25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Mobil Pribadi Wajib Pakai Pertamax

Direncanakan Efektif Setelah Lebaran

JAKARTA-Persiapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi terus bergulir. Dari beberapa opsi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih memilih sistem yang paling gampangn
yakni melarang mobil pribadi membeli BBM bersubsidi.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H Legowo mengatakan, saat ini pembahasan terkait rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi di internal pemerintah masih berlangsung alot. “Kalau bisa tahun ini (mulai pembatasan), setidaknya setelah lebaran lah,” ujarnya di Jakarta kemarin (14/7).
Pembahasan yang masih alot terjadi pada pemilihan opsi mana yang akan diambil oleh pemerintah dalam penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Meski masih alot, Evita mengatakan, saat ini Kementerian ESDM lebih cenderung untuk mengambil opsi melarang mobil pribadi mengonsumsi BBM bersubsidi.

“Kelihatannya, hampir semuanya yang memiliki mobil pribadi itu sudah cukup mampu (membeli BBM nonsubsidi). Kalau subsidi itu kan untuk (masyarakat) yang tidak mampu. Jadi yang sudah mampu, tidak usah saja (membeli BBM bersubsidi). Kita mendorongnya seperti itu,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, untuk menekan subsidi, pemerintah terus menggodog beberapa opsi. Pemerintah pun sudah meminta tim konsorsium perguruan tinggi yang dipimpin Anggito Abimanyu untuk mengkaji berbagai opsi yang mungkin.

Tiga opsi pun dikeluarkan. Opsi pertama, menaikkan harga BBM subsidi jenis Premium dari Rp4.500 per liter menjadi Rp5.000 per liter, kemudian menyiapkan pemberian uang kembali atau cashback sebesar Rp500 per liter untuk kendaraan umum. Jika opsi ini dilakukan, maka pemerintah bisa menghemat subsidi hingga Rp7,3 triliun per tahun. Kelebihan opsi ini adalah mudah dilaksanakan. Namun, kekurangannya, kenaikan harga bisa memicu inflasi serta berimbas pada ongkos sosial politik.

Opsi ke dua, harga Premium tetap Rp4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, sedangkan mobil pribadi dilarang membeli BBM subsidi. Jika opsi dipilih, maka pemerintah bisa menghemat subsidi Rp5,86 triliun per tahun. Namun, pelaksanaan opsi ini mengharuskan seluruh SPBU memiliki dispenser BBM nonsubsidi (Pertamax/Pertamax Plus) untuk melayani mobil pribadi. Dengan demikian, butuh waktu untuk pengembangan infrastruktur, terutama untuk wilayah luar Jakarta.

Opsi ke tiga, harga Premium tetap Rp4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, namun dengan penjatahan sekian liter per hari. Sehingga, jika kendaraan umum atau sepeda motor membeli BBM subsidi melebihi jatah, maka kelebihannya harus dibayar sebesar Rp5.500 per liter. Sedangkan mobil pribadi berhak membeli Premium dengan harga Rp5.500 per liter.

Opsi ke tiga ini bisa menghasilkan penghematan Rp8,6 triliun. Namun, kekurangannya, pemerintah harus memasang alat semacam smart card untuk seluruh kendaraan umum dan sepeda motor untuk mendeteksi konsumsi setiap hari. Dengan demikian, butuh pengembangan infrastruktur yang sangat besar.

Evita menyebut, masyarakat pemilik mobil pribadi juga harus mengerti bahwa selain diimbau untuk membeli BBM nonsubsidi, spesifikasi kendaraan pun memang harusnya sudah diisi dengan BBM dengan angka oktan di atas 91, seperti Pertamax yang oktannya 92. “Sebenarnya, mobil keluaran 1999 ke atas, itu harus menggunakan BBM dengan angka oktan di atas 91, jadi tidak cocok diisi Premium yang oktannya 88,” paparnya.

Dalam pembahasan dengan DPR, pemerintah sudah menutup opsi kenaikan harga BBM subsidi, sehingga opsi pertama dan ke tiga sepertinya sulit terlaksana. Sebelumnya, Menteri ESDM Darwin Z Saleh mengatakan, sebelum melakukan pengaturan konsumsi BBM subsidi, pemerintah akan meningkatkan pengawasan untuk menekan penyelewengan BBM subsidi. “Jadi, sampai saat ini, opsi kenaikan harga belum direncanakan. Sekarang kita perkuat pengawasan dulu,” katanya.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga terus mendesak Kementerian ESDM untuk segera menetapkan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. “Kita harapkan tahun ini terealisasi (pembatasan konsumsi BBM subsidi),” ujarnya.

Namun, rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM ini mendapat banyak kritikan. Anggota Komisi XI DPR Dito Ganinduto menilai, program pembatasan konsumsi BBM tidak akan bisa berjalan efektif. “Potensi terjadinya penyelewengan akan besar. Lagipula, saat ini saja pemerintah kesulitan mengawasi distribusi BBM bersubsidi, sehingga banyak penyelewengan,” katanya.

Menurut dia, program pembatasan juga akan menimbulkan gejolak di masyarakat yang imbasnya sulit diprediksi.

Pengamat Perminyakan yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, permasalahan dalam kebijakan subsidi BBM tak akan pernah tuntas jika hanya mengandalkan kebijakan sepotong-sepotong. “Karena itu, solusi untuk BBM bersubsidi adalah mematok besaran subsidi di angka tertentu, sehingga harga BBM akan berfluktuasi mengikuti harga minyak,” ujarnya.
Hasil studi ReforMiner Institute menyebut, kebijakan pembatasan BBM yang diwacanakan pemerintah selama ini memang cukup rasional, tetapi potensi distorsinya (khususnya terjadinya penyalahgunaan dan pasar gelap BBM) sangat tinggi. “Sehingga, tidak implementatif dan tidak efektif di dalam menyelesaikan masalah yang ada baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang,” katanya.

Sementara itu, aktivitas di gudang-gudang penimbunan minyak ilegal (siong) terus menggeliat. Menurut pantauan wartawan Koran ini di wilayah hukum Polsek Medan Labuhan, gudang-gudang siong yang masih beraktivitas yakni gudang yang berada di Jalan KL Yos Sudarso KM 20 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan, Jalan KL Yos Sudarso Km 18,5 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan, Jalan Kapten Rahmat Buddin Kelurahan Terjun kecamatan Medan Marelan, Jalan KL Yos Sudarso Km 15 Kelurahan Martubung  dan juga Jalan KL Yos Sudarso KM 10,5 Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli.

Kapolsek Medan Labuhan, Kompol Sugeng Riyadi yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya tidak mau mengangkatnya dan tidak membalas pesan singkat (SMS). Demikian juga dengan Kanit Reskrim Polsek Medan Labuhan, AKP Oktavianus.

Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan, AKP Hamam W mengatakan bahwa pihaknya sudah mengupayakan untuk mengambil tindakan dengan melakukan operasi rutin. Hasilnya, Selasa malam (12/7) kepolisian Polres Pelabuhan Belawan berhasil mengamankan dua truk minyak. “Kami upayakan akan memngambil tindakan kepada sopir dan gudang-gudang siong yang masih beraktivitas, agar memberikan efek jerah kepada mereka dengan memberi hukuman kepada sopir dan pemilik gudang,” ujarnya.

Dari Karo dikabarkan, pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 14-221238 di Jalan Kota Cane Kelurahan Lau Cimba, Kecamatan Kabanjahe, mencoba memanipulasi barang bukti kasus dugaan penimbunan BBM jenias solar dan premium. Pasalnya, terjadi perubahan Police Line di tiga titik tepat penemuan 153 jerigen berisi BBM. Selaini itu, ada indikasi pengosongan sejumlah jerigen juga identik dilakukan pihak SPBU. Pantauan sejumlah wartawan pada, Rabu (13/7), sekitar pukul 10.30 WIB, dari 153 jerigen yang awalnya di maksudkan sebagai barang bukti, hanya tersisa 108 jerigen dan beberapa diantaranya tampak kosong. (owi/jpnn/mag-11/wan)

Direncanakan Efektif Setelah Lebaran

JAKARTA-Persiapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi terus bergulir. Dari beberapa opsi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih memilih sistem yang paling gampangn
yakni melarang mobil pribadi membeli BBM bersubsidi.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H Legowo mengatakan, saat ini pembahasan terkait rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi di internal pemerintah masih berlangsung alot. “Kalau bisa tahun ini (mulai pembatasan), setidaknya setelah lebaran lah,” ujarnya di Jakarta kemarin (14/7).
Pembahasan yang masih alot terjadi pada pemilihan opsi mana yang akan diambil oleh pemerintah dalam penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Meski masih alot, Evita mengatakan, saat ini Kementerian ESDM lebih cenderung untuk mengambil opsi melarang mobil pribadi mengonsumsi BBM bersubsidi.

“Kelihatannya, hampir semuanya yang memiliki mobil pribadi itu sudah cukup mampu (membeli BBM nonsubsidi). Kalau subsidi itu kan untuk (masyarakat) yang tidak mampu. Jadi yang sudah mampu, tidak usah saja (membeli BBM bersubsidi). Kita mendorongnya seperti itu,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, untuk menekan subsidi, pemerintah terus menggodog beberapa opsi. Pemerintah pun sudah meminta tim konsorsium perguruan tinggi yang dipimpin Anggito Abimanyu untuk mengkaji berbagai opsi yang mungkin.

Tiga opsi pun dikeluarkan. Opsi pertama, menaikkan harga BBM subsidi jenis Premium dari Rp4.500 per liter menjadi Rp5.000 per liter, kemudian menyiapkan pemberian uang kembali atau cashback sebesar Rp500 per liter untuk kendaraan umum. Jika opsi ini dilakukan, maka pemerintah bisa menghemat subsidi hingga Rp7,3 triliun per tahun. Kelebihan opsi ini adalah mudah dilaksanakan. Namun, kekurangannya, kenaikan harga bisa memicu inflasi serta berimbas pada ongkos sosial politik.

Opsi ke dua, harga Premium tetap Rp4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, sedangkan mobil pribadi dilarang membeli BBM subsidi. Jika opsi dipilih, maka pemerintah bisa menghemat subsidi Rp5,86 triliun per tahun. Namun, pelaksanaan opsi ini mengharuskan seluruh SPBU memiliki dispenser BBM nonsubsidi (Pertamax/Pertamax Plus) untuk melayani mobil pribadi. Dengan demikian, butuh waktu untuk pengembangan infrastruktur, terutama untuk wilayah luar Jakarta.

Opsi ke tiga, harga Premium tetap Rp4.500 per liter untuk kendaraan umum dan sepeda motor, namun dengan penjatahan sekian liter per hari. Sehingga, jika kendaraan umum atau sepeda motor membeli BBM subsidi melebihi jatah, maka kelebihannya harus dibayar sebesar Rp5.500 per liter. Sedangkan mobil pribadi berhak membeli Premium dengan harga Rp5.500 per liter.

Opsi ke tiga ini bisa menghasilkan penghematan Rp8,6 triliun. Namun, kekurangannya, pemerintah harus memasang alat semacam smart card untuk seluruh kendaraan umum dan sepeda motor untuk mendeteksi konsumsi setiap hari. Dengan demikian, butuh pengembangan infrastruktur yang sangat besar.

Evita menyebut, masyarakat pemilik mobil pribadi juga harus mengerti bahwa selain diimbau untuk membeli BBM nonsubsidi, spesifikasi kendaraan pun memang harusnya sudah diisi dengan BBM dengan angka oktan di atas 91, seperti Pertamax yang oktannya 92. “Sebenarnya, mobil keluaran 1999 ke atas, itu harus menggunakan BBM dengan angka oktan di atas 91, jadi tidak cocok diisi Premium yang oktannya 88,” paparnya.

Dalam pembahasan dengan DPR, pemerintah sudah menutup opsi kenaikan harga BBM subsidi, sehingga opsi pertama dan ke tiga sepertinya sulit terlaksana. Sebelumnya, Menteri ESDM Darwin Z Saleh mengatakan, sebelum melakukan pengaturan konsumsi BBM subsidi, pemerintah akan meningkatkan pengawasan untuk menekan penyelewengan BBM subsidi. “Jadi, sampai saat ini, opsi kenaikan harga belum direncanakan. Sekarang kita perkuat pengawasan dulu,” katanya.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo juga terus mendesak Kementerian ESDM untuk segera menetapkan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. “Kita harapkan tahun ini terealisasi (pembatasan konsumsi BBM subsidi),” ujarnya.

Namun, rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM ini mendapat banyak kritikan. Anggota Komisi XI DPR Dito Ganinduto menilai, program pembatasan konsumsi BBM tidak akan bisa berjalan efektif. “Potensi terjadinya penyelewengan akan besar. Lagipula, saat ini saja pemerintah kesulitan mengawasi distribusi BBM bersubsidi, sehingga banyak penyelewengan,” katanya.

Menurut dia, program pembatasan juga akan menimbulkan gejolak di masyarakat yang imbasnya sulit diprediksi.

Pengamat Perminyakan yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, permasalahan dalam kebijakan subsidi BBM tak akan pernah tuntas jika hanya mengandalkan kebijakan sepotong-sepotong. “Karena itu, solusi untuk BBM bersubsidi adalah mematok besaran subsidi di angka tertentu, sehingga harga BBM akan berfluktuasi mengikuti harga minyak,” ujarnya.
Hasil studi ReforMiner Institute menyebut, kebijakan pembatasan BBM yang diwacanakan pemerintah selama ini memang cukup rasional, tetapi potensi distorsinya (khususnya terjadinya penyalahgunaan dan pasar gelap BBM) sangat tinggi. “Sehingga, tidak implementatif dan tidak efektif di dalam menyelesaikan masalah yang ada baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang,” katanya.

Sementara itu, aktivitas di gudang-gudang penimbunan minyak ilegal (siong) terus menggeliat. Menurut pantauan wartawan Koran ini di wilayah hukum Polsek Medan Labuhan, gudang-gudang siong yang masih beraktivitas yakni gudang yang berada di Jalan KL Yos Sudarso KM 20 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan, Jalan KL Yos Sudarso Km 18,5 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan, Jalan Kapten Rahmat Buddin Kelurahan Terjun kecamatan Medan Marelan, Jalan KL Yos Sudarso Km 15 Kelurahan Martubung  dan juga Jalan KL Yos Sudarso KM 10,5 Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli.

Kapolsek Medan Labuhan, Kompol Sugeng Riyadi yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya tidak mau mengangkatnya dan tidak membalas pesan singkat (SMS). Demikian juga dengan Kanit Reskrim Polsek Medan Labuhan, AKP Oktavianus.

Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan, AKP Hamam W mengatakan bahwa pihaknya sudah mengupayakan untuk mengambil tindakan dengan melakukan operasi rutin. Hasilnya, Selasa malam (12/7) kepolisian Polres Pelabuhan Belawan berhasil mengamankan dua truk minyak. “Kami upayakan akan memngambil tindakan kepada sopir dan gudang-gudang siong yang masih beraktivitas, agar memberikan efek jerah kepada mereka dengan memberi hukuman kepada sopir dan pemilik gudang,” ujarnya.

Dari Karo dikabarkan, pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 14-221238 di Jalan Kota Cane Kelurahan Lau Cimba, Kecamatan Kabanjahe, mencoba memanipulasi barang bukti kasus dugaan penimbunan BBM jenias solar dan premium. Pasalnya, terjadi perubahan Police Line di tiga titik tepat penemuan 153 jerigen berisi BBM. Selaini itu, ada indikasi pengosongan sejumlah jerigen juga identik dilakukan pihak SPBU. Pantauan sejumlah wartawan pada, Rabu (13/7), sekitar pukul 10.30 WIB, dari 153 jerigen yang awalnya di maksudkan sebagai barang bukti, hanya tersisa 108 jerigen dan beberapa diantaranya tampak kosong. (owi/jpnn/mag-11/wan)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/