30.6 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Kotak Hitam Pesawat Sriwijaya Air Jatuh Ditemukan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kotak hitam atau black box Sriwijaya Air SJ 182 telah ditemukan oleh tim SAR gabungan pada Selasa (12/1) sekitar pukul 16.00 WIB. Kotak hitam ditemukan di antara Pulau Laki dan Lancang, Kepulauan Seribu, Jakarta oleh tim Kopaskal Armada 1 TNI Angkatan Laut.

KOTAK HITAM: Black box atau kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ182 berupa FDR, ditemukan oleh tim penyelam TNI Angkatan Laut (AL). FDR berfungsi untuk merekam data-data penerbangan. Alat ini merekam data-data teknis pesawat, seperti ketinggian, kecepatan, putaran mesin, radar, autopilot, dan lain-lain. Ada 5 sampai 300 parameter data penerbangan yang direkam dalam black box ini.

Setiba di JICT, kotak hitam akan diserahkan ke tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk diteliti lebih lanjut. Tak hanya Kopaskal, turut dalam rombongan pencari black box di antaranya penyelam Dislambair dan Taifib.

Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menjelaskan kronologi temuan perangkat flight data recorder (FDR) yang menjadi bagian dari black box atau kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Panglima TNI menjelaskan, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono sebelum melaporkan jika FDR sudah ditemukan tim penyelam sekitar pukul 14.00 WIB.

Namun, setelah diangkat ke permukaan, ternyata penemuan awal tersebut baru berupa pecahan perangkat FDR. Seketika, Panglima TNI pun memerintahkan agar KSAL kembali melakukan pencarian terhadap bagian kotak hitam itu.

Setelah dikeluarkannya instruksi pencarian lanjutan, tim penyelam kemudian bergegas kembali melakukan operasi pencarian di sekitar titik temuan awal. Tak kurang dari tiga jam berikutnya, usaha petugas pun membuahkan hasil. FDR yang dicari akhirnya ditemukan. “Pukul 16.40, KSAL melaporkan kembali bahwa FDR sudah ditemukan,” kata dia.

Akan tetapi, tim SAR gabungan masih mempunyai tugas berikutnya, yakni melakukan pencarian terhadap perangkat cockpit voice recorder (CVR).

Diketahui, kotak hitam terdiri dari dua perangkat, yakni CVR atau yang dikenal perangkat percakapan dalam kokpit pesawat dan FDR yang berisikan rekaman data penerbangan. “Kami meyakini semua bahwa karena cockpit voice recorder akan ditemukan (di lokasi) sekitar itu, maka dengan keyakinan tinggi, cockpit voice recorder juga akan segera ditemukan,” kata dia.

Pesawat dengan rute penerbangan Jakarta-Pontianak ini jatuh di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Sabtu (9/1), sekitar pukul 14.40 WIB. Saat itu, pesawat tengah mengangkut 62 orang yang terdiri dari enam kru aktif, 46 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi. Sejak evakuasi hari pertama, petugas mulai mendapatkan serpihan pesawat dan bagian tubuh korban.

Tidak Meledak, Elevator Copot

Hingga saat ini, bagaimana sebenarnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh ke laut masih menjadi misteri. Kepastian akan kronologi jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 beserta penyebabnya diperkirakan akan terungkap saat Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan investigasi melalui kotak hitam atau black box Sriwjaya Air SJ 182.

Meski demikian, sejumlah pendapat dan dugaan mengenai kronologi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 disampaikan oleh sejumlah pihak. Diduga mesin pesawat dalam kondisi hidup dan pesawat tidak meledak sebelum akhirnya terjun ke laut. Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono menduga mesin pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih hidup sebelum akhirnya pesawat terjun ke laut.

Dugaan itu dikemukakan berdasar fakta pesawat tercatat berada pada ketinggian 250 kaki sebelum hilang kontak. Hal itu terekam dalam data radar (ADS-B) dari Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).

“Terekamnya data sampai dengan 250 kaki, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data,” kata Soerjanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/1).

Berdasar data itu, lanjut Soerjanto, Sriwijaya Air take off pada pukul 14.36 WIB. Pesawat kemudian terbang ke arah barat laut dan mencapai ketinggian 10.900 kaki pada pukul 14.40 WIB. Namun, pesawat menurun dan data terakhir menunjukkan pesawat berada di ketinggian 250 kaki hingga akhirnya tak terpantau radar.

Soerjanto juga menduga pesawat tidak meledak sebelum terjun ke laut. Hal ini didasarkan pada adanya sebaran puing-puing pesawat dengan besaran lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter yang didapat dari KRI Rigel.

“Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air,” jelasnya.

Dugaan ini diperkuat dengan temuan Basarnas berupa mesin turbine disc dengan fan blade yang mengalami kerusakan. “Kerusakan pada fan blade menunjukkan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai dengan pesawat pada ketinggian 250 kaki,” ungkap dia.

Sementara pengamat penerbangan Andi Isdar Yusuf menduga, jatuhnya pesawat Sriwijaya Air disebabkan oleh elevator yang copot. Lepasnya elevator itu mengakibatkan pesawat terjun bebas ke laut.

Menurut Andi, elevator adalah kompartemen penting dalam penerbangan. Ketika elevator lepas, pilot tak bisa berbuat banyak. “Dugaan saya, elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 copot. Ini kompartemen penting dalam pesawat. “Kalau ini copot, pilot tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Andi Isdar Yusuf via telepon, Senin (11/1) pagi.

Andi mengatakan, begitu elevator copot, pesawat terjun ke laut. Ia menduga pesawat menghantam hingga ke dasar laut mengingat kedalaman laut yang dangkal sekira 23 meter.

Alumnus Universitas Hasanudin ini melanjutkan, elevator yang ia maksud terletak di bagian belakang pesawat. “Letaknya itu di belakang, saya horisontal di ekor pesawat,” kata dia.

Elevator berbentuk sirip horizontal yang memiliki fungsi kontrol mengarahkan badan pesawat naik atau turun. Selanjutnya mengangkat atau menurunkan ketinggian pesawat dengan mengubah sudut kontak sayap pesawat.

“Jadi elevator itu naik-turun. Dulu digerakkan pakai kabel, sekarang sudah nirkabel, otomatis. Saya menduga, elevatornya itu copot karena perawatan yang tidak maksimal. “Itu kan semacam engsel yang bergerak naik-turun, bisa saja karatan, atau hal lain. Makanya faktor perawatan sangat penting,” jelas Andi Isdar Yusuf.

Bila elevator bergerak ke atas, kontak elevator dengan udara akan menekan turun bagian ekor pesawat, secara otomatis, hidung pesawat akan mengarah ke atas. Ini akan menyebabkan sayap pesawat mengangkat ketinggian badan pesawat karena sudut kontak sayap pesawat dengan udara bertambah. Demikian pula sebaliknya.

“Coba bayangkan, di ketinggian ribuan meter, dengan kecepatan tinggi, elevator Sriwijaya Air SJ-182 yang begitu signifikan fungsinya copot atau tidak berfungsi,” kata Andi Isdar Yusuf.

Beda jika salah satu mesin yang rusak atau tidak berfungsi. Jika kondisi ini yang terjadi, kata Andi Isdar Yusuf, maka pilot masih punya waktu untuk melakukan kontak dengan pihak luar.

“Dan pasti, jika salah satu mesin yang rusak, pilot akan kembali. Yang seperti ini sering kami alami dulu dan pilot pasti kembali.

“Tapi kalau elevator yang rusak, copot, tidak ada pilihan, langsung terjun bebas itu pesawat,” jelas Andi Isdar Yusuf.

Lebih lanjut, Andi Isdar Yusuf mengatakan, sebenarnya elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 sudah berfungsi dan kondisi pesawat sudah melewati masa krusial penerbangan. Karena sudah mengangkasa. Sebab, masa krusial dan saat paling kritis dalam penerbangan adalah ketika pesawat akan naik. Dan ini hanya seper sekian detik.

“Begitu pesawat sudah… tek, naik, itu berarti elevator sudah berfungsi dan masa kritis berakhir. “Tapi mungkin ini elevatornya copot saat sudah naik ribuan meter,” kata Andi Isdar Yusuf.

Meski demikian, Andi Isdar Yusuf menegaskan, penyebab Sriwijaya Air SJ 182 jatuh belum bisa dipastikan. Semua pihak harus menunggu hasil kajian KNKT, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai pihak berwenang. “Setelah itu dicari kotak hitam. Nah, setelah semuanya itu, barulah dilakukan pengkajian penyebab jatuhnya. “Dan hasil kajian NKT itulah yang akan mengungkap penyebab Sriwijaya Air jatuh. “Jadi kita tunggu hasil kajian KNKT tentang penyebab Swirijaya Air Jatuh,” kata Andi Isdar Yusuf. (kps/lp6/trbn)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kotak hitam atau black box Sriwijaya Air SJ 182 telah ditemukan oleh tim SAR gabungan pada Selasa (12/1) sekitar pukul 16.00 WIB. Kotak hitam ditemukan di antara Pulau Laki dan Lancang, Kepulauan Seribu, Jakarta oleh tim Kopaskal Armada 1 TNI Angkatan Laut.

KOTAK HITAM: Black box atau kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ182 berupa FDR, ditemukan oleh tim penyelam TNI Angkatan Laut (AL). FDR berfungsi untuk merekam data-data penerbangan. Alat ini merekam data-data teknis pesawat, seperti ketinggian, kecepatan, putaran mesin, radar, autopilot, dan lain-lain. Ada 5 sampai 300 parameter data penerbangan yang direkam dalam black box ini.

Setiba di JICT, kotak hitam akan diserahkan ke tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk diteliti lebih lanjut. Tak hanya Kopaskal, turut dalam rombongan pencari black box di antaranya penyelam Dislambair dan Taifib.

Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menjelaskan kronologi temuan perangkat flight data recorder (FDR) yang menjadi bagian dari black box atau kotak hitam pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Panglima TNI menjelaskan, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono sebelum melaporkan jika FDR sudah ditemukan tim penyelam sekitar pukul 14.00 WIB.

Namun, setelah diangkat ke permukaan, ternyata penemuan awal tersebut baru berupa pecahan perangkat FDR. Seketika, Panglima TNI pun memerintahkan agar KSAL kembali melakukan pencarian terhadap bagian kotak hitam itu.

Setelah dikeluarkannya instruksi pencarian lanjutan, tim penyelam kemudian bergegas kembali melakukan operasi pencarian di sekitar titik temuan awal. Tak kurang dari tiga jam berikutnya, usaha petugas pun membuahkan hasil. FDR yang dicari akhirnya ditemukan. “Pukul 16.40, KSAL melaporkan kembali bahwa FDR sudah ditemukan,” kata dia.

Akan tetapi, tim SAR gabungan masih mempunyai tugas berikutnya, yakni melakukan pencarian terhadap perangkat cockpit voice recorder (CVR).

Diketahui, kotak hitam terdiri dari dua perangkat, yakni CVR atau yang dikenal perangkat percakapan dalam kokpit pesawat dan FDR yang berisikan rekaman data penerbangan. “Kami meyakini semua bahwa karena cockpit voice recorder akan ditemukan (di lokasi) sekitar itu, maka dengan keyakinan tinggi, cockpit voice recorder juga akan segera ditemukan,” kata dia.

Pesawat dengan rute penerbangan Jakarta-Pontianak ini jatuh di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Sabtu (9/1), sekitar pukul 14.40 WIB. Saat itu, pesawat tengah mengangkut 62 orang yang terdiri dari enam kru aktif, 46 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi. Sejak evakuasi hari pertama, petugas mulai mendapatkan serpihan pesawat dan bagian tubuh korban.

Tidak Meledak, Elevator Copot

Hingga saat ini, bagaimana sebenarnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh ke laut masih menjadi misteri. Kepastian akan kronologi jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 beserta penyebabnya diperkirakan akan terungkap saat Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan investigasi melalui kotak hitam atau black box Sriwjaya Air SJ 182.

Meski demikian, sejumlah pendapat dan dugaan mengenai kronologi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 disampaikan oleh sejumlah pihak. Diduga mesin pesawat dalam kondisi hidup dan pesawat tidak meledak sebelum akhirnya terjun ke laut. Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono menduga mesin pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih hidup sebelum akhirnya pesawat terjun ke laut.

Dugaan itu dikemukakan berdasar fakta pesawat tercatat berada pada ketinggian 250 kaki sebelum hilang kontak. Hal itu terekam dalam data radar (ADS-B) dari Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).

“Terekamnya data sampai dengan 250 kaki, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data,” kata Soerjanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/1).

Berdasar data itu, lanjut Soerjanto, Sriwijaya Air take off pada pukul 14.36 WIB. Pesawat kemudian terbang ke arah barat laut dan mencapai ketinggian 10.900 kaki pada pukul 14.40 WIB. Namun, pesawat menurun dan data terakhir menunjukkan pesawat berada di ketinggian 250 kaki hingga akhirnya tak terpantau radar.

Soerjanto juga menduga pesawat tidak meledak sebelum terjun ke laut. Hal ini didasarkan pada adanya sebaran puing-puing pesawat dengan besaran lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter yang didapat dari KRI Rigel.

“Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air,” jelasnya.

Dugaan ini diperkuat dengan temuan Basarnas berupa mesin turbine disc dengan fan blade yang mengalami kerusakan. “Kerusakan pada fan blade menunjukkan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai dengan pesawat pada ketinggian 250 kaki,” ungkap dia.

Sementara pengamat penerbangan Andi Isdar Yusuf menduga, jatuhnya pesawat Sriwijaya Air disebabkan oleh elevator yang copot. Lepasnya elevator itu mengakibatkan pesawat terjun bebas ke laut.

Menurut Andi, elevator adalah kompartemen penting dalam penerbangan. Ketika elevator lepas, pilot tak bisa berbuat banyak. “Dugaan saya, elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 copot. Ini kompartemen penting dalam pesawat. “Kalau ini copot, pilot tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Andi Isdar Yusuf via telepon, Senin (11/1) pagi.

Andi mengatakan, begitu elevator copot, pesawat terjun ke laut. Ia menduga pesawat menghantam hingga ke dasar laut mengingat kedalaman laut yang dangkal sekira 23 meter.

Alumnus Universitas Hasanudin ini melanjutkan, elevator yang ia maksud terletak di bagian belakang pesawat. “Letaknya itu di belakang, saya horisontal di ekor pesawat,” kata dia.

Elevator berbentuk sirip horizontal yang memiliki fungsi kontrol mengarahkan badan pesawat naik atau turun. Selanjutnya mengangkat atau menurunkan ketinggian pesawat dengan mengubah sudut kontak sayap pesawat.

“Jadi elevator itu naik-turun. Dulu digerakkan pakai kabel, sekarang sudah nirkabel, otomatis. Saya menduga, elevatornya itu copot karena perawatan yang tidak maksimal. “Itu kan semacam engsel yang bergerak naik-turun, bisa saja karatan, atau hal lain. Makanya faktor perawatan sangat penting,” jelas Andi Isdar Yusuf.

Bila elevator bergerak ke atas, kontak elevator dengan udara akan menekan turun bagian ekor pesawat, secara otomatis, hidung pesawat akan mengarah ke atas. Ini akan menyebabkan sayap pesawat mengangkat ketinggian badan pesawat karena sudut kontak sayap pesawat dengan udara bertambah. Demikian pula sebaliknya.

“Coba bayangkan, di ketinggian ribuan meter, dengan kecepatan tinggi, elevator Sriwijaya Air SJ-182 yang begitu signifikan fungsinya copot atau tidak berfungsi,” kata Andi Isdar Yusuf.

Beda jika salah satu mesin yang rusak atau tidak berfungsi. Jika kondisi ini yang terjadi, kata Andi Isdar Yusuf, maka pilot masih punya waktu untuk melakukan kontak dengan pihak luar.

“Dan pasti, jika salah satu mesin yang rusak, pilot akan kembali. Yang seperti ini sering kami alami dulu dan pilot pasti kembali.

“Tapi kalau elevator yang rusak, copot, tidak ada pilihan, langsung terjun bebas itu pesawat,” jelas Andi Isdar Yusuf.

Lebih lanjut, Andi Isdar Yusuf mengatakan, sebenarnya elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 sudah berfungsi dan kondisi pesawat sudah melewati masa krusial penerbangan. Karena sudah mengangkasa. Sebab, masa krusial dan saat paling kritis dalam penerbangan adalah ketika pesawat akan naik. Dan ini hanya seper sekian detik.

“Begitu pesawat sudah… tek, naik, itu berarti elevator sudah berfungsi dan masa kritis berakhir. “Tapi mungkin ini elevatornya copot saat sudah naik ribuan meter,” kata Andi Isdar Yusuf.

Meski demikian, Andi Isdar Yusuf menegaskan, penyebab Sriwijaya Air SJ 182 jatuh belum bisa dipastikan. Semua pihak harus menunggu hasil kajian KNKT, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai pihak berwenang. “Setelah itu dicari kotak hitam. Nah, setelah semuanya itu, barulah dilakukan pengkajian penyebab jatuhnya. “Dan hasil kajian NKT itulah yang akan mengungkap penyebab Sriwijaya Air jatuh. “Jadi kita tunggu hasil kajian KNKT tentang penyebab Swirijaya Air Jatuh,” kata Andi Isdar Yusuf. (kps/lp6/trbn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/