JAKARTA-Duit dari Proyek Hambalang ternyata tidak hanya mengalir ke lingkungan Kementerian dan DPR. Fulus dari PT Adhi Karya selaku pemenang proyek ternyata juga disebut sempat dialokasikan ke pejabat KPK saat kasus ini mulai diselidiki. Pejabat yang disebut itu ialah mantan Deputi Penindakan Ade Raharja.
Informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan nama Ade dicatut oleh Arief Taufiqurrahman, staf marketing PT Adhi Karya. Dalam pemeriksaan di KPK pada 6 Mei 2013 lalu, Arief menyebutkan dia pernah mendengar Direktur Operasional Adhi Karyan
Teuku Bagus Mokhamad Noor meminta bagian keuangan mengeluarkan uang Rp3 Miliar untuk si rambut putih. Si rambut putih itu ternyata kode yang merujuk pada Ade Raharja.
Uang Rp3 miliar itu disebutkan diserahkan dua tahap, yakni Rp1 miliar di awal dan selanjutnya ditambahkan Rp2 miliar. Pemberian uang itu dimaksudkan agar Ade membantu perkara Hambalang tidak ditingkatkan statusnya.
Dalam keterangannya di penyidik KPK, Arief mengatakan uang itu diserahkan Adhi Karya lewat Mahfud Suroso. Pria ini merupakan tersangka baru Hambalang yang kedudukannya sebagai Direktur Utama PT Dutasari Citralaras.
Terkait pernyataan Arief tersebut, Ade Raharja tidak menampik. Mantan Kapolwiltabes Surabaya itu mengaku pada September kemarin sempat dimintai keterangan penyidik KPK terkait pernyataan Arief. “Iya memang ada keterangan seperti itu dan saya sudah memberikan keterangan pada penyidik,” papar Ade saat dihubungi via telepon.
Ade mengatakan saat kasus Hambalang masuk tahap penyelidikan dia sudah pensiun. Jadi menurutnya sangat tidak mungkin seseorang yang berperkara memberikan uang pada orang yang sudah tidak ada kaitannya. “Itu yang pertama. Yang kedua, saya tidak kenal siapa itu Taufiq, Bagus, maupun Mahfud. Pernah ketemu saja tidak,” ujar pria yang pernah maju dalam bursa calon pimpinan KPK tersebut.
Ade juga telah menanyakan ke penyidik yang memeriksanya apakah ada ada bukti uang itu sampai pada dirinya atau tidak. “Penyidik bilang keterangan saksi menyebutkan ada dana yang dialokasikan untuk saya,” ungkap pria lulusan Akpol 1975 itu.
Polisi dengan pangkat terakhir Irjen itu yakin namanya hanya dicatut seperti sejumlah kasus yang pernah terjadi, salah satunya perkara Anggodo. “Sering sekali kan ada yang membawa-bawa nama saya. Kalau seperti ini saya ya tidak tahu lagi,” terang pria yang masuk KPK sejak 2005 itu.
Sementara itu, adik tersangka Andi Alfian Mallarangeng, Rizal Mallarangeng meminta KPK terbuka dan mendalami keterangan Arif tersebut. Menurut dia pihak-pihak seperti Teuku Bagus dan Mahfud Suroso juga harus ditanyai hal yang sama terkait dugaan adanya uang yang mengalir ke Ade Raharja.
Dalam sepengetahuan Rizal, Teuku Bagus dan Mahfud Suroso tidak pernah ditanya terkait adanya uang untuk Ade Raharja. “KPK harus menerapkan azas keadilan,” ungkapnya. Dia mengatakan adanya dugaan uang ke Ade itu juga tak terungkap dalam dakwaan Mantan Kabiro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olahraga Dedy Kusdinar.
Padahal sejumlah orang yang disebut menerima uang dipaparkan dalam dakwaan Dedy. “Kakak saya disebut menerima uang dan tidak ada bukti, hanya berdasarkan pengakuan saksi saja. Berarti kan sama seperti yang dialami Pak Ade,” ungkapnya.
Sutan Akui Ada Bagi-bagi Blackberry
Di sisi lain, konsentrasi KPK dalam penyelesaian kasus korupsi proyek Hambalang kini terus tertuju pada orang di sekitar Anas Urbaningrum. Aliran dana yang dari proyek Rp 2,5 triliun itu ke kongres Partai Demokrat 2010 makin didalami penyidik. Diduga uang tidak hanya mengalir ke calon-calon ketua umum saja.
Salah satu pihak yang diperiksa terkait aliran dana ke kongres ialah Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana. Politisi asal Pematang Siantar itu mengaku dicecar perihal hajatan besar Partai Demokrat tersebut. Namun, Sutan berkilah dia tidak tahu apapun karena bukan sebagai panitia dan penyelenggara.
“Tadi saya ditanya apakah tahu ada aliran dana ke kongres. Saya jawab tidak tahu karena bukan panitia,” paparnya. Sutan mengatakan dalam hajatan itu dia hanya berstatus peserta. Dia tidak tahu apakah nantinya para panitia kongres bakal dipanggil KPK atau tidak. “Itu tergantung KPK. Yang pasti saya bersih tidak terima dana,” tegasnya.
Politisi 56 tahun itu tak menampik jika ada beberapa DPC yang menerima aliran dana transport. “Itu mereka. Yang pasti saya enggak dapat. Sutan Bhatoegana bersih,” ungkapnya. Meski begitu Sutan memang sempat menerima Blackberry dari Nazaruddin yang ketika itu menjadi tim sukses pemenangan Anas.
Dalam dakwaan tersangka Hambalang, Dedy Kusdinar dijelaskan PT Adhi Karya untuk memenangkan lelang pekerjaan fisik pembangunan Hambalang telah memberikan uang Rp14,6 miliar. Uang itu sebagian bersumber dari PT Wika selaku KSO yakni Rp6,925 miliar.Nah, dari Rp14,6 miliar itu sebanyak Rp2,2 miliar mengalir ke Anas untuk pencalonan sebagai Ketua Umum. Penyerahan uang dari PT Adhi Karya ke Anas itu ada lima tahap. Penyerahan itu terjadi pada 19 April 2010. 19 Mei 2010, 1 Juni 2010, 18 Juni 2010, dan 6 Desember 2010. Setiap penyerahan nominalnya Rp500 juta, kecuali pada 6 Desember sebanyak Rp10 juta.
Uang untuk Anas itu menurut keterangan sejumlah saksi digunakan untuk membayar hotel, membeli ponsel Blackberry beserta kartunya serta sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas. Disinilah Sutan kemungkinan sempat kecipratan pemberian yang berasal dari PT Adhi Karya.
Dana yang diberikan langsung oleh Direktur Operasional PT Adhi karya Teuku Bagus Mokhamad Noor melalui sahabat Anas, Munadi Herlambang itu juga digunakan untuk perjamuan serta entertain. Permintaan uang pada PT Adhi Karya itu disampaikan oleh Muchayat. Nama tersebut merupakan mantan Deputi di Kementerian BUMN yang juga ayah dari Munadi Herlambang. Munadi diketahui juga memiliki saham pada perusahaan subkontraktor Hambalang PT Dutasari Citralaras. Istri Anas, Atthiyah Laila diketahui sebagai komisaris di perusahaan tersebut. (gun/dim/jpnn)