Menurutnya, setelah pihaknya menerima surat edaran dan juknis mengenai kebijakan ini, maka segera mungkin akan disosialisasikan kepada masyarakat Kota Medan.
“Kitakan belum tahu seperti apa mekanismenya, blangkonya seperti apa, dan lain-lainnya juga. Makanya kita tunggu dululah bagaimana arahan dari pusat,” tuturnya.
Sementara itu, pengamat pemerintahan di Sumut, Shohibul Anshor Siregar menilai, kebijakan Kemendagri tersebut terkesan hanya buang-buang anggaran saja. Pasalnya untuk mengkover pendataan yang ada selama ini, menurut dia, sudah ada akte lahir. Shohibul juga mengaku, belum melihat kemanfaatan yang jelas dari hadirnya KIA tersebut.
“Kita kan sudah punya Undang-undang Administrasi Kependudukan. Sebenarnya apa sih manfaat dari kebijakan ini? Kalau selama ini Kemendagri tidak becus kerja itu masalah lain. Coba bayangkan, kita sudah punya akte lahir, kartu keluarga, dan bahkan KTP elektronik. Di KTP saja sebenarnya sudah mengkover banyak aspek. Jadi menurut saya KIA ini tidak ada urgensi,” tegas dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini.
Menurut Shohibul, ke depan yang perlu dikerjakan pemerintah adalah bagaimana merubah sistem kependudukan yang sudah ada. Seperti dari KTP elektronik. Di mana bila sistem tersebut berjalan maksimal maka dapat mengetahui struktur penduduk seluruh Indonesia. Menurut dia lagi, belum ada konsistensi atau political will pemerintah sehingga sistem kependudukan masih semrawut sampai saat ini.
“Padahal (data kependudukan) itu penting untuk kerja pembangunan pemerintah. Dari sensus penduduk yang kita punya, bisa mengukur semua program pembangunan yang ada, dan bisa tepat sasaran serta berdaya guna,” jelasnya. (sam/prn/adz)