31 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Bonaran Susul Tiga Kepala Daerah ke Penjara

Foto: Ricardo/JPNN Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/12). Bonaran menjadi tersangka Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait kasus dugaan suap sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di Mahkamah Konstitusi.
Foto: Ricardo/JPNN
Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/12). Bonaran menjadi tersangka Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait kasus dugaan suap sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di Mahkamah Konstitusi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO–Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Bupati Tapanuli Tengah nonaktif Raja Bonaran Situmeang, 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsidair 2 bulan kurungan.

Vonis dijatuhkan setelah Majelis Hakim menilai Bonaran terbukti menyuap mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebesar Rp 1,8 miliar terkait penanganan sengketa Pilkada di MK tahun 2011 lalu.

“Terdakwa Bonaran Situmeang terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara selama empat tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp 200 juta,” ujar Hakim Ketua M Muhlis saat membacakan amar putusan, di Jakarta, Senin (11/5).

Dalam pertimbangan hukum, Hakim Anggota Alexander Marwata sebelumnya mengatakan, Bonaran telah menyetujui memberikan uang Rp2 miliar agar putusan MK menolak melakukan pilkada ulang Tapteng. Meski menyetujui jumlah tersebut, namun uang yang ditransfer hanya Rp 1,8 miliar yang diberikan kepada Akil lewat Subur Effendi dan Hetbin Pasaribu.

Tahap pertama Rp900 juta ditransfer Bakhtiar Ahmad Sibarani dan Subur Effendi ke rekening CV Ratu Samagat atas permintaan Akil pada 17 Juni 2011. Menurut Hakim Alexander, meski Akil tidak menerima secara langsung uang tersebut, namun perusahaan tersebut diketahui milik Akil. Tahap kedua uang yang ditransfer juga bernilai Rp 900 juta ke rekening perusahaan yang sama pada 20 Juni 2011.

Karena itu kemudian Bonaran divonis 4 tahun penjara. Sebab sebagai bupati  yang berlatar belakang pengacara, ia dinilai tak memberi contoh bagi penegakan hukum. Namun begitu dalam vonisnya, Majelis Hakim menilai ada beberapa hal yang meringankan. Antara lain, terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, berjasa bagi Kabupaten Tapanuli Tengah, dan belum pernah dihukum.

Dihubungi usai persidangan, Bonaran mengaku sangat kecewa karena Majelis Hakim tidak melihat fakta-fakta hukum yang sebenarnya. Pasalnya, dalam pertimbangan hukum hakim menurut Bonaran, menjelaskan dirinya berutang pada Aswar Pasaribu dan Arief Budiman, namun tidak ada bukti yang memerkuat hal tersebut.

“Yang mengejutkan hakim tidak melihat fakta hukum sebenarnya. Akil juga bukan hakim panel (sidang sengketa pilkada, red). Jadi karena bukan hakim saya, apa urgensinya?”ujarnya.

Atas putusan yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Bonaran mengaku akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan kuasa hukumnya, untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding.

Dengan vonis itu, berarti kini ada empat kepala daerah yang telah dinyatakan terbukti menyuap Akil oleh pengadilan tipikor. Selain Bonaran, sebelumnya ada Romi Herton (mantan Walikota Palembang), Ratu Atut Chosiyah (mantan Gubernur Banten) dan Hambit Bintih (mantan Bupati Gunung Mas). (gir/azw)

Foto: Ricardo/JPNN Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/12). Bonaran menjadi tersangka Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait kasus dugaan suap sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di Mahkamah Konstitusi.
Foto: Ricardo/JPNN
Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/12). Bonaran menjadi tersangka Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait kasus dugaan suap sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di Mahkamah Konstitusi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO–Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis Bupati Tapanuli Tengah nonaktif Raja Bonaran Situmeang, 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsidair 2 bulan kurungan.

Vonis dijatuhkan setelah Majelis Hakim menilai Bonaran terbukti menyuap mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebesar Rp 1,8 miliar terkait penanganan sengketa Pilkada di MK tahun 2011 lalu.

“Terdakwa Bonaran Situmeang terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara selama empat tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp 200 juta,” ujar Hakim Ketua M Muhlis saat membacakan amar putusan, di Jakarta, Senin (11/5).

Dalam pertimbangan hukum, Hakim Anggota Alexander Marwata sebelumnya mengatakan, Bonaran telah menyetujui memberikan uang Rp2 miliar agar putusan MK menolak melakukan pilkada ulang Tapteng. Meski menyetujui jumlah tersebut, namun uang yang ditransfer hanya Rp 1,8 miliar yang diberikan kepada Akil lewat Subur Effendi dan Hetbin Pasaribu.

Tahap pertama Rp900 juta ditransfer Bakhtiar Ahmad Sibarani dan Subur Effendi ke rekening CV Ratu Samagat atas permintaan Akil pada 17 Juni 2011. Menurut Hakim Alexander, meski Akil tidak menerima secara langsung uang tersebut, namun perusahaan tersebut diketahui milik Akil. Tahap kedua uang yang ditransfer juga bernilai Rp 900 juta ke rekening perusahaan yang sama pada 20 Juni 2011.

Karena itu kemudian Bonaran divonis 4 tahun penjara. Sebab sebagai bupati  yang berlatar belakang pengacara, ia dinilai tak memberi contoh bagi penegakan hukum. Namun begitu dalam vonisnya, Majelis Hakim menilai ada beberapa hal yang meringankan. Antara lain, terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, berjasa bagi Kabupaten Tapanuli Tengah, dan belum pernah dihukum.

Dihubungi usai persidangan, Bonaran mengaku sangat kecewa karena Majelis Hakim tidak melihat fakta-fakta hukum yang sebenarnya. Pasalnya, dalam pertimbangan hukum hakim menurut Bonaran, menjelaskan dirinya berutang pada Aswar Pasaribu dan Arief Budiman, namun tidak ada bukti yang memerkuat hal tersebut.

“Yang mengejutkan hakim tidak melihat fakta hukum sebenarnya. Akil juga bukan hakim panel (sidang sengketa pilkada, red). Jadi karena bukan hakim saya, apa urgensinya?”ujarnya.

Atas putusan yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Bonaran mengaku akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan kuasa hukumnya, untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding.

Dengan vonis itu, berarti kini ada empat kepala daerah yang telah dinyatakan terbukti menyuap Akil oleh pengadilan tipikor. Selain Bonaran, sebelumnya ada Romi Herton (mantan Walikota Palembang), Ratu Atut Chosiyah (mantan Gubernur Banten) dan Hambit Bintih (mantan Bupati Gunung Mas). (gir/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/