26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dirjen Pendidikan Vokasi Minta Perubahan soal CASN Lulusan Vokasi

Ada 3,38 Juta Honorer Belum Terdata

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengaku banyak mendapat aduan soal honorer yang belum terdata oleh pemerintah. Setidaknya, dari laporan yang diperoleh, ada sekitar 3,38 juta honorer yang tidak masuk dalam pendataan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dengan adanya tambahan ini, menurut dia, total jumlah honorer yang harus jadi perhatian berjumlah sekitar 5,69 juta. Di mana, sekitar 2,3 juta telah masuk pendataan sebelumnya. “Ada 3,38 juta yang tidak terdaftar honorer yang akan diangkat jadi PPPK. Padahal mayoritas sudah mengabdi puluhan tahun,” ungkapnya dalam RDP bersama MenPANRB Abdullah Azwar Anas di Jakarta, kemarin (13/9).

Data tersebut pun secara lengkap telah diserahkan pada MenPANRB untuk bisa ditindaklanjuti. Mulai dari nama, alamat, hingga jenis pekerjaan honorer saat ini. Ia meminta, agar data ditindaklanjuti dan memastikan mereka bisa turut diselamatkan dari ancaman penghapusan honorer mulai November 2023.

Seperti diketahui, pemerintah akan menghapus honorer per 28 November 2023. Hal ini sesuai dengan amanat PP nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang menyatakan tak boleh lagi ada pegawai berstatus honorer di pemerintahan.

Selain soal data, Junimart menyinggung soal kekhawatiran dari para honorer terkait permainan data. Yakni, penggantian data para honorer lama dengan nama honorer titipan dan fiktif. “Jadi mestinya A, tapi diganti orang lain yang dinyatakan masa kerja puluhan tahun padahal belum pernah jadi honorer. Dan ini sudah terjadi di lapangan,” keluhnya.

Oleh sebab itu, dia meminta MenPANRB untuk betul-betul mengecek data para honorer yang rencananya bakal diangkat menjadi PPPK paruh waktu melalui RUU ASN yang segera diundangkan bulan depan.

Dalam kesempatan itu, Anas menjanjikan adanya audit ulang oleh BPKP mengenai data honorer ini. Dia pun menyinggung soal ketidakvalidan data honorer yang ditemukan dari audit acak BPKP. “Jadi kemarin kami meminta audit BPKP secara acak, bahkan yang sudah ditandatangani SPTJM (surat pernyataan tanggung jawab mutlak, red) saja ada yang tidak valid,” ungkapnya.

Anas akhirnya menyampaikan ke pihak kepala daerah, jika nantinya data yang disampaikan tidak sesuai lagi maka akan berdampak hukum. Sehingga, diharapkan, tidak ada lagi penandatangan SPTJM yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. “Karena pasti akan merugikan teman-teman yang telah mengabdi lama, disalip dengan yang belum mengabdi,” tegasnya.

Diakuinya, audit secara menyeluruh ini tak akan selesai dalam waktu dua bulan sebelum batas penghapusan honorer. Karenanya, dia menyiapkan skenario, adanya masa transisi hingga tahun depan. Para honorer akan tetap “diselamatkan” namun nantinya saat proses audit dan ditemukan adanya ketidaksesuaian maka yang bersangkutan akan langsung di drop. Dengan catatan, hingga November 2023 tidak diperkenankan untuk memasukkan data baru.

“Ini kan harus jalan terus, gak mungkin nunggu audit baru diberesin. Tapi meski sudah masuk dalam afirmasi kategori tertentu nantinya, lalu ditemukan dia tidak masuk tapi ditemukan ada, maka otomatis di-takedown,” tegas Mantan Kepala LKPP tersebut.

Pada bagian lain, KemenPANRB diminta mengubah sejumlah regulasi berkaitan seleksi calon aparatur sipil negara (CASN) untuk sarjana diploma. Salah satunya terkait tingkat pangkat dan golongan untuk sarjana diploma yang diterima dalam seleksi.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Kiki Yuliati mengatakan, telah berkomunikasi dengan pihak KemenPANRB terkait hal ini. Pihak KemenPANRB pun disebutnya sudah aware mengenai aduan-aduan yang disampaikan.

“Misal rekrutmen D3, kalau nggak salah di regulasinya (masuknya golongan, red) IIC, sementara sarjana atau sarjana terapan langsung IIIA. Itu kan terlalu jauh (gapnya, red),” tuturnya dalam temu media Ditjen Vokasi, di Jakarta, kemarin (13/9).

Pangkat dan golongan ini menjadi penting untuk diperhatikan, mengingat berkaitan erat dengan gaji dan tunjangan yang diterima oleh ASN. Sebagai informasi, untuk PNS dengan Golongan IIC, gaji pokok yang diterima berkisar Rp 2.301.800 untuk masa kerja 0 tahun dan Rp 3.665.000 untuk masa kerja 32 tahun. Sementara, IIIA untuk masa kerja 0 tahun Rp 2.579.400 sampai Rp 4.236.400 untuk masa kerja 32 tahun.

Koordinasi ini juga dilakukan berkaitan dengan minimnya lowongan untuk lulusan D3 pada seleksi CASN dalam beberapa tahun terakhir. Meski menyadari dalam rekrutmen CASN ini bergantung dari instansi terkait, namun Kiki berharap lulusan vokasi turut diperhitungkan dalam sejumlah formasi.

Atas dorongan ini, kata dia, KemenPANRB kini tengah melakukan evaluasi dan penyesuaian-penyesuaian regulasi terkait. Walaupun, belum dapat dipastikan kapan rampung dan diimplementasikan.

Kiki berharap, bagi lulusan vokasi yang akan mengikuti seleksi CASN, baik calon pegawai negeri sipil (CPNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk memilih menjadi pendidik. Misal lulusan vokasi menjadi guru SMK, dosen, atau peneliti teknologi terapan. “Kalaupun jadi ASN itu kami harapkan ASN yang erat dengan kevokasiannya. Hal yang harus kita wujudkan itu relevansi ya,” ungkapnya.

Pakar pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jejen Musfah menyoroti sejumlah hal dalam rekrutmen PPPK, khususnya pada formasi guru. Dia mengatakan di antara persoalan yang krusial adalah, usulan kuota yang diajukan pemda di bawah kebutuhan. Pemicunya adalah pemda berpandangan bahwa gaji dan tunjangan PPPK dibebankan di APBD bukan APBN. ’’Kemudian dalam proses seleksi PPPK yang penting ada pengakuan atas pengabdian,’’ katanya.

Jadi durasi mengabdi guru-guru yang sudah bertahun-tahun, menjadi poin tambahan. Digabungkan dengan nilai hasil ujian kompetensi berbasis komputer. Jejen menegaskan aspek kognitif atau akademik tetap penting.

Dia juga menuturkan dalam rekrutmen guru PPPK perlu ada keseimbangan. Maksudnya adalah tidak semuanya diisi oleh guru-guru yang sudah bekerja sebelumnya. ’’Perlu juga ada kesempatan bagi guru-guru fresh graduate,’’ katanya. Khususnya para sarjana lulusan FKIP yang benar-benar memiliki bakat, talenta, dan kemampuan dalam mengajar.

Jejen mengatakan untuk kesempatan guru-guru yang baru lulus itu, sebaiknya tetap disyaratkan wajib mengikuti pendidikan profesi guru (PPG). Sehingga ketika mereka lolos PPPK, otomatis berhak mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Sehingga mereka mendapatkan gaji, tunjangan yang melekat, serta TPG. Dengan total penghasilan yang besar itu, sekaligus bisa menarik minat guru-guru muda yang berkualitas untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Sementara itu Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi PB PGRI Wijaya mengatakan selain merekrut ASN PPPK, pemerintah juga perlu membuka rekrutmen ASN PNS. Dia mengatakan diantara kedua jenis ASN tersebut, memiliki perbedaan tujuan. Untuk yang ASN PPPK digunakan mengatasi persoalan guru honorer yang sudah mengabdi lama, tetapi tidak bisa menjadi PNS karena usia. “Kami tetap berharap ada rekrutmen ASN PNS untuk formasi guru,” kata Koordinator Pendampingan Peserta Seleksi ASN PPPK Guru itu.

Wijaya menjelaskan, rekrutmen PNS formasi guru dibuka untuk guru-guru muda atau fresh graduate. Jadi mereka bersaing sesama fresh graduate. Karena usianya masih memenuhi syarat mendaftar PNS, yaitu maksimal 35 tahun. Jadi jangan sampai guru muda atau fresh graduate bersaing dengan guru-guru senior merebutkan lowongan PPPK. (mia/wan/jpg1)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang mengaku banyak mendapat aduan soal honorer yang belum terdata oleh pemerintah. Setidaknya, dari laporan yang diperoleh, ada sekitar 3,38 juta honorer yang tidak masuk dalam pendataan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dengan adanya tambahan ini, menurut dia, total jumlah honorer yang harus jadi perhatian berjumlah sekitar 5,69 juta. Di mana, sekitar 2,3 juta telah masuk pendataan sebelumnya. “Ada 3,38 juta yang tidak terdaftar honorer yang akan diangkat jadi PPPK. Padahal mayoritas sudah mengabdi puluhan tahun,” ungkapnya dalam RDP bersama MenPANRB Abdullah Azwar Anas di Jakarta, kemarin (13/9).

Data tersebut pun secara lengkap telah diserahkan pada MenPANRB untuk bisa ditindaklanjuti. Mulai dari nama, alamat, hingga jenis pekerjaan honorer saat ini. Ia meminta, agar data ditindaklanjuti dan memastikan mereka bisa turut diselamatkan dari ancaman penghapusan honorer mulai November 2023.

Seperti diketahui, pemerintah akan menghapus honorer per 28 November 2023. Hal ini sesuai dengan amanat PP nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang menyatakan tak boleh lagi ada pegawai berstatus honorer di pemerintahan.

Selain soal data, Junimart menyinggung soal kekhawatiran dari para honorer terkait permainan data. Yakni, penggantian data para honorer lama dengan nama honorer titipan dan fiktif. “Jadi mestinya A, tapi diganti orang lain yang dinyatakan masa kerja puluhan tahun padahal belum pernah jadi honorer. Dan ini sudah terjadi di lapangan,” keluhnya.

Oleh sebab itu, dia meminta MenPANRB untuk betul-betul mengecek data para honorer yang rencananya bakal diangkat menjadi PPPK paruh waktu melalui RUU ASN yang segera diundangkan bulan depan.

Dalam kesempatan itu, Anas menjanjikan adanya audit ulang oleh BPKP mengenai data honorer ini. Dia pun menyinggung soal ketidakvalidan data honorer yang ditemukan dari audit acak BPKP. “Jadi kemarin kami meminta audit BPKP secara acak, bahkan yang sudah ditandatangani SPTJM (surat pernyataan tanggung jawab mutlak, red) saja ada yang tidak valid,” ungkapnya.

Anas akhirnya menyampaikan ke pihak kepala daerah, jika nantinya data yang disampaikan tidak sesuai lagi maka akan berdampak hukum. Sehingga, diharapkan, tidak ada lagi penandatangan SPTJM yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. “Karena pasti akan merugikan teman-teman yang telah mengabdi lama, disalip dengan yang belum mengabdi,” tegasnya.

Diakuinya, audit secara menyeluruh ini tak akan selesai dalam waktu dua bulan sebelum batas penghapusan honorer. Karenanya, dia menyiapkan skenario, adanya masa transisi hingga tahun depan. Para honorer akan tetap “diselamatkan” namun nantinya saat proses audit dan ditemukan adanya ketidaksesuaian maka yang bersangkutan akan langsung di drop. Dengan catatan, hingga November 2023 tidak diperkenankan untuk memasukkan data baru.

“Ini kan harus jalan terus, gak mungkin nunggu audit baru diberesin. Tapi meski sudah masuk dalam afirmasi kategori tertentu nantinya, lalu ditemukan dia tidak masuk tapi ditemukan ada, maka otomatis di-takedown,” tegas Mantan Kepala LKPP tersebut.

Pada bagian lain, KemenPANRB diminta mengubah sejumlah regulasi berkaitan seleksi calon aparatur sipil negara (CASN) untuk sarjana diploma. Salah satunya terkait tingkat pangkat dan golongan untuk sarjana diploma yang diterima dalam seleksi.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Kiki Yuliati mengatakan, telah berkomunikasi dengan pihak KemenPANRB terkait hal ini. Pihak KemenPANRB pun disebutnya sudah aware mengenai aduan-aduan yang disampaikan.

“Misal rekrutmen D3, kalau nggak salah di regulasinya (masuknya golongan, red) IIC, sementara sarjana atau sarjana terapan langsung IIIA. Itu kan terlalu jauh (gapnya, red),” tuturnya dalam temu media Ditjen Vokasi, di Jakarta, kemarin (13/9).

Pangkat dan golongan ini menjadi penting untuk diperhatikan, mengingat berkaitan erat dengan gaji dan tunjangan yang diterima oleh ASN. Sebagai informasi, untuk PNS dengan Golongan IIC, gaji pokok yang diterima berkisar Rp 2.301.800 untuk masa kerja 0 tahun dan Rp 3.665.000 untuk masa kerja 32 tahun. Sementara, IIIA untuk masa kerja 0 tahun Rp 2.579.400 sampai Rp 4.236.400 untuk masa kerja 32 tahun.

Koordinasi ini juga dilakukan berkaitan dengan minimnya lowongan untuk lulusan D3 pada seleksi CASN dalam beberapa tahun terakhir. Meski menyadari dalam rekrutmen CASN ini bergantung dari instansi terkait, namun Kiki berharap lulusan vokasi turut diperhitungkan dalam sejumlah formasi.

Atas dorongan ini, kata dia, KemenPANRB kini tengah melakukan evaluasi dan penyesuaian-penyesuaian regulasi terkait. Walaupun, belum dapat dipastikan kapan rampung dan diimplementasikan.

Kiki berharap, bagi lulusan vokasi yang akan mengikuti seleksi CASN, baik calon pegawai negeri sipil (CPNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk memilih menjadi pendidik. Misal lulusan vokasi menjadi guru SMK, dosen, atau peneliti teknologi terapan. “Kalaupun jadi ASN itu kami harapkan ASN yang erat dengan kevokasiannya. Hal yang harus kita wujudkan itu relevansi ya,” ungkapnya.

Pakar pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jejen Musfah menyoroti sejumlah hal dalam rekrutmen PPPK, khususnya pada formasi guru. Dia mengatakan di antara persoalan yang krusial adalah, usulan kuota yang diajukan pemda di bawah kebutuhan. Pemicunya adalah pemda berpandangan bahwa gaji dan tunjangan PPPK dibebankan di APBD bukan APBN. ’’Kemudian dalam proses seleksi PPPK yang penting ada pengakuan atas pengabdian,’’ katanya.

Jadi durasi mengabdi guru-guru yang sudah bertahun-tahun, menjadi poin tambahan. Digabungkan dengan nilai hasil ujian kompetensi berbasis komputer. Jejen menegaskan aspek kognitif atau akademik tetap penting.

Dia juga menuturkan dalam rekrutmen guru PPPK perlu ada keseimbangan. Maksudnya adalah tidak semuanya diisi oleh guru-guru yang sudah bekerja sebelumnya. ’’Perlu juga ada kesempatan bagi guru-guru fresh graduate,’’ katanya. Khususnya para sarjana lulusan FKIP yang benar-benar memiliki bakat, talenta, dan kemampuan dalam mengajar.

Jejen mengatakan untuk kesempatan guru-guru yang baru lulus itu, sebaiknya tetap disyaratkan wajib mengikuti pendidikan profesi guru (PPG). Sehingga ketika mereka lolos PPPK, otomatis berhak mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Sehingga mereka mendapatkan gaji, tunjangan yang melekat, serta TPG. Dengan total penghasilan yang besar itu, sekaligus bisa menarik minat guru-guru muda yang berkualitas untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Sementara itu Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi PB PGRI Wijaya mengatakan selain merekrut ASN PPPK, pemerintah juga perlu membuka rekrutmen ASN PNS. Dia mengatakan diantara kedua jenis ASN tersebut, memiliki perbedaan tujuan. Untuk yang ASN PPPK digunakan mengatasi persoalan guru honorer yang sudah mengabdi lama, tetapi tidak bisa menjadi PNS karena usia. “Kami tetap berharap ada rekrutmen ASN PNS untuk formasi guru,” kata Koordinator Pendampingan Peserta Seleksi ASN PPPK Guru itu.

Wijaya menjelaskan, rekrutmen PNS formasi guru dibuka untuk guru-guru muda atau fresh graduate. Jadi mereka bersaing sesama fresh graduate. Karena usianya masih memenuhi syarat mendaftar PNS, yaitu maksimal 35 tahun. Jadi jangan sampai guru muda atau fresh graduate bersaing dengan guru-guru senior merebutkan lowongan PPPK. (mia/wan/jpg1)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/