25.6 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Rebutan Vaksin Covid-19 Makin Keras

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut, Indonesia harus berebut dengan berbagai negara untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Perebutan vaksin semakin lama kian ketat, apalagi belakangan ini terjadi lonjakan kasus Covid-19 di berbagai negara.

PAPARKAN: Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memaparkan saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga .

“Kita ketahui bahwa vaksin ini rebutan di seluruh dunia, makin lama makin keras rebutannya,” kata Budi dalam sebuah diskusi daring yang ditayangkan YouTube PB Ikatan Dokter Indonesia, Minggu (18/4).

Budi mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 salah satunya terjadi di India. Akibatnya, Pemerintah India memutuskan untuk memberlakukan embargo vaksin. Artinya, vaksin yang diproduksi saat ini diprioritaskan untuk mereka sendiri mengingat tingginya laju penularan virus. Pembatasan ekspor vaksin juga terjadi di beberapa negara lain seperti Amerika dan Inggris.

“Akibatnya ini juga membuat ramai dan membuat tindakan balasan dari negara-negara di luar India, terutama yang menguasai bahan baku yang dipakai oleh vaksin-vaksin India. Jadi memang jadi agak complicated,” ujar Budi.

Budi mengaku bersyukur, karena sejak awal Indonesia tidak hanya menjalin kerja sama pengadaan vaksin dengan satu perusahaan, melainkan empat. Keempatnya yakni Sinovac dari China, AstraZeneca dari London, Novavax dari Amerika-Kanada, dan BioNTech Pfizer dari Jerman. Dengan beberapa kerja sama itu, Indonesia masih punya persediaan vaksin yang cukup, meski banyak negara tengah berebut.

“Kenapa empat (kerja sama), ya maksudnya supaya kalau terjadi masalah dengan satu yang lainnya masih bisa kita terima dan itu yang kejadian sekarang juga,” kata Budi.

Kendati demikian, Budi mengakui bahwa kapasitas vaksinasi Covid-19 di Indonesia turun akibat gangguan suplai. Sebelum Ramadhan, vaksinasi mampu mencapai 500 ribu suntikan per hari. Kini, jumlahnya turun di angka 200-300 ribu suntikan.

Semula, pemerintah berasumsi akan mendapat 15 juta dosis vaksin per bulan selama Maret hingga April 2021. Namun, realitanya, jumlah vaksin yang diterima Indonesia selama April berkisar di angka 8-10 juta dosis.

Meski begitu, Budi memastikan, pasca-Ramadhan besaran vaksin yang diterima pemerintah akan kembali naik. Ia berharap, pada Mei-Juni mendatang kapasitas vaksinasi bisa mencapai 750 ribu suntikan per hari. “Dan sesudah Juli itu akan satu juta sampai 1,3 juta per hari karena memang pada saat itulah nanti jumlah vaksinnya akan datang lebih banyak,” katanya.

Partisipasi Lansia Menurun

Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, angka partisipasi lansia dalam vaksinasi Covid-19 cenderung menurun. Semakin hari, capaian vaksinasi pada lansia kian jauh di bawah angka vaksinasi petugas pelayan publik.

“Kalau kita lihat di awal-awal sempat terjadi antrean baik di rumah sakit umum daerah, Puskesmas. Tapi kemudian ke sini kita lihat cakupannya itu malah ketinggalan jauh dibandingkan dengan pemberi pelayan publik,” kata Nadia dalam diskusi daring yang sama.

Menurut Nadia, rendahnya angka partisipasi lansia dalam vaksinasi disebabkan karena sejumlah hal. Misalnya, keterbatasan terhadap akses vaksinasi, atau adanya kekhawatiran lansia terhadap keamanan vaksin. “Dan ini pentingnya bagaimana kita bersama-sama mensosialisasikan tentang keamanan vaksin,” ujarnya.

Padahal, pemerintah saat ini tengah memfokuskan program vaksin untuk lansia, setidaknya hingga bulan Juni. Vaksinasi Covid-19 pada lansia utamanya dilakukan di wilayah-wilayah sasaran mudik.

Meski pemerintah secara tegas sudah melarang mudik Lebaran 2021, kata Nadia, mobilisasi masyarakat ke berbagai daerah sudah terjadi sejak saat ini. Oleh karena itu, penting untuk melindungi lansia yang ada di daerah sasaran mudik dari potensi penularan virus corona.

“Lansia itu merupakan kelompok paling rentan, ini yang harus kita berikan tentunya perlindungan lebih prioritas lagi,” kata dia.

Nadia mengatakan, pemerintah telah menempuh sejumlah langkah untuk mempercepat proses vaksinasi pada lansia. Misalnya, melonggarkan akses dengan tidak membatasi vaksinasi lansia berdasar alamat yang terdaftar di e-KTP maupun domisili. Lansia bisa mendapatkan vaksin Covid-19 di tempat terdekat mereka.

Percepatan vaksinasi juga dilakukan dengan jemput bola atau mendata lansia dari pintu ke pintu (door to door) oleh Ketua RT atau Ketua RW. Mekanisme ini telah diterapkan di kawasan DKI Jakarta. “Artinya RT-RW mencatat semua lansia yang ada di wilayahnya, kemudian diumumkan pada hari tertentu misalnya Sabtu, atau Rabu, atau hari kerja itu dilakukan vaksinasi pada RT tersebut atau pada RW tersebut,” tutur Nadia.

Diharapkan, melalui upaya-upaya tersebut angka vaksinasi Covid-19 pada lansia dapat terus meningkat sehingga kalangan rentan semakin terhindar dari penularan virus corona. (kps)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut, Indonesia harus berebut dengan berbagai negara untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Perebutan vaksin semakin lama kian ketat, apalagi belakangan ini terjadi lonjakan kasus Covid-19 di berbagai negara.

PAPARKAN: Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin memaparkan saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga .

“Kita ketahui bahwa vaksin ini rebutan di seluruh dunia, makin lama makin keras rebutannya,” kata Budi dalam sebuah diskusi daring yang ditayangkan YouTube PB Ikatan Dokter Indonesia, Minggu (18/4).

Budi mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 salah satunya terjadi di India. Akibatnya, Pemerintah India memutuskan untuk memberlakukan embargo vaksin. Artinya, vaksin yang diproduksi saat ini diprioritaskan untuk mereka sendiri mengingat tingginya laju penularan virus. Pembatasan ekspor vaksin juga terjadi di beberapa negara lain seperti Amerika dan Inggris.

“Akibatnya ini juga membuat ramai dan membuat tindakan balasan dari negara-negara di luar India, terutama yang menguasai bahan baku yang dipakai oleh vaksin-vaksin India. Jadi memang jadi agak complicated,” ujar Budi.

Budi mengaku bersyukur, karena sejak awal Indonesia tidak hanya menjalin kerja sama pengadaan vaksin dengan satu perusahaan, melainkan empat. Keempatnya yakni Sinovac dari China, AstraZeneca dari London, Novavax dari Amerika-Kanada, dan BioNTech Pfizer dari Jerman. Dengan beberapa kerja sama itu, Indonesia masih punya persediaan vaksin yang cukup, meski banyak negara tengah berebut.

“Kenapa empat (kerja sama), ya maksudnya supaya kalau terjadi masalah dengan satu yang lainnya masih bisa kita terima dan itu yang kejadian sekarang juga,” kata Budi.

Kendati demikian, Budi mengakui bahwa kapasitas vaksinasi Covid-19 di Indonesia turun akibat gangguan suplai. Sebelum Ramadhan, vaksinasi mampu mencapai 500 ribu suntikan per hari. Kini, jumlahnya turun di angka 200-300 ribu suntikan.

Semula, pemerintah berasumsi akan mendapat 15 juta dosis vaksin per bulan selama Maret hingga April 2021. Namun, realitanya, jumlah vaksin yang diterima Indonesia selama April berkisar di angka 8-10 juta dosis.

Meski begitu, Budi memastikan, pasca-Ramadhan besaran vaksin yang diterima pemerintah akan kembali naik. Ia berharap, pada Mei-Juni mendatang kapasitas vaksinasi bisa mencapai 750 ribu suntikan per hari. “Dan sesudah Juli itu akan satu juta sampai 1,3 juta per hari karena memang pada saat itulah nanti jumlah vaksinnya akan datang lebih banyak,” katanya.

Partisipasi Lansia Menurun

Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, angka partisipasi lansia dalam vaksinasi Covid-19 cenderung menurun. Semakin hari, capaian vaksinasi pada lansia kian jauh di bawah angka vaksinasi petugas pelayan publik.

“Kalau kita lihat di awal-awal sempat terjadi antrean baik di rumah sakit umum daerah, Puskesmas. Tapi kemudian ke sini kita lihat cakupannya itu malah ketinggalan jauh dibandingkan dengan pemberi pelayan publik,” kata Nadia dalam diskusi daring yang sama.

Menurut Nadia, rendahnya angka partisipasi lansia dalam vaksinasi disebabkan karena sejumlah hal. Misalnya, keterbatasan terhadap akses vaksinasi, atau adanya kekhawatiran lansia terhadap keamanan vaksin. “Dan ini pentingnya bagaimana kita bersama-sama mensosialisasikan tentang keamanan vaksin,” ujarnya.

Padahal, pemerintah saat ini tengah memfokuskan program vaksin untuk lansia, setidaknya hingga bulan Juni. Vaksinasi Covid-19 pada lansia utamanya dilakukan di wilayah-wilayah sasaran mudik.

Meski pemerintah secara tegas sudah melarang mudik Lebaran 2021, kata Nadia, mobilisasi masyarakat ke berbagai daerah sudah terjadi sejak saat ini. Oleh karena itu, penting untuk melindungi lansia yang ada di daerah sasaran mudik dari potensi penularan virus corona.

“Lansia itu merupakan kelompok paling rentan, ini yang harus kita berikan tentunya perlindungan lebih prioritas lagi,” kata dia.

Nadia mengatakan, pemerintah telah menempuh sejumlah langkah untuk mempercepat proses vaksinasi pada lansia. Misalnya, melonggarkan akses dengan tidak membatasi vaksinasi lansia berdasar alamat yang terdaftar di e-KTP maupun domisili. Lansia bisa mendapatkan vaksin Covid-19 di tempat terdekat mereka.

Percepatan vaksinasi juga dilakukan dengan jemput bola atau mendata lansia dari pintu ke pintu (door to door) oleh Ketua RT atau Ketua RW. Mekanisme ini telah diterapkan di kawasan DKI Jakarta. “Artinya RT-RW mencatat semua lansia yang ada di wilayahnya, kemudian diumumkan pada hari tertentu misalnya Sabtu, atau Rabu, atau hari kerja itu dilakukan vaksinasi pada RT tersebut atau pada RW tersebut,” tutur Nadia.

Diharapkan, melalui upaya-upaya tersebut angka vaksinasi Covid-19 pada lansia dapat terus meningkat sehingga kalangan rentan semakin terhindar dari penularan virus corona. (kps)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/