Selain itu dia meminta sekolah tidak mengirim guru untuk PPG semuanya. “Kalau semua dikirim PPG, sekolahannya bisa mandeg (berhenti, red),” jelas Muchlas.
Dia mengatakan proses belajar PPG bagi guru dalam jabatan lebih singkat dibanding yang pra jabatan. Untuk PPG prajabatan durasinya selama satu tahun. Sedangkan PPG bagi guru dalam jabatan hanya empat bulan saja. Tetapi keduanya sama-sama berasrama.
Proses PPG bagi guru dalam jabatan lebih singkat karena status mereka sudah menjadi guru. Sehingga ada materi PPG yang dikurangi. Diantaranya adalah materi praktik mengajar. Materi ini bisa dihapus karena sehari-hari para guru ini sudah menjalankan pembelajaran.
Muchlas mengatakan dirinya juga terlibat dalam proses seleksi kampus tempat PPG. Dia mengatakan tidak semua kampus penyelenggara kuliah keguruan akan ditunjuk sebagai penyelenggara PPG. Ada kriteria-kriteria tertentu. Seperti akreditasi dan kelengkapan layanan perkuliahan.
Pengamat pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jejen Musfah menyambut baik sistem baru PPG itu. Dia berharap dengan sistem baru itu, bisa menghasilkan guru-guru professional yang baik. Namun dia memberikan catatan terkait dengan kurikulum PPG. Khususnya terkait dibukanya akses PPG untuk sarjana non keguruan. Dia mengatakan jika kurikulum tidak dikemas sedemikian rupa, isinya nanti akan membosankan bagi peserta dari sarjana keguruan.
“Rasanya mengikuti pendidikan yang mengulang tentu agak bagaimana gitu. Tidak ada yang baru,” jelasnya. Sementara jika kurikulum PPG ditetapkan terlalu tinggi, dikhawatirkan peserta dari sarjana non keguruan akan kedodoran mengikutinya. (wan/jpg/ril)