30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Hari Penetapan Calon Rawan Amuk Massa

JAKARTA-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut dijadwalkan akan menetapkan pasangan cagub-cawagub yang berhak maju di pilgub Sumut 2013 mendatang, pada Jumat besok (14/12). Potensi terjadinya kerusuhan bakal terjadi jika ada salah satu atau lebih pasangan calon yang dicoret oleh KPU Sumut. Pencoretan pasangan calon dengan alasan tidak memenuhi syarat kesehatan dinilai yang paling rawan memunculkan amuk massa.

“Karena ukuran sehat itu sangat relatif dan sepenuhnya menjadi hak KPU Sumut untuk memutuskannya. Boleh ada keterangan dokter yang menyebut calon dimaksud tidak sehat, tapi keputusan akhir di tangan KPU Sumut. Ini yang rawan memicu kerusuhan,” ujar Koordinator Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampouw, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (12/12).

Dia memberi contoh kasus pemilukada Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, 2010 silam. Tepatnya pada 21 Mei 2010, terjadi amuk massa, 22 mobil hancur dan 10 di antaranya dibakar massa dengan bom molotov. Dugaan kuat, massa merupakan pendukung pasangan Cabup Dimyati Rosyid (Gus Dim) – M Karel yang diusung Partai Hanura, yang oleh KPU Mojokerto dinyatakan tidak lolos pencalonan.

Gus Dim yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mojokerto dinyatakan tidak lolos tes kesehatan karena menderita penyakit multiorgan. Sekali lagi, Jeirry mengatakan, amuk massa seperti itu terjadi karena masalah kesehatan sangat relatif.

Dia memberi contoh kasus Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang bisa menjadi presiden meski mengalami gangguan kesehatan. “Apakah Gus Dur sakit? Inilah, ukuran kesehatan memang repot. Sebenarnya kita semua punya penyakit. Tapi penyakit apa yang dianggap bisa mengganggu tugas, itu sangat tidak jelas ukurannya,” ujar Jeirry.

Namun demikian, lanjut dia, syarat kesehatan juga penting. Karena kalau sakit-sakitan, maka nanti saat menjabat hanya akan menghabis-habiskan uang APB untuk biaya berobat, dan beban tugas sebagai gubernur atau wagub tidak bisa dikerjakan dengan baik.

Menurut Jeirry, kasus pencoretan kandidat karena alasan kesehatan, sangat jarang terjadi. Yang paling sering terjadi adalah dicoret karena persoalan ijazah. Dia mengingatkan KPU Sumut agar cermat dalam melakukan verifkasi ijazah para kandidat. Jangan sampai setelah penetapan pasangan calon, baru muncul komplain dari masyarakat mengenai ijazah calon tertentu.

“Karena kalau muncul komplain persoalan ijazah setelah penetapan calon, prosesnya menjadi rumit,” ujar Jeirry. Berdasar penga-matannya, KPU biasanya asal-asalan saja melakukan verifikasi ijazah. Apalagi jika tidak ada komplain dari masyarakat, verifikasi hanya dilakukan secara formalitas saja.

“KPU biasanya hanya mengecek ke sekolah, itu pun kalau ada komplain,” imbunya. (sam)

JAKARTA-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut dijadwalkan akan menetapkan pasangan cagub-cawagub yang berhak maju di pilgub Sumut 2013 mendatang, pada Jumat besok (14/12). Potensi terjadinya kerusuhan bakal terjadi jika ada salah satu atau lebih pasangan calon yang dicoret oleh KPU Sumut. Pencoretan pasangan calon dengan alasan tidak memenuhi syarat kesehatan dinilai yang paling rawan memunculkan amuk massa.

“Karena ukuran sehat itu sangat relatif dan sepenuhnya menjadi hak KPU Sumut untuk memutuskannya. Boleh ada keterangan dokter yang menyebut calon dimaksud tidak sehat, tapi keputusan akhir di tangan KPU Sumut. Ini yang rawan memicu kerusuhan,” ujar Koordinator Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampouw, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (12/12).

Dia memberi contoh kasus pemilukada Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, 2010 silam. Tepatnya pada 21 Mei 2010, terjadi amuk massa, 22 mobil hancur dan 10 di antaranya dibakar massa dengan bom molotov. Dugaan kuat, massa merupakan pendukung pasangan Cabup Dimyati Rosyid (Gus Dim) – M Karel yang diusung Partai Hanura, yang oleh KPU Mojokerto dinyatakan tidak lolos pencalonan.

Gus Dim yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mojokerto dinyatakan tidak lolos tes kesehatan karena menderita penyakit multiorgan. Sekali lagi, Jeirry mengatakan, amuk massa seperti itu terjadi karena masalah kesehatan sangat relatif.

Dia memberi contoh kasus Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang bisa menjadi presiden meski mengalami gangguan kesehatan. “Apakah Gus Dur sakit? Inilah, ukuran kesehatan memang repot. Sebenarnya kita semua punya penyakit. Tapi penyakit apa yang dianggap bisa mengganggu tugas, itu sangat tidak jelas ukurannya,” ujar Jeirry.

Namun demikian, lanjut dia, syarat kesehatan juga penting. Karena kalau sakit-sakitan, maka nanti saat menjabat hanya akan menghabis-habiskan uang APB untuk biaya berobat, dan beban tugas sebagai gubernur atau wagub tidak bisa dikerjakan dengan baik.

Menurut Jeirry, kasus pencoretan kandidat karena alasan kesehatan, sangat jarang terjadi. Yang paling sering terjadi adalah dicoret karena persoalan ijazah. Dia mengingatkan KPU Sumut agar cermat dalam melakukan verifkasi ijazah para kandidat. Jangan sampai setelah penetapan pasangan calon, baru muncul komplain dari masyarakat mengenai ijazah calon tertentu.

“Karena kalau muncul komplain persoalan ijazah setelah penetapan calon, prosesnya menjadi rumit,” ujar Jeirry. Berdasar penga-matannya, KPU biasanya asal-asalan saja melakukan verifikasi ijazah. Apalagi jika tidak ada komplain dari masyarakat, verifikasi hanya dilakukan secara formalitas saja.

“KPU biasanya hanya mengecek ke sekolah, itu pun kalau ada komplain,” imbunya. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/