JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Muhammad Hatta (MH) usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Jumat (13/10). Keduanya tampak memakai rompi tahanan berwarna oranye dan terlihat diborgol.
SYAHRUL dan Hatta telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan. “Untuk penyidikan lebih lanjut, penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka SYL dan MH selama 20 hari kerja, mulai 13 Oktober 2023 sampai 1 November 2023 di Rutan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, kemarin (13/10).
Alexander mengungkapkan, jumlah uang diduga hasil korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang mengalir ke Partai NasDem mencapai miliaran rupiah. “Sejauh ini ditemukan juga aliran penggunaan uang sebagaimana perintah SYL yang ditujukan untuk kepentingan Partai NasDem dengan nilai miliaran rupiah dan KPK akan terus mendalami,” katanya.
Dalam kasus ini, KPK menyebut, SYL bersama Sekjen Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta menerima uang sejumlah Rp13,9 miliar. Uang itu diperoleh dari penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II Kementan dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa. Ada juga uang dari para vendor yang mendapatkan proyek di Kementan. “Terdapat penggunaan uang lain oleh SYL bersama-sama dengan KS dan MH serta sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian untuk ibadah umrah ke Tanah Suci dengan nilai miliaran rupiah,” kata Alex.
“Penerimaan-penerimaan dalam bentuk gratifikasi yang diterima SYL bersama-sama KS dan MH masih terus dilakukan penelusuran dan pendalaman oleh tim penyidik,” sambungnya.
Sementara, Syahrul Yasin Limpo mengaku siap menghadapi proses hukum di KPK. “Saya akan mengikuti semua proses hukum yang ada, dan tentu saja akan mengedepankan juga hak-hak saya secara aturan yang ada,” kata Syahrul di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10).
Dia berharap, publik tak langsung menghakimi dirinya. Ia meminta publik untuk mengawal proses hukum dirinya sampai ke ruang peradilan.
“Tentu saja saya berharap biarkan saya berproses secara baik dalam peradilan, penanganan KPK sangat profesional dan cukup baik menurut saya walaupun dua malam ini saya betul-betul mendapatkan sebuah proses yang cukup panjang dan melelahkan,” ucapnya.
“Saya berharap jangan saya dihakimi lagi dulu, biarkan semua prosesnya asas praduga tak bersalah harus dilakukan, termasuk ke Kementan,” imbuhnya.
Dalam konfrensi pers tadi malam, Ketua KPK Firli Bahuri kembali tak terlihat. Sebelumnya, Firli juga tidak terlihat saat KPK mengumumkan penetapan SYL sebagai tersangka, Rabu (11/10).
Menanggapi ketidakhadiran Firli saat pengumuman penahanan SYL itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa Firli berada di ruangannya. “Ketua di ruangannya, mengikuti setiap konferensi pers, tidak ke mana-mana,” kata Alexander.
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menuding, penangkapan terhadap Syahrul Yasin Limpo adalah upaya Ketua KPK Firli Bahuri untuk menghambat penanganan kasus dugaan pemerasan yang tangani Polda Metro Jaya.
Pasalnya, Polda Metro Jaya tengah menyidik kasus dugaan pemerasan oleh Pimpinan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). “Ini kalau saya melihat, saya meyakini sebagai abuse of power. Jadi, upaya Firli untuk menutup atau membungkam perkara pemerasannya. Ini yang bahaya,” kata Novel dikonfirmasi, Jumat (13/10).
Novel menyinggung adanya jeda waktu dalam penerbitan Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) kasus Kementan pada 16 Juni 2023 dan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) yang diteken pada 26 September 2023.
Ia berpendapat, hal itu tidak lazim. Karena penanganan kasus korupsi di KPK seharusnya segera diselesaikan. “Ini ternyata bedanya (harinya) lama. Ini menunjukkan bahwa KPK tidak buru-buru, cenderung malah enggak mau menaikkan perkara ini walaupun sudah diputuskan,” ucap Novel.
Dia juga menyoroti kejanggalan surat panggilan pemeriksaan dan penangkapan Syahrul Yasin Limpo, yang sama-sama dikeluarkan tertanggal 11 Oktober 2023. Ia memandang, ada motif di balik penangkapan tersebut, lantaran sebelumnya sudah terjadi kesepakatan antara tim penyidik KPK dengan pihak Syahrul Yasin Limpo untuk melakukan pemeriksaan pada Jumat, 13 Oktober 2023.
Namun, terdapat perbedaan dalam surat panggilan pemeriksaan yang ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu. Sementara, surat perintah penangkapan ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Surat perintah penangkapan tersebut berisi narasi pimpinan KPK sebagai penyidik. Padahal, dalam UU 19/2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.
“Yang seharusnya pimpinan itu sadar karena dengan UU KPK yang baru (UU 19/2019) ini pimpinan bukan lagi penyidik, mestinya dia tidak bisa menandatangani (Surat Perintah Penangkapan),” tegas Novel.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menyoroti upaya penangkapan yang dilakukan KPK terhadap Syahrul Yasin Limpo. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera curiga KPK membuat drama dalam penangkapan tersebut. “Ada drama, seolah ingin ada panggung besar,” kata Mardani Ali Sera kepada wartawan, Jumat (13/10).
Mardani mengakui, KPK memiliki hak untuk melakukan penangkapan. Namun, ia mengingatkan agar KPK tidak melibatkan unsur politisasi dalam penangkapan tersebut. “Penegakan hukum mestinya fokus ke proses yang transparan dan adil, bab penangkapan itu hak aparat. Tapi jangan ada politisasi,” tegas Mardani.
Dia mengungkapkan, penangkapan terhadap Syahrul Yasin Limpo sangat di dramatisir. Sebab, politikus Partai NasDem itu sudah jelas menyatakan bakal kooperatif dan bersedia hadir pada pemanggilan berikutnya. “Dengan dijemput paksa, padahal esok sudah akan datang, wajar kalau ada pendapat drama,” ucap Mardani.
Seharusnya, kata Mardani, KPK memberikan kesempatan terlebih dulu kepada Syahrul Yasin Limpo untuk memenuhi panggilan. Karena itu, Mardami mengingatkan KPK agar hukum ditegakkan dengan adil. “Yang utama tegakkan hukum secara adil,” imbau Mardani.
Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, Syahrul Yasin Limpo ditangkap saat berada di apartemen kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/10) malam. Ali menyebut, alasan pihaknya melakukan upaya jemput paksa, karena khawatir melarikan diri. Serta, juga khawatir Syahrul Yasin Limpo menghilangkan alat bukti.
“Tentu ketika melakukan penangkapan terhadap tersangka ada alasan sesuai dengan hukum acara pidana misalnya, kekhawatiran melarikan diri. Kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti-bukti yang kemudian menjadi dasar tim penyidik KPK melakukan penangkapan dan membawanya di gedung merah putih KPK,” ucap Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/10).
Ali mengamini, Syahrul Yasin Limpo seharusnya dijadwalkan ulang pemeriksaan, pada Jumat (13/10). Namun, seharusnya sikap kooperatif itu dilakukan Syahrul Yasin Limpo dengan mendatangi gedung merah putih KPK, Jakarta pada hari ini, Kamis (12/10).
“Saya pikir sesuai dengan komitmennya yang kemarin kami sampaikan bahwa dia akan kooperatif, semestinya datang hari ini ke KPK untuk menemui tim penyidik KPK,” cetus Ali.
Namun, Syahrul Yasin Limpo sampai sore tadi tak datang ke KPK. Karena itu, hal ini yang mendasari KPK melakukan upaya jemput paksa terhadap Syahrul Yasin Limpo. “Tentu sekali lagi ada alasan hukum bagaimana analisis dari tim penyidik KPK dilakukan untuk berikutnya penangkapan terhadap tersangka dimaksud,” ujar Ali. (jpc/bbs/adz)