23.7 C
Medan
Saturday, January 18, 2025

Bonaran Terus Melawan

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS Bupati Tapanuli Tengah, Bonaran Situmeang, mengenakan rompi tahanan usai diperiksa 7 jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam putusan Akil, Bonaran disebut terbukti menyuap Akil sebesar Rp1,8 miliar. Uang tersebut diduga kuat terkait dengan pelaksanaan pilkada di Kabupaten Tapanuli Tengah. Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dimenangkan oleh pasangan Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung. Namun keputusan KPUD Tapanuli Tengah digugat oleh pasangan lawan.
FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Bupati Tapanuli Tengah, Bonaran Situmeang, mengenakan rompi tahanan usai diperiksa 7 jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam putusan Akil, Bonaran disebut terbukti menyuap Akil sebesar Rp1,8 miliar, diduga terkait pelaksanaan pilkada di Kabupaten Tapanuli Tengah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nasib berbeda dialami pasangan pemimpin Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Sang bupati, Bonaran Situmeang, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan darahnya rawan membeku karena sulit mendapatkan obat. Di sisi lain, sang wakil, Sukran Jamilan Tanjung, resmi menjadi pelaksana (Plt) bupati Tapteng.

Itulah sebab Bonaran menganggap KPK memperlakukan dirinya secara sewenang-wenang. Bonaran pun berniat terus melakukan perlawanan dari balik jeruji tahanan Rutan Guntur. Sudah dua kali bentuk perlawanan dia lakukan.

Perlawanan pertama dilakukan saat tim pengacara dilarang membesuk ke rutan yang terletak di kompleks Markas Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) Jaya itu. Sumber menceritakan, pada Selasa (7/10), atau selang sehari penahanan, tim kuasa hukum yang dipimpin Tommy Sihotang, hendak membesuk Bonaran. Sesuai prosedur, sebelum membesuk ke rutan, harus mengurus izin dulu ke KPK.

Izin pun sudah dikantongi, lantas tim kuasa hukum Bonaran bertandang ke rutan, yang bangunannya merupakan peninggalan jaman Belanda itu. “Tapi sampai di rutan, malah gak boleh masuk. Kata petugas di rutan, baru saja ada telepon dari KPK, katanya tidak boleh masuk, masa isolasi satu minggu tak boleh dibesuk. Tim pengacara langsung marah, protes, mengadu ke Komnas HAM. Rabu mereka baru bisa masuk ke rutan,” beber sumber yang merupakan orang dekat Bonaran, kepada Sumut Pos, kemarin (12/10).

Dia mewanti-wanti agar namanya tidak ditulis di koran ini. Alasannya, agar dirinya tidak dipersulit izinnya jika ingin menemui Bonaran di rutan. “Itu perlawanan pertama,” imbuhnya.

Yang kedua adalah mengirim surat ke Komnas HAM, Jumat (10/10) pekan lalu, karena Bonaran merasa dipersulit untuk menerima kiriman obat pengencer darah dari pihak keluarga. Sampai-sampai, suratnya yang dikirim ke Komnas HAM dan Ketua DPR itu diberi judul ‘Jangan Bunuh Saya’.

Sakit apakah yang diderita Bonaran? Sumber itu menjelaskan, Bonaran sudah lama mengidap penyakit jantung. Jauh hari sebelum menjadi bupati, yakni saat masih aktif sebagai pengacara, Bonaran sudah menjadi pasien rawat jalan sebuah rumah sakit di Singapura.”Kalau obatnya habis, ada kurir yang mengurus obatnya dari Singapura. Obat pengencer darah, itu bahasa awamnya. Setiap hari harus diminum,” bebernya.

Apakah setelah kirim surat ke Komnas HAM, obat dimaksud sudah diterima dan dikonsumsi Bonaran? Dia belum berani memastikan. “Yang pasti kalau tak minum rentan pembekuan darah,” imbuhnya.

Dia juga memastikan, Bonaran akan terus melakukan perlawanan. Diakui, sudah banyak saran yang masuk ke Bonaran agar dia tak melakukan perlawanan. Pasalnya, bisa-bisa sikapnya itu berdampak pada tingginya tuntutan hukuman yang akan diberikan oleh jaksa KPK nantinya.

“Tapi Bonaran sudah bertekad melawan. Katanya, harus ada yang berani melawan kesewenang-wenangan KPK. Dia tidak takut karena merasa tidak bersalah,” beber dia.

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS Bupati Tapanuli Tengah, Bonaran Situmeang, mengenakan rompi tahanan usai diperiksa 7 jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam putusan Akil, Bonaran disebut terbukti menyuap Akil sebesar Rp1,8 miliar. Uang tersebut diduga kuat terkait dengan pelaksanaan pilkada di Kabupaten Tapanuli Tengah. Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dimenangkan oleh pasangan Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung. Namun keputusan KPUD Tapanuli Tengah digugat oleh pasangan lawan.
FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Bupati Tapanuli Tengah, Bonaran Situmeang, mengenakan rompi tahanan usai diperiksa 7 jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam putusan Akil, Bonaran disebut terbukti menyuap Akil sebesar Rp1,8 miliar, diduga terkait pelaksanaan pilkada di Kabupaten Tapanuli Tengah.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nasib berbeda dialami pasangan pemimpin Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Sang bupati, Bonaran Situmeang, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan darahnya rawan membeku karena sulit mendapatkan obat. Di sisi lain, sang wakil, Sukran Jamilan Tanjung, resmi menjadi pelaksana (Plt) bupati Tapteng.

Itulah sebab Bonaran menganggap KPK memperlakukan dirinya secara sewenang-wenang. Bonaran pun berniat terus melakukan perlawanan dari balik jeruji tahanan Rutan Guntur. Sudah dua kali bentuk perlawanan dia lakukan.

Perlawanan pertama dilakukan saat tim pengacara dilarang membesuk ke rutan yang terletak di kompleks Markas Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) Jaya itu. Sumber menceritakan, pada Selasa (7/10), atau selang sehari penahanan, tim kuasa hukum yang dipimpin Tommy Sihotang, hendak membesuk Bonaran. Sesuai prosedur, sebelum membesuk ke rutan, harus mengurus izin dulu ke KPK.

Izin pun sudah dikantongi, lantas tim kuasa hukum Bonaran bertandang ke rutan, yang bangunannya merupakan peninggalan jaman Belanda itu. “Tapi sampai di rutan, malah gak boleh masuk. Kata petugas di rutan, baru saja ada telepon dari KPK, katanya tidak boleh masuk, masa isolasi satu minggu tak boleh dibesuk. Tim pengacara langsung marah, protes, mengadu ke Komnas HAM. Rabu mereka baru bisa masuk ke rutan,” beber sumber yang merupakan orang dekat Bonaran, kepada Sumut Pos, kemarin (12/10).

Dia mewanti-wanti agar namanya tidak ditulis di koran ini. Alasannya, agar dirinya tidak dipersulit izinnya jika ingin menemui Bonaran di rutan. “Itu perlawanan pertama,” imbuhnya.

Yang kedua adalah mengirim surat ke Komnas HAM, Jumat (10/10) pekan lalu, karena Bonaran merasa dipersulit untuk menerima kiriman obat pengencer darah dari pihak keluarga. Sampai-sampai, suratnya yang dikirim ke Komnas HAM dan Ketua DPR itu diberi judul ‘Jangan Bunuh Saya’.

Sakit apakah yang diderita Bonaran? Sumber itu menjelaskan, Bonaran sudah lama mengidap penyakit jantung. Jauh hari sebelum menjadi bupati, yakni saat masih aktif sebagai pengacara, Bonaran sudah menjadi pasien rawat jalan sebuah rumah sakit di Singapura.”Kalau obatnya habis, ada kurir yang mengurus obatnya dari Singapura. Obat pengencer darah, itu bahasa awamnya. Setiap hari harus diminum,” bebernya.

Apakah setelah kirim surat ke Komnas HAM, obat dimaksud sudah diterima dan dikonsumsi Bonaran? Dia belum berani memastikan. “Yang pasti kalau tak minum rentan pembekuan darah,” imbuhnya.

Dia juga memastikan, Bonaran akan terus melakukan perlawanan. Diakui, sudah banyak saran yang masuk ke Bonaran agar dia tak melakukan perlawanan. Pasalnya, bisa-bisa sikapnya itu berdampak pada tingginya tuntutan hukuman yang akan diberikan oleh jaksa KPK nantinya.

“Tapi Bonaran sudah bertekad melawan. Katanya, harus ada yang berani melawan kesewenang-wenangan KPK. Dia tidak takut karena merasa tidak bersalah,” beber dia.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/