banyak mudhorotnya karena mesti kan kepala daerah lima tahun, lalu jadi tiga tahun (masa jabatannya). Itu akan banyak protes dari kepala daerah yang terpilih di 2018 nanti. Karena alasan itu lah kami bersepakat di 2016,” pungkasnya. (fat/jpnn/gir/bal/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/