JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kenaikan BBM beberapa waktu lalu diprediksi akan menyebabkan kenaikan inflasi Indonesia sebanyak 1,8 persen. Kemarin (12/9), Presiden Joko Widodo melakukan pembahasan penanganan inflasi bersama pemerintah daerah. Dia ingin agar pemerintah daerah turut dalam mencegah inflasi.
“Saya minta provinsi kabupaten dan kota itu juga ikut secara detil bersama sama pemerintah pusat membantu yang terdampak karena kenaikan penyesuaian harga dari BBM ini,” kata Jokowi dalam sambutannya. Menurut dat yang didapatnya, inflasi di Indonesia akan bertambah hingga 1,8 persen.
Dia yakin, jika ada kolaborasi pusat dan daerah, maka inflasi tetap terkendali. Presiden juga menyentil beberapa pemda yang tercatat memiliki inflasi tinggi. Adapun 10 kabupaten/kota mencatat laju inflasi tertinggi, yakni Luwuk (7,8 persen), Jambi (7,8 persen), Kotabaru (7,5 persen), Sampit (7,5 persen), Tanjung Selor (7,4 persen), Jayapura (7,4 persen), Sintang (7,4 persen), Bungo (7,2 persen), Padang (7,1 persen), dan Sibolga (6,9 persen). “Ini sekali lagi hati-hati. Nanti kalau tidak diintervensi mulai ada kenaikan kemiskinan,” imbuhnya.
Pemerintah pusat melalui peraturan menteri dalam negeri dan menteri keuangan telah mengeluarkan aturan untuk penggunaan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) sebagai tambahan bantuan sosial dan biaya transportasi. Besarnya hingga 2 persen. Kebijakan itu diharapkan bisa menanggulangi dampak inflasi di masyarakat.
DAU dan DBH sebesar 2 persen memiliki nilai yang besar. Dia menjlentrehkan, per kemarin (12/9), posisi 2 persen DAU itu senilai 2,17 triliun. Belum lagi ada anggaran belanja tidak terduga yang dianggarkan Rp 16,4 triliun namun baru digunakan Rp 6,5 triliun. “Artinya masih ada ruang yang sangat besar untuk menggunakan dana alokasi umum maupun belanja tidak terduga oleh provinsi, kabupaten, maupun kota,” bebernya.
Jokowi menuturkan, subsidi biaya transportasi untuk bahan pangan cukup efektif kendalikan inflasi. Ini sudah dicobanya ketika menjadi Wali Kota Solo beberapa waktu lalu. Meski harga distribusi naik, jika pemerintah daerah mau menyubsidi maka harga di pasaran bisa lebih murah. “Kalau sebuah daerah terjadi kenaikan harga barang dan jasa dan kepala daerahnya diam saja, artinya dia tidak ngerti inflasi itu apa dan berakibat kepada rakyatnya itu apa,” tuturnya.
Jokowi juga mengkritisi APBD yang baru digunakan 47 persen. Dia minta kepada seluruh gubernur, bupati, wali kota agar tiga bulan ke depan dapat memanfaatkan APBD itu dengan baik. Sebab, kontribusi APBD terhadap pertumbuhan ekonomi cukup signifikan. Jika pemerintah abai, maka inflasi tidak bisa dielakan. Sehingga angka kemiskinan bisa meningkat. “Begitu harga pangan naik, artinya di sebuah daerah kemiskinan juga akan terkerek ikut naik,” ucapnya.
Terpisah, Ekonom Indef Naiul Huda menuturkan, beban inflasi ke depan dipastikan bertambah. Hal itu dipicu kenaikan harga BBM subsidi yang diiringi dengan kenaikan tarif ojek online (ojol). “Inflasi kita saat ini cukup tinggi di 4,69 persen (Agustus 2022). Adanya kenaikan BBM dan diikuti dengan kenaikan transportasi bisa mengerek inflasi jauh lebih tinggi lagi. Ini yang kita tidak mau,” jelasnya.
Huda menyebut, sektor transportasi adalah penyumbang tertinggi kedua inflasi setelah kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Dengan adanya kenaikan tarif ojol, tentu lonjakan inflasi tidak bisa dihindari. “Makanya waktu itu, kami minta hitung ulang tarif ojol. Makanya jadi 6-10 persen. Karena terkait dengan dampak inflasi yang bisa saja terjadi,” imbuhnya.
Berdasar kalkulasinya, jika kenaikan tarif ojol bisa memicu inflasi hingga 2 persen maka secara makro akan mengurangi PDB hingga Rp1,76 triliun. Selain itu juga bisa menurunkan upah tenaga kerja nasional secara riil turun 0,0094 persen. Juga bisa menurunkan pendapatan usaha 0,017 persen, serta potensi penurunan tenaga kerja 14.000 jiwa dan peningkatan penduduk miskin 0,14 persen.
Kemudian, jika kenaikan tarif ojol mendorong tambahan inflasi nasional hingga 0,5 persen, maka pengurangan PDB diproyeksi mencapai RP 436 miliar. Tidak hanya itu, upah tenaga kerja turun 0,0006 persen, potensi penurunan jumlah tenaga kerja hanya 869 jiwa dan kenaikan jumlah penduduk miskin juga relatif terbatas dengan 0,04 persen.
Oleh karena itu, dia menyebut ketika sebelumnya pemerintah berencana untuk menaikkan tarif ojek online sebesar 30-45 persen, berbagai kalangan dengan keras mengkritisi karena dikhawatirkan bisa menyebabkan kenaikan inflasi yang imbasnya merembet ke semua bidang. ‘’Makanya ketika isunya akan naik 30-45 persen, itu kita kritis sekali. Kita tidak mau ini terlalu tinggi sehingga menyebabkan inflasi kita tinggi dan efek dominonya kemana-mana. Makanya kita minta hitung ulang karena terkait dengan dampak inflasi yang bisa saja terjadi,’’ katanya. (lyn/dee/jpg)