JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kebijakan tak lazim kembali dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Kali ini soal masa perbaikan dokumen persyaratan bakal calon anggota legislatif (Bacaleg). Dalam peraturan KPU, tahapan itu sudah ditutup 9 Juli lalu. Namun, ternyata parpol masih boleh melakukan perbaikan hingga 16 Juli mendatang.
Keputusan perpanjangan masa perbaikan berkas Bacaleg itu terungkap dalam surat dinas Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari. Yakni, Nomor 700/PL.01.4-SD/05/2023 yang ditujukan kepada KPU provinsi dan surat Nomor 701/PL.01.4-SD/05/2023 yang ditujukan kepada pimpinan parpol peserta Pemilu 2024.
Dalam surat tersebut, Ketua KPU RI memberikan kesempatan bagi parpol untuk memperbaiki dokumen. Khususnya dokumen persyaratan yang berpotensi Bacaleg bersangkutan akan dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Parpol boleh mengganti atau melengkapi dokumen persyaratan administrasi yang telah diajukan pada 26 Juni–9 Juli 2023.
Komisioner KPU RI Idham Holik membenarkan adanya masa tambahan tersebut. Dia menyebut, perpanjangan itu hanya untuk memperbaiki hal teknis. “Misalnya, kemarin ada dokumen yang belum diganti karena buru-buru nggak ke-submit, diperkenankan untuk diperbaiki,” ujarnya.
Idham mengklaim, tidak ada yang dilanggar dalam penerbitan surat dinas KPU itu. Sebagai regulator, pihaknya berwenang membuat aturan-aturan teknis. “Agar KPU provinsi, KIP Aceh, KPU, KIP kabupaten/kota se-Indonesia bekerja ada pedomannya, maka kami terbitkan,” imbuhnya.
Sementara itu, koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita mengkritik ketidaklaziman kebijakan KPU tersebut. Perpanjangan perbaikan tidak sesuai dengan salah satu prinsip penyelenggaraan Pemilu, yakni berkepastian hukum. “Pelaksanaan tahapan pencalonan yang mendasarkan pada prinsip berkepastian hukum juga diatur dalam Pasal 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023,” ucapnya.
Ketidakkonsistenan KPU, bagi Mita, bukan hal baru. Sebelumnya, hal serupa terjadi dalam masa pendaftaran. Kebijakan itu bahkan berujung munculnya kasus KPU Kalimantan Timur yang diputus melanggar saat menerima tambahan bacaleg Partai Garuda.
Dia juga mempertanyakan kekuatan hukum surat ketua KPU. Terlebih, ada indikasi bertentangan dengan PKPU yang membatasi masa perbaikan maksimal 9 Juli. “Apalagi kebijakan atau surat keputusan bukan merupakan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Jika kebijakan serupa dibiasakan, Mita menilai bisa berbahaya untuk kepercayaan publik terhadap keajekan tahapan. ’’Bisa saja publik menganggap bahwa jadwal pelaksanaan pemungutan suara diundur,’’ jelasnya. Dia juga mengkritik kinerja parpol. Berulangnya masa perpanjangan itu menjadi indikator kesiapan parpol dalam pencalegan tidak berjalan dengan baik. (far/c18/hud/jpg)