25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Atas Situasi Rohingya, Kemenlu Minta Pertanggungjawaban dari Negara Pihak Konvensi

SUMUTPOS.CO – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) angkat bicara mengenai pengungsi Rohingya yang makin berpolemik di Aceh.

Juru Bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal mengaku, penanganan masalah pengungsi ini, khususnya isu resettlement, sangat lambat oleh pihak-pihak terkait.

Bahkan, sebagian negara yang menjadi pihak dalam Konvensi Pengungsi 1951 justru menolak kedatangan mereka, menolak menampung mereka, bahkan sebagian melakukan revolment dan pushback.

Karenanya, Indonesia meminta pertanggungjawaban dari negara-negara pihak konvensi tersebut untuk segera melakukan pemukiman kembali atau resettlement bagi para pengungsi. Saat ini tercatat sebanyak 1.626 pengungsi Rohingnya yang berada di Aceh.

“Oleh kita meminta agar negara-negara pihak dalam Konvensi dan komunitas internasional menunjukkan tanggung jawab lebih terhadap upaya menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya ini,” ujarnya dalam temu media di Jakarta, Selasa (12/12).

Sebagai negara yang tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, Pemerintah Indonesia terus bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional, khususnya Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dalam menangani masalah ini.

UNHCR pun telah menyampaikan komitmennya untuk menyediakan fasilitas, menangani, dan mempertimbangkan resettlement bagi para pengungsi.

Selain resettlement, lanjut dia, akar masalah dari isu Rohingnya juga harus diselesaikan. Yakni, konflik di Myanmar yang saat ini belum selesai. Indonesia pun telah secara aktif membantu agar konflik di Myanmar ini dapat segera diselesaikan dan demokrasi segera dipulihkan.

Di sisi lain, Kemenlu juga fokus pada dugaan adanya dua tindak kejahatan yang menyertai “terdamparnya” pengungsi Rohingnya di Aceh. Diduga kuat bahwa ada unsur penyelundupan dan perdagangan manusia.

Iqbal menekankan, meski Indonesia tidak memiliki kewajiban menampung pengungsi, namun Indonesia wajib mencegah dan ikut memberantas dua tindak pidana tersebut.

“Karena itu pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mempersekusi para pelaku tindak pidana, baik penyelundupan maupun perdagangan manusia yang terjadi di dalam pergerakan pengungsi Rohingya ke Aceh,” paparnya.

Selain itu, penyelesaian isu Rohingya ini akan dibawa Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi pada pertemuan Global Refugee di Jenewa pada 13 Desember 2023. Termasuk isu Palestina yang terus digaungkan oleh Retno dalam semua pertemuan Internasional. (mia/jpg/ila)

SUMUTPOS.CO – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) angkat bicara mengenai pengungsi Rohingya yang makin berpolemik di Aceh.

Juru Bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal mengaku, penanganan masalah pengungsi ini, khususnya isu resettlement, sangat lambat oleh pihak-pihak terkait.

Bahkan, sebagian negara yang menjadi pihak dalam Konvensi Pengungsi 1951 justru menolak kedatangan mereka, menolak menampung mereka, bahkan sebagian melakukan revolment dan pushback.

Karenanya, Indonesia meminta pertanggungjawaban dari negara-negara pihak konvensi tersebut untuk segera melakukan pemukiman kembali atau resettlement bagi para pengungsi. Saat ini tercatat sebanyak 1.626 pengungsi Rohingnya yang berada di Aceh.

“Oleh kita meminta agar negara-negara pihak dalam Konvensi dan komunitas internasional menunjukkan tanggung jawab lebih terhadap upaya menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya ini,” ujarnya dalam temu media di Jakarta, Selasa (12/12).

Sebagai negara yang tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, Pemerintah Indonesia terus bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional, khususnya Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dalam menangani masalah ini.

UNHCR pun telah menyampaikan komitmennya untuk menyediakan fasilitas, menangani, dan mempertimbangkan resettlement bagi para pengungsi.

Selain resettlement, lanjut dia, akar masalah dari isu Rohingnya juga harus diselesaikan. Yakni, konflik di Myanmar yang saat ini belum selesai. Indonesia pun telah secara aktif membantu agar konflik di Myanmar ini dapat segera diselesaikan dan demokrasi segera dipulihkan.

Di sisi lain, Kemenlu juga fokus pada dugaan adanya dua tindak kejahatan yang menyertai “terdamparnya” pengungsi Rohingnya di Aceh. Diduga kuat bahwa ada unsur penyelundupan dan perdagangan manusia.

Iqbal menekankan, meski Indonesia tidak memiliki kewajiban menampung pengungsi, namun Indonesia wajib mencegah dan ikut memberantas dua tindak pidana tersebut.

“Karena itu pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mempersekusi para pelaku tindak pidana, baik penyelundupan maupun perdagangan manusia yang terjadi di dalam pergerakan pengungsi Rohingya ke Aceh,” paparnya.

Selain itu, penyelesaian isu Rohingya ini akan dibawa Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi pada pertemuan Global Refugee di Jenewa pada 13 Desember 2023. Termasuk isu Palestina yang terus digaungkan oleh Retno dalam semua pertemuan Internasional. (mia/jpg/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/