Ratas tersebut menghasilkan sejumlah hal. Presiden menyetujui operasi pemberantasan pungli. Konsep operasi tersebut masih akan dietailkan di Kemenkopolhukam. Sasarannya adalah layanan masyarakat yang berkaitan dengan hukum. Di saat bersamaan, kemenkopolhukam dan jajarannya diminta mencari cara mempercepat layanan hukum yang ada saat ini. Termasuk penyederhanaan penanganan tilang.
Menkopolhukam Wiranto menjelaskan, Indonesia terlalu banyak memiliki regulasi hukum. Saat ini ada sekitar 60 ribu aturan hukum yang dimiliki Indonesia. ’’Ini perlu dilakukan penyederhanaan. Yang tumpang tindih, tidak jelas, tidak efektif, itu akan ditapis (disaring) kembali,’’ ujarnya usai ratas. Aturan-aturan tersebut berakibat ketidakpastian hukum karena banyaknya interpretasi.
Dia menyebut setidaknya ada tujuh kelompok masalah yang berhasil diinventarisir. Pertama, di bidang layanan publik. Kemudian, penyelesaian kasus, penataan regulasi, dan pembenahan manajemen perkara. Berikutnya adalah penguatan SDM aparat penegak hukum, penguatan lembaga, dan pembangunan budaya hukum.
Dari ketujuh persoalan itu, ada beberapa yang bakal menjadi prioritas. Untuk tahap pertama, pemerintah bakal melakukan lima hal. Pertama, melaksanakan OPP. Dalam ratas dibeberkan, bahwa sebab utama pungli adalah pelayanan yang masih bertele-tele. Akibatnya, muncul transaksi gelap untuk mempercepat pengurusan dokumen ataupun izin.
Untuk itu, bakal dibuat sistem pelaporan pungli secara online. Masyarakat yang mengetahui atau mengalami pungli bisa langsung melapor secara online, dan satuan tugas yang terkait akan langsung turun menangani.
Selain memberangus para pelaku pungli, pemerintah juga mengupayakan untuk mempercepat layanan. ’’Kalau SIM dan SKCK itu sebenarnya sudah cepat, dua jam. Tapi untuk STNK dan BPKB mudah-mudahan Januari (2017) uga bisa cepat,’’ lanjut mantan Panglima ABRI itu. Kapolri sudah menggaransi bahwa layanan akan berlangsung lebih cepat.
Program berikutnya adalah operasi pemberantasan penyelundupan. Untuk penanganannya, bakal dibentuk satuan tugas yang khusus menangani penyelundupan. Saat ini masih banyak pelabuhan tikus dan lokasi terpencil yang menjadi pintu masuk barang selundupan. Layanan izin tinggal terbatas juga termasuk program prioritas.
Terakhir adalah relokasi lapas. Wiranto menjelaskan, hampir semua lapas Indonesia sudah overkapasitas. ’’Kelebihannya itu berkisar 75 sampai 200 persen, kalau dirata-rata nasional kelebihan 80 persen,’’ urainya. Tidak heran, banyak lapas ustru menjadi sekolah kejahatan baru bagi narapidana karena area pembinaan makin sempit.
Sejumlah lapas bakal direlokasi. Pihaknya masih akan mendata mana saja lapas yang perlu relokasi. Yang paling utama adalah pemisahan penghuni. Minimal pemisahan napi narkoba dan teroris dari narapidana kasus kejahatan lainnya.
Kemudian, untuk mengurangi penghuni lapas, bakal ada pembaruan sistem hukum terutama untuk tindak pidana ringan (tipiring). Diupayakan agar tipiring tidak perlu sampai masuk ke pengadilan. ’’Ada cara-cara baru yang lebih efisien, misalnya denda,’’ tambahnya. (mia/byu/bil/jpg)