SUMUTPOS.CO – Garuda Indonesia Group melalui lini layanan full service Garuda Indonesia dan Low Cost Carrier (LCC) Citilink Indonesia serta Sriwijaya Air-NAM Air Group mengumumkan penurunan harga tiket di seluruh rute penerbangan sebesar 20 persen mulai hari ini (14/1). Penurunan tarif tiket pesawat ini merupakan tindak lanjut dari inisiasi awal Indonesian National Air Carrier Association (INACA) yang sebelumnya baru berlaku di beberapa rute penerbangan.
DIREKUR Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Ashkara Danadiputra mengatakan, langkah ini sejalan dengan aspirasi masyarakat dan sejumlah asosiasi industri nasional serta arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penurunan tarif tiket penerbangan dalam rangka mendukung peningkatan perekonomian nasional. “Penurunan tarif pesawat ini juga untuk menunjang pertumbuhan sektor pariwisata, UMKM, hingga industri nasional,” kata I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dalam keterangan resminya, Kamis (14/2).
“Garuda Indonesia Group memastikan komitmen penurunan harga tiket pesawat sejalan dengan dengan sinergi intensif yang dilakukan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam memastikan akses masyarakat terhadap layanan transportasi udara tetap terjaga,” tambah Ari.
Komitmen positif Garuda Indonesia Group sebagai BUMN tersebut sejalan dengan sinergi positif seluruh sektor penunjang layanan penerbangan dalam memastikan tata kelola industri penerbangan yang tepat guna, baik dari aspek aksesibilitas masyarakat terhadap layanan transportasi udara serta business sustainability maskapai penerbangan di Indonesia.
Lebih lanjut melalui penurunan tarif tiket penerbangan tersebut, Garuda Indonesia Group berharap akses masyarakat terhadap layanan transportasi udara dapat semakin terbuka luas, sehingga Garuda Indonesia Group dapat mengakomodir aspirasi masyarakat dalam memberikan pelayanan berkualitas yang dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat.
“Penurunan harga tiket tersebut kami pastikan akan menjadi komitmen berkelanjutan Garuda Indonesia Group dalam memberikan layanan penerbangan yang berkualitas dengan tarif tiket penerbangan yang kompetitif “ tutup Ari.
Namun, penurunan harga tiket pesawat ini malah berdampak pada harga saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Investor tampaknya tak berkenan dengan kebijakan yang diambil manajemen Garuda tersebut. Harga saham berkode GIAA tersebut hingga pukul 10.30 WIB turun 5,04 persen ke level Rp 452/saham. Volume perdagangan saham mencapai 41,15 juta saham senilai Rp 18,85 miliar.
Dalam riset Kresna Sekuritas, kebijakan tersebut membuat sulit bagi saham emiten penerbangan untuk melanjutkan penguatannya di minggu ini.
Penurunan harga tiket Garuda Indonesia Grup ini disambut baik Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumut. Mereka berharap, penurunan harga tiket pesawat Garuda, Citilink dan Seriwijaya ini dapat kembali meningkatkan kunjungan wisata dan hunian hotel di Sumut.
“Kalau saya berpikir, kursi promo itu dibuka kembali. Jadinya, orang bepergian semakin banyak dan kunjungan ke Sumut bisa meningkat,” kata Ketua PHRI Sumut, Denny S Wardhana kepada Sumut Pos, Kamis (14/2) siang.
Denny juga berharap, penurunan harga tiket pesawat oleh Garuda Grup ini dapat diikuti oleh maskapai lainnya sehingga mengembalikan kondisi stabil. “Sudah cukup membantu. Namun, akan lebih baik lagi kalau maskapai lain juga ikut turunkan harga tiket supaya bisa meningkatkan kembali kunjungan wisata dan hunian hotel,” tutur Denny.
Terpisah, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) Sumut juga menyambut baik penurunan harga tiket pesawat yang dilakukan maskapai Garuda Indonesia. Namun Ketua Asita Sumut, Solahuddin Nasution menilai, jika penurunan hanya sebesar 20 persen maka hal tersebut masih terasa mahal, karena kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi belakangan ini sekitar 40 persen. “Harapannya bisa turun dengan angka yang lebih tinggi atau kembali normal seperti semula,” harapnya.
Ia menerangkan, adanya kenaikan harga tiket membuat penjualan tiket dari sejumlah travel agent yang ada di Sumut mengalami penurunan hingga 60 persen. “Penurunan tersebut bisa dibuktikan di bandata setiap hari saat ini sepi. Dan sampai saat ini penjualan tiket masing belum stabil atau masih mengalami penurunan,” terangnya.
Ia menuturkan, fenomena yang terjadi saat ini adalah masyarakat lebih banyak mencari tiket untuk perjalanan ke luar negeri dibandingkan domestik karena tiket ke luar negeri yang jauh lebih murah. “Kenaikan harga tiket juga berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan nusantara ke Sumut. Dan akan berpengaruh pada pergerakan wisatawan nusantara secara nasional,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, selanjutnya akan berdampak juga pada sektor-sektor lain, seperti penurunan hunian hotel, pendapatan restoran, transportasi lokal, toko-toko souvenir dan industri pariwisata lainnya yg selama ini mengandalkan pergerakan wisatawan. “Di sisi lain, akibat mahalnya tiket penerbangan di dalam negeri, masyarakat akan lebih memilih melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Maka akan terjadi kebocoran devisa,” ungkapnya.
Jika Berlarut Rugikan Sumut
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara memang saat ini belum memiliki data penurunan kunjungan wisatawan terkait kenaikan harga tiket pesawat. Namun jika harga tiket pesawat terus berlanjut, diperkirakan akan berdampak pada sektor pariwisata dan juga perekonomian Sumut.
“Boleh dibilang kejadian inikan baru berjalan satu bulan. Nah, untuk data jumlah wisatawan nusantara akibat dampak kenaikan tiket pesawat ini, kebetulan tidak ada di kita. Dan secara angka, bulan depan itu akan muncul. Itupun di destinasi utama. Tapi secara kasat mata, yang kita lihat bandara terlihat sepi sejak ada kenaikan tiket pesawat dan biaya tambahan untuk bagasi ini,” ujar Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Disbudpar Sumut, Muchlis Nasution menjawab Sumut Pos, Kamis (14/2).
Kondisi itu ia rasakan dan amati langsung di Bandara Kualanamu, Deliserdang, dimana terlihat tidak banyak pesawat parkir seperti biasanya. “Saya kan baru pulang juga dari Jakarta kemarin. Yang saya lihat pesawat parkir di KNIA itu sepi, malah yang ramai di Bandara Soekarno-Hatta. Artinya, minat penumpang turun karena tingginya harga (tiket pesawat),” katanya.
Masyarakat kata dia, juga masih menunggu kebijakan presiden terkait tingginya harga tiket pesawat. Dimana salah satu faktor pemicunya ialah mahalnya harga avtur. “Pihak maskapai beli (avtur) pakai dolar, sementara penumpang bayar pakai rupiah. Inilah yang masih ditunggu masyarakat,” katanya.
Secara umum, Muchlis menyebut dampak tingginya harga tiket pesawat membuat kemampuan orang untuk berpergian makin berkurang, terutama untuk wisatawan nusantara. “Kalau bepergian luar negeri, saya rasa tidak begitu bermasalah. Tapi wisatawan domestik ini yang berat jadinya. Sebab costnya akan semakin besar apalagi Sumut secara demografi jauh dari kantong-kantong wisatawan utama kita. Yang terbesar itu datang dari Jawa Barat, DKI, Aceh dan Pekan Baru,” ujar pria berkacamata ini. “Artinya dengan naiknya tiket pesawat orang akan berpikir, kalau dulu bepergian dari Jakarta ke Medan atau Bandung-Medan, cuma keluarkan uang Rp800 sekali jalan, kini sudah harus Rp1,6 juta. Ini tentu akan semakin memberatkan,” sambungnya.
Hal kedua dengan berbayarnya bagasi pesawat, imbuhnya, orang tentu tidak mau lagi berat-berat menenteng barang bawaan. Menurutnya ini tentu akan berdampak secara ekonomi terhadap pelaku UMKM. “Jadi dampaknya itu tidak hanya pada perjalanan wisatawan, tetapi pelaku pariwisata lain seperti pengrajin suvenir, oleh-oleh dan lainnya,” pungkasnya. (gus/prn/bbs)