27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Kader Balik Arah, Partai Gerah

agung-laksono
Agung Laksono

SUMUTPOS.CO – Adanya penolakan dari sejumlah kepala daerah dari Partai Golkar nampaknya membuat DPP partai berlambang beringin itu gerah. Juru Bicara DPP Partai Golkar Tantowi Yahya menyatakan, seluruh kader termasuk kepala daerah harus solid mendorong pemilihan kepala daerah tidak langsung. Jika ada kader atau kepala daerah dari Partai Golkar yang berbeda pendapat, akan ada sanksi yang dijatuhkan.

“Bila ada yang beda akan kami bawa ke rapat pleno untuk ditetapkan sanksinya. Yang jelas akan ada sikap dari DPP,” tegasnya.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menegaskan, kalau posisi partainya masih tetap kembali dipilih DPRD. Pertimbangannya, menurut dia, sistem tersebut lebih efektif. “Bagus juga untuk mengurangi biaya politik, juga politik uang,” kata Agung saat ditemui di istana negara.

Di singgung terkait potensi politik uang yang bisa juga muncul saat pemilihan lewat DPRD, dia berpandangan kalau pengawasannya akan lebih simple ketimbang sebaran politik uang untuk pilkada langsung. “Kalau DPRD kan cuma beberapa orang saja. Tinggal dilihat saja proses bener atau nggak, trus lihat kekayaannya, nambah atau nggak. Jadi, kan lebih mudah dan lebih bisa diawasi,” tegas menkokesra tersebut.

Hingga hari ini, dua ketentuan di RUU Pilkada memang masih menemui jalan buntu. Pemerintah bersama fraksi PDIP dan Partai Hanura menghendaki pemilihan kepala daerah, baik bupati/walikota maupun gubernur, tetap dipilih langsung oleh rakyat. Di seberang, sejumlah fraksi yang notabene merupakan tergabung di Koalisi Merah Putih (KMP) mendukung opsi seluruh tingkatan pilkada kembali dipilih oleh DPRD. Berada di tengah-tengah kedua opsi, PKB memilih mendukung agar gubernur tetap dipilih langsung, sedangkan bupati/wali kota dipilih DPRD.

Rapat pimpinan DPR pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR terakhir telah sepakat, kalau agenda pengambilan keputusan terkait RUU yang sudah mulai dibahas sejak sekitar 2 tahun lalu itu, ditunda. Diagendakan, pengambilan keputusan di tingkat panja akan dilakukan pada 22 September nanti. Dan, kemudian dibawa ke sidang paripurna untuk diambil keputusan akhir pada 25 September.

Kemarin, politisi PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin mengajak agar rakyat ikut memboikot secara nasional Pilkada oleh DPRD dalam RUU Pilkada yang kini sedang dibahas tersebut. Alasannya, mekanisme lewat DPRD tersebut tidak mewakili mayoritas suara rakyat.

“Saya sarankan boikot nasional karena ada mayoritas konstituen yang tidak terwakili oleh DPRD. Masyarakat berhak memboikot karena tidak terwakili oleh anggota DPRD di daerah,” kata wakil ketua Komisi I DPR tersebut.

Dia kemudian mengambil contoh betapa tidak terwakilinya rakyat dalam model pemilihan lewat DPRD, jika nanti jadi diterapkan. Di daerah pemilihannya, Majalengka, hanya ada 1,2 juta rakyat yang memilih dari keseluruhan DPT pileg. Hasilnya, terpilih lah 50 orang anggota DPRD Majalengka dengan estimasi masing-masing caleg meraih suara antara 5-7 ribu suara. “Anggaplah 7 ribu per caleg, maka kalau dikali 50, cuma 350 ribu. Lalu, yang 800 ribu lebih suara lainnya kemana? Mereka kan tidak mencoblos orang-orang yang terpilih ini,” beber ketua departemen politik DPP PDIP tersebut.

Karena itu lah, lanjut dia, rakyat perlu untuk memberikan respon keras jika sejumlah fraksi masih ngotot dengan opsi pemilihan kepala daerah lewat DPRD. “Rakyat berhak memboikot karena ini pengkhianatan suara rakyat,” jelasnya kembali.

Jika disimulasikan, ketentuan pemilihan kepala daerah lewat DPRD tentu akan merugikan partai-partai yang di koalisi Jokowi-JK, termasuk PDIP. Melihat komposisi kepemilikan kursi di masing-masing partai DPRD provinsi, maka KMP berpotensi besar menyapu bersih seluruh gubernur. Dengan catatan, partai-partai di koalisi yang mengusung Prabowo-Hatta di pilpres lalu tetap solid hingga ke daerah.   (bay/dyn/ken/idr/rbb)

 

agung-laksono
Agung Laksono

SUMUTPOS.CO – Adanya penolakan dari sejumlah kepala daerah dari Partai Golkar nampaknya membuat DPP partai berlambang beringin itu gerah. Juru Bicara DPP Partai Golkar Tantowi Yahya menyatakan, seluruh kader termasuk kepala daerah harus solid mendorong pemilihan kepala daerah tidak langsung. Jika ada kader atau kepala daerah dari Partai Golkar yang berbeda pendapat, akan ada sanksi yang dijatuhkan.

“Bila ada yang beda akan kami bawa ke rapat pleno untuk ditetapkan sanksinya. Yang jelas akan ada sikap dari DPP,” tegasnya.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menegaskan, kalau posisi partainya masih tetap kembali dipilih DPRD. Pertimbangannya, menurut dia, sistem tersebut lebih efektif. “Bagus juga untuk mengurangi biaya politik, juga politik uang,” kata Agung saat ditemui di istana negara.

Di singgung terkait potensi politik uang yang bisa juga muncul saat pemilihan lewat DPRD, dia berpandangan kalau pengawasannya akan lebih simple ketimbang sebaran politik uang untuk pilkada langsung. “Kalau DPRD kan cuma beberapa orang saja. Tinggal dilihat saja proses bener atau nggak, trus lihat kekayaannya, nambah atau nggak. Jadi, kan lebih mudah dan lebih bisa diawasi,” tegas menkokesra tersebut.

Hingga hari ini, dua ketentuan di RUU Pilkada memang masih menemui jalan buntu. Pemerintah bersama fraksi PDIP dan Partai Hanura menghendaki pemilihan kepala daerah, baik bupati/walikota maupun gubernur, tetap dipilih langsung oleh rakyat. Di seberang, sejumlah fraksi yang notabene merupakan tergabung di Koalisi Merah Putih (KMP) mendukung opsi seluruh tingkatan pilkada kembali dipilih oleh DPRD. Berada di tengah-tengah kedua opsi, PKB memilih mendukung agar gubernur tetap dipilih langsung, sedangkan bupati/wali kota dipilih DPRD.

Rapat pimpinan DPR pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR terakhir telah sepakat, kalau agenda pengambilan keputusan terkait RUU yang sudah mulai dibahas sejak sekitar 2 tahun lalu itu, ditunda. Diagendakan, pengambilan keputusan di tingkat panja akan dilakukan pada 22 September nanti. Dan, kemudian dibawa ke sidang paripurna untuk diambil keputusan akhir pada 25 September.

Kemarin, politisi PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin mengajak agar rakyat ikut memboikot secara nasional Pilkada oleh DPRD dalam RUU Pilkada yang kini sedang dibahas tersebut. Alasannya, mekanisme lewat DPRD tersebut tidak mewakili mayoritas suara rakyat.

“Saya sarankan boikot nasional karena ada mayoritas konstituen yang tidak terwakili oleh DPRD. Masyarakat berhak memboikot karena tidak terwakili oleh anggota DPRD di daerah,” kata wakil ketua Komisi I DPR tersebut.

Dia kemudian mengambil contoh betapa tidak terwakilinya rakyat dalam model pemilihan lewat DPRD, jika nanti jadi diterapkan. Di daerah pemilihannya, Majalengka, hanya ada 1,2 juta rakyat yang memilih dari keseluruhan DPT pileg. Hasilnya, terpilih lah 50 orang anggota DPRD Majalengka dengan estimasi masing-masing caleg meraih suara antara 5-7 ribu suara. “Anggaplah 7 ribu per caleg, maka kalau dikali 50, cuma 350 ribu. Lalu, yang 800 ribu lebih suara lainnya kemana? Mereka kan tidak mencoblos orang-orang yang terpilih ini,” beber ketua departemen politik DPP PDIP tersebut.

Karena itu lah, lanjut dia, rakyat perlu untuk memberikan respon keras jika sejumlah fraksi masih ngotot dengan opsi pemilihan kepala daerah lewat DPRD. “Rakyat berhak memboikot karena ini pengkhianatan suara rakyat,” jelasnya kembali.

Jika disimulasikan, ketentuan pemilihan kepala daerah lewat DPRD tentu akan merugikan partai-partai yang di koalisi Jokowi-JK, termasuk PDIP. Melihat komposisi kepemilikan kursi di masing-masing partai DPRD provinsi, maka KMP berpotensi besar menyapu bersih seluruh gubernur. Dengan catatan, partai-partai di koalisi yang mengusung Prabowo-Hatta di pilpres lalu tetap solid hingga ke daerah.   (bay/dyn/ken/idr/rbb)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/