Membesuk Syafri Chap di LP Kelas II B Tebing Tinggi
Sehari setelah HM Syafri Chap ditangkap Tim Satgas Intelijen Kejagung di Jakarta dan diinapkan di Lembaga Permasyarakatan (LP) Kelas II B Tebing Tinggi, wartawan Sumut Pos berhasil menjenguknya, kemarin (11/7). Ditemui sekira pukul 16.00 WIB, Syafri Chap bersedia melakukan wawancara.
Saat ditemui, Wak Icap, panggilan akrabnya di Tebing Tinggi, sedang duduk di ruangan besuk. Dia mengenakan baju liris bercorak warna kuning, celana berwarna hijau dan menyelempangkan handuk berwarna putih bergaris kuning di lehernya. Duduk di kursi, Syafri Cap menyapa ramah.
Dalam perbincangan, Syafri mengaku menjadi korban fitnah dari sebuah konspirasi politik. “Posisi saya sebagai Ketua Partai Golkar dan Ketua DPRD Tebingtinggi, banyak yang melirik itu,” kata HM Syafri Chap sambil duduk santai.
Wak Icap berniat mengajukan peninjauan kembali (PK). “Kita berharap masih bisa mengajukan PK dengan novum baru. Saya tidak bersalah, ini semua kehendak yang Maha Kuasa yang masih sayang kepada hambanya dan bukan kemauan saya. Dari sini banyak hikmah yang kita terima,” cetusnya pelan Syafri kembali menjelaskan, tidak ada kerugian negara atas dugaan penyelewengan dana ansuransi jiwa yang menjadi pokok perkara. Meski dia meneken kebijakan itu, yang menerima uang adalah saudara Sutoyo (anggota DPRD priode 2004-2009 dari Partai PDI Perjuangan) dan Sekretaris Dewan kala itu, Nijar Rangkuti.
Setelah dugaan korupsi ini dibawa ke ranah hukum, di Pengadilan Negeri Tebingtinggi Maret 2008 dia divonis bebas atas kasus dugaan penyelewengan ansuransi jiwa. Kejaksaan Negeri Tebingtinggi kemudian menjukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan permohonan jaksa dikabulkan. “Sekali lagi saya katakan, saya adalah korban fitnah dari konspirasi politik,” ungkap pria yang juga ketua MPC Pemuda Pancasila Kota Tebing Tinggi.
Mengapa mau menandatangani suratnya? Sebagai Ketua DPRD Tebingtinggi priode 2004-2009, Syafri mengaku mendapat tekanan dari Sutoyo dan sekwan. “Semua kebijakan itu diambil oleh saudara Sutoyo dan sekwan,” ungkap Wak Icap lagi.
Pria yang dikenal suka bersedekah kepada orang tidak mampu di Tebingtinggi ini berpesan kepada masyarakat tidak berprasangka buruk terhadap dirinya. Syafri Chap juga meminta media massa untuk membuat berita berimbang. “Beritakanlah kalau itu memang berita benar, walaupun keputusannya pahit,” ucapnya sambil bersalaman dengan wartawan koran ini.
Anak HM Syafri Chap, Ridho Cap yang menjaga ayahnya di LP Kelas II B Kota Tebingtinggi berharap orangtuanya diberikan kesehatan dalam menjalani hukuman itu.
Kemarin terlihat pula menjenguk wakil Ketua DPRD Tebingtinggi, Chairil Mukmin Tambunan asal Partai Demokrat, Alen Sulin Purba partai PDP dan wakil rakyat dari Partai PKPB, Syamsul Bahri serta jajaran di sekretariat dewan menjenguk HM Syafri Chap di LP Kelas II B Tebing Tinggi.
Syamsul Bahri juga melihat penangkapan ini sarat dengan kepentingan politik yang dilakukan segelintir oknum. “Mengapa setelah pemungutan suara ulang di Tebingtinggi berakhir beliau baru ditangkap? Mengapa pihak Kejaksaan tidak menangkap sebelumnya?” kata Syamsul Bahri.
Sedangkan Ketua Pimpinan Cabang Nahlatul Ulama Kota Tebing Tinggi Ir Oki Doni Siregar menyatakan turut prihatin serta mendoakan Hm Syafri Chap tabah. “Syafri Chap adalah sosok tokoh pemuda sekaligus tokoh masyarakat yang sangat banyak membela panji-panji Islam dan murah bersedekah di kalangan orang tidak mampu. Mari kita sama-sama menghormati dan jangan berburuk sangka melakukan spekulasi dan manuver politik,” ungkap Oki Doni usai menjenguk Syafri Chap.
Kemurahan Syafri Chap dan kasus hukum yang membelitnya, membuat banyak orang kecil merasa prihatin. Boiran, abang becak yang biasa nongkrong di Jalan Ahmad Yani bahkan merasa kehilangan. “Kami kehilangan sosok pemurah, Bang. Selama ini beliau sering membantu kami jika mengalami kesusahan. Kami sebagai masyarakat kecil mendoakan Wak Icap agar cepat bebas dari tahanan,” ucap Boiran berharap doanya diterima.
Lain lagi perasaan yang diungkapkan Bu Umi, seorang ibu rumah tangga. “Kebiasaan kami berjalan sore dan mendapatkan siraman rohani darinya sudah lama tidak ada. Sudah hampir 5 bulan ini kami tidak pernah bisa bersama lagi. Pak Syafri sosok pemurah dan ustad yang sering memberikan siraman keagamaan kepada masyarakat,” papar Bu Umi.
Belum Dicopot
Terkait ditangkapnya Ketua DPD Partai Golkar Kota Tebingtinggi Syafri Chap, Sekjen DPD Partai Golkar Sumut Hardy Mulyono mengutarakan, pihaknya belum mengambil sikap.
“Kalau soal ditangkap atau tidak, kenapa rupanya? Itu hal biasa, semua orang memiliki masalahnya masing-masing. Namun, jika ditanya apakah ia akan digeser dari jabatan fungsionalnya saat ini, yang juga merupakan Ketua DPD Partai Golkar Kota Tebingtinggi, itu belum bisa diputuskan,” ungkap Hardy, Senin (11/7).
Keputusan tersebut akan diambil dalam musyawarah tingkat pimpinan. “Kita harus menetapkan sikap. Dan itu akan diagendakan dan dilakukan dalam waktu dekat,” pungkasnya.
Pengamat Politik Sumut Ridwan Rangkuti mengemukakan, penangkapan Syafri Chap, yang merupakan pemenang Pilkada Tebingtinggi yang dibatalkan MK, akan berdampak pada penurunan suara Golkar di Tebingtinggi pada Pemilu 2014 mendatang.
Namun, Ridwan menilai persaingan Parpol di Pemilukada Tebing Tinggi memang berbeda dengan kabupaten/kota lain. “Masyarakat kita memang cenderung pelupa dan mudah tergoda. Bisa saja pada tahun ini mereka membenci satu Parpol karena kesalahan-kesalahan yang dibuat kadernya. Namun, bisa saja pada Pemilu nanti mereka sudah melupakannya atau memaafkannya. Karena politik uang dan ketokohan masih mencuat di sana,” katanya.
Untuk menghindari penurunan suara pemilih pada Pemilu 2014 mendatang, ia mengimbau semua parpol, khususnya Golkar, memberikan peluang seluas-luasnya kepada kader, tokoh atau caleg Parpolnya masing-masing untuk mengembangkan atau meningkatkan pamor ketokohannya.
“Pemilukada 2010 lalu harusnya jadi pelajaran bagi Golkar. Di Tebingtinggi ada dua basis Golkar yang jumlah pemilih malah drop, jauh dari yang diharapkan, yakni Bajenis dan Rambutan. Nah, faktor ketokohan saya rasa perlu dimantapkan untuk Pemilu berikutnya, karena di Tebingtinggi arus politik memang agak sulit,” kata Ridwan. (mag-3/saz)