25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Bubarkan Ormas AntiPancasila, Pemerintah Rilis Perppu

Foto: AFP
Menkopolhukam Wiranto mengatakan Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 10 Juli 2017.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menyebutkan rincian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dirilis untuk membubarkan organisasi masyarakat yang ingin ‘mengganti Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945’.

Wiranto mengatakan Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 10 Juli 2017.

Berdasarkan Perppu itu, Menteri Hukum dan HAM berwenang “melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum” terhadap ormas yang “menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila”.

Berbeda dengan UU Ormas tahun 2013 yang memberi peringatan tertulis sebanyak tiga kali, Perppu ini hanya memberi peringatan sebanyak satu kali dalam jangka waktu tujuh hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.

Lebih jauh, putusan pengadilan yang disyaratkan untuk membubarkan ormas sebagaimana dicantumkan pada Pasal 68 UU Ormas tahun 2013 telah dihapus dalam Perppu ini. Artinya, pemerintah tak lagi memerlukan pengadilan untuk membubarkan ormas.

 

TIDAK LAGI MEMADAI

Perppu tersebut dirilis karena, menurut Wiranto, UU Ormas tidak lagi memadai untuk mencegah ancaman terhadap Pancasila dan UUD 1945.

“Masih ada kegiatan ormas yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945…Ada ajaran lain yang diarahkan untuk mengganti ideologi Pancasila dan UUD 1945, dan mengganti eksistensi NKRI. Itu tidak tercakup dalam UU yang lama,” ujar Wiranto.

UU Ormas, lanjut Wiranto, tidak memberi kewenangan kepada lembaga yang memberi pengesahan kepada ormas untuk mencabut izin itu.

Wiranto tidak secara gamblang menyebut bahwa Perppu ini dirilis untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia.

Meski demikian, dia mengatakan “Perppu ini tidak bermaksud mendiskreditkan ormas islam, mencederai keberadaan ormas Islam. Jangan sampai ada prasangka Perppu ini ingin memisahkan pemerintah dan masyarakat Islam, bukan sama sekali,” tegasnya.

“Perppu ini tidak bermaksud membatasi kegiatan ormas yang nyata memberi manfaat, bukan mengancam kebebasan ormas untuk berekspresi, bukan kesewenangan pemerintah. Tapi semata-mata untuk merawat persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk menjaga eksistensi bangsa Indonesia,” tambahnya.

Rencana pemerintah untuk membubarkan HTI telah diumumkan sejak 8 Mei lalu. Namun, saat itu Menkopolhukam tidak menyebut secara rinci mekanisme hukum apa yang hendak ditempuh.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat pembubaran ormas harus dilakukan melalui putusan pengadilan.

Akan tetapi, sanksi tersebut harus diikuti sebelumnya oleh peringatan tertulis pertama hingga ketiga.

HTI mengklaim langkah itu belum dilakukan sehingga aksi pemerintah membubarkan mereka disebut tidak memiliki dasar yang kuat.

“Kami menolak keras rencana pembubaran HTI. Langkah itu tak memiliki dasar sama sekali. Sebagai organisasi yang sudah berbadan hukum, HTI memiliki hak konstitusional untuk melakukan dakwah, yang sesungguhnya sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan di Indonesia,” kata juru bicara HTI, Ismail Yusanto, kepada BBC Indonesia, 9 Mei lalu. (bbc)

Foto: AFP
Menkopolhukam Wiranto mengatakan Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 10 Juli 2017.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menyebutkan rincian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dirilis untuk membubarkan organisasi masyarakat yang ingin ‘mengganti Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945’.

Wiranto mengatakan Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 10 Juli 2017.

Berdasarkan Perppu itu, Menteri Hukum dan HAM berwenang “melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum” terhadap ormas yang “menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila”.

Berbeda dengan UU Ormas tahun 2013 yang memberi peringatan tertulis sebanyak tiga kali, Perppu ini hanya memberi peringatan sebanyak satu kali dalam jangka waktu tujuh hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.

Lebih jauh, putusan pengadilan yang disyaratkan untuk membubarkan ormas sebagaimana dicantumkan pada Pasal 68 UU Ormas tahun 2013 telah dihapus dalam Perppu ini. Artinya, pemerintah tak lagi memerlukan pengadilan untuk membubarkan ormas.

 

TIDAK LAGI MEMADAI

Perppu tersebut dirilis karena, menurut Wiranto, UU Ormas tidak lagi memadai untuk mencegah ancaman terhadap Pancasila dan UUD 1945.

“Masih ada kegiatan ormas yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945…Ada ajaran lain yang diarahkan untuk mengganti ideologi Pancasila dan UUD 1945, dan mengganti eksistensi NKRI. Itu tidak tercakup dalam UU yang lama,” ujar Wiranto.

UU Ormas, lanjut Wiranto, tidak memberi kewenangan kepada lembaga yang memberi pengesahan kepada ormas untuk mencabut izin itu.

Wiranto tidak secara gamblang menyebut bahwa Perppu ini dirilis untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia.

Meski demikian, dia mengatakan “Perppu ini tidak bermaksud mendiskreditkan ormas islam, mencederai keberadaan ormas Islam. Jangan sampai ada prasangka Perppu ini ingin memisahkan pemerintah dan masyarakat Islam, bukan sama sekali,” tegasnya.

“Perppu ini tidak bermaksud membatasi kegiatan ormas yang nyata memberi manfaat, bukan mengancam kebebasan ormas untuk berekspresi, bukan kesewenangan pemerintah. Tapi semata-mata untuk merawat persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk menjaga eksistensi bangsa Indonesia,” tambahnya.

Rencana pemerintah untuk membubarkan HTI telah diumumkan sejak 8 Mei lalu. Namun, saat itu Menkopolhukam tidak menyebut secara rinci mekanisme hukum apa yang hendak ditempuh.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat pembubaran ormas harus dilakukan melalui putusan pengadilan.

Akan tetapi, sanksi tersebut harus diikuti sebelumnya oleh peringatan tertulis pertama hingga ketiga.

HTI mengklaim langkah itu belum dilakukan sehingga aksi pemerintah membubarkan mereka disebut tidak memiliki dasar yang kuat.

“Kami menolak keras rencana pembubaran HTI. Langkah itu tak memiliki dasar sama sekali. Sebagai organisasi yang sudah berbadan hukum, HTI memiliki hak konstitusional untuk melakukan dakwah, yang sesungguhnya sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan di Indonesia,” kata juru bicara HTI, Ismail Yusanto, kepada BBC Indonesia, 9 Mei lalu. (bbc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/