25.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Duo Evi ‘Goyang’ Sumut

DUO EVI: Evi Susanti (kiri) istri Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus  (kanan) istri dari  Erry Nuradi.
DUO EVI: Evi Susanti (kiri) istri Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus (kanan) istri dari
Erry Nuradi.

SUMUTPOS.CO- Di Sumatera Utara ada dua Evi yang membuat Pemerintahan Sumut ‘goyang’. Keduanya Evi Susanti, istri muda Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus istri dari Plt Gubsu Erry Nuradi.

Evi Susanti sudah terlebih dahulu ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap ke tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan bersama suaminya Gatot Pujo Nugroho dan pengacara kondang OC Kaligis. Kini, Evi sudah mendekam di tahanan KPK.

Kemarin (12/10), Evi Diana br Sitorus juga membuat warga Sumut tercengang. Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar periode 2009-2014 itu sudah mengembalikan uang suap batalnya interplasi dan pengesahan APBD Sumut ke KPK. Pengembalian uang tersebut diamini langsung oleh suaminya, Erry Nuradi.

Evi Diana mengembalikan uang suap ke KPK disambut baik Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah itu seharusnya dapat diikuti anggota DPRD Sumut lainnya yang juga diduga menerima gratifikasi serupa, sehingga memudahkan upaya KPK mengungkap kasus tersebut.

“Kita apresiasi bagi yang mau mengembalikan, sebelum nanti KPK menetapkan tersangka,” ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.

Meski di sisi lain, menurut Semendawai, pengembalian uang diduga hasil gratifikasi itu dapat berimplikasi hukum pada diri anggota DPRD Sumut tersebut.

Semendawai mengungkapkan, pada Pasal 1 (2) Undang-undang (UU) No 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diatur mengenai saksi pelaku. Saksi pelaku di sini maksudnya tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

“Mereka (Anggota DPRD Sumut, Red) yang kooperatif dan membantu KPK dalam mengungkapkan kasus dugaan suap pada pengesahan APBD Sumut, tentu akan berimplikasi pada status hukumnya,” ujarnya.

Semendawai menjelaskan, anggota DPRD Sumut yang kooperatif tentu berpeluang untuk ditetapkan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama. Khusus kepada saksi pelaku yang bekerja sama ini, menurut Semendawai, ada hak-hak mereka yang diatur dalam Pasal 10A UU No 31/2014. Di mana saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.

Menurut Direktur Penyelidikan KPK Herry Muryanto, baru ada enam orang anggota DPRD Sumut, masing-masing tiga orang dari periode 2004-2014, dan tiga orang lagi dari periode 2014-2019 yang mengembalikan uang ke KPK. Jumlah totalnya sekitar Rp 300 jutaan. (bbs/ril)

DUO EVI: Evi Susanti (kiri) istri Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus  (kanan) istri dari  Erry Nuradi.
DUO EVI: Evi Susanti (kiri) istri Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus (kanan) istri dari
Erry Nuradi.

SUMUTPOS.CO- Di Sumatera Utara ada dua Evi yang membuat Pemerintahan Sumut ‘goyang’. Keduanya Evi Susanti, istri muda Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus istri dari Plt Gubsu Erry Nuradi.

Evi Susanti sudah terlebih dahulu ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap ke tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan bersama suaminya Gatot Pujo Nugroho dan pengacara kondang OC Kaligis. Kini, Evi sudah mendekam di tahanan KPK.

Kemarin (12/10), Evi Diana br Sitorus juga membuat warga Sumut tercengang. Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar periode 2009-2014 itu sudah mengembalikan uang suap batalnya interplasi dan pengesahan APBD Sumut ke KPK. Pengembalian uang tersebut diamini langsung oleh suaminya, Erry Nuradi.

Evi Diana mengembalikan uang suap ke KPK disambut baik Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah itu seharusnya dapat diikuti anggota DPRD Sumut lainnya yang juga diduga menerima gratifikasi serupa, sehingga memudahkan upaya KPK mengungkap kasus tersebut.

“Kita apresiasi bagi yang mau mengembalikan, sebelum nanti KPK menetapkan tersangka,” ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.

Meski di sisi lain, menurut Semendawai, pengembalian uang diduga hasil gratifikasi itu dapat berimplikasi hukum pada diri anggota DPRD Sumut tersebut.

Semendawai mengungkapkan, pada Pasal 1 (2) Undang-undang (UU) No 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diatur mengenai saksi pelaku. Saksi pelaku di sini maksudnya tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

“Mereka (Anggota DPRD Sumut, Red) yang kooperatif dan membantu KPK dalam mengungkapkan kasus dugaan suap pada pengesahan APBD Sumut, tentu akan berimplikasi pada status hukumnya,” ujarnya.

Semendawai menjelaskan, anggota DPRD Sumut yang kooperatif tentu berpeluang untuk ditetapkan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama. Khusus kepada saksi pelaku yang bekerja sama ini, menurut Semendawai, ada hak-hak mereka yang diatur dalam Pasal 10A UU No 31/2014. Di mana saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.

Menurut Direktur Penyelidikan KPK Herry Muryanto, baru ada enam orang anggota DPRD Sumut, masing-masing tiga orang dari periode 2004-2014, dan tiga orang lagi dari periode 2014-2019 yang mengembalikan uang ke KPK. Jumlah totalnya sekitar Rp 300 jutaan. (bbs/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/