JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Sudin menerima aliran dana terkait kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). KPK juga sudah memeriksa Sudim terkait dugaan itu beberapa waktu lalu.
“(Berkaitan kasus) pemerasan. Kita harus konfirmasi proyek-proyek dan lain-lain. Pengawasan anggaran dan lain-lain,” kata kepala bagian pemberitaan KPK Ali Fikri di Istora Senayan, Jakarta, dalam agenda peringatan Hari Antikorupsi se-Dunia (Hakordia), Rabu (13/12).
“Kemudian ada juga anggota Komisi IV yang diduga juga menerima aliran dana. Waktu itu sudah disebutkan yang PDIP, yang rumahnya digeledah, Sudin,” sambungnya.
Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa ini memastikan, tim penyidik sedang mengembangkan kasus Syahrul Yasin Limpo tersebut. Saat ini, Yasin Limpo terjerat kasus dugaan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan pencucian uang. “Kasus SYL terus dikembangkan. Kan ada pemerasan, suap, gratifikasi yang sedang berjalan di SYL. Kemudian yang klaster kedua hortikultura, kemudian ketiga sapi,” tegas Ali.
Dalam proses penyidikan, KPK juga telah menggeledah rumah kediaman Sudin di Cimanggis, Depok, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Sudin juga sudah diperiksa KPK sebagai saksi, pada Rabu (15/11).
Saat itu, Sudin mengaku ditanya tim penyidik KPK perihal anggaran dan pengawasan dari Komisi IV terhadap Kementan. “Hanya ditanya mengenai anggaran dan pengawasan saja, itu saja. Yang lain nanti tanyakan ke penyidik. Coba tanya penyidik sudah saya jawab,” ucap Sudin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/11).
Dalam kasusnya, KPK menetapkan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka. KPK juga turut menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Muhammad Hatta sebagai tersangka.
Ketiga pejabat di Kementan itu diduga menikmati hasil pungutan sebesar Rp 13,9 miliar. Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (jpg/ila)