JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan memberi apresiasi pada Menteri ESDM Jero Wacik. Ucapan terima kasih diberikan Dahlan, menyusul kesepakatan harga jual beli solar antara Pertamina dengan PLN yang sempat berseteru.
“Itu urusan ESDM, Menteri ESDM sudah menyelesaikan dan saya berterima kasih. Urusan solar yang menyangkut subsidi, itu kaitannya lebih pada ke Kementerian ESDM,” ungkap Dahlan usai menggelar Rapim BUMN di Kantor Asuransi Jiwa Sraya di Jalan Juanda, Jakarta, Kamis (14/8).
Karena alasan itulah, mantan Dirut PLN ini ogah ikut campur terlampau jauh. Mengingat urusan itu lebih pada kewenangan Kementerian ESDM. “Pertamina dan PLN, saya nggak ikut, karena menteri ESDM sudah menyelesaikan dan saya tidak turun tangan karena menteri ESDM sudah turun tangan,” tegas mantan Ketua PWI Surabaya itu.
Seperti diketahui, PLN bersama Pertamina akhirnya telah sepakat menyoal harga jual beli solar. Kesepakatan itu didapat setelah kemarin kedua BUMN itu melibatkan Kementerian Keuangan. Hanya saja berapa harga yang sudah disepakati, keduanya enggan membeberkan.
Kendati demikian, Kementerian Keuangan memastikan Pertamina tidak merugi dalam menyalurkan BBM solar ke PLN. Selain itu, subsidi listrik PLN tidak akan terlalu membengkak dari yang sudah dipatok Rp103,8 triliun.
“Tidak banyak, tidak tambah banyak. Tidak sampai Rp5 triliunan. Saya tidak tahu persis, tapi tidak banyak,” ujar Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Mangga Dua, Jakarta, kemarin.
Dia menegaskan untuk skema harga BBM solar ke PLN dari Pertamina, pemerintah tidak mematok harga. Harga disesuaikan dengan lokasi PLTD dan dari mana asal minyak solar tersebut.
“Kita tidak spesifik karena PLTD beda beda tergantung lokasi, tergantung minyaknya dipasok. Kita tidak come up dengan satu harga, karena beda-beda, makanya kita sepakat auditnya bagaimana baru kita nanti bayar dari transaksi riil.”
Bambang menegaskan, setiap ada kenaikan, patokan akan mengacu pada hasil audit BPKP. “Subsidi listrik, sementara (naik) tidak banyak. Kalaupun ada kenaikan, yang pasti setiap ada kenaikan harus dari hasil hasil audit BPKP,” katanya.
Sebelumnya, setelah rapat dengan Kementerian Keuangan, PLN mengklaim sudah menyelesaikan masalah kisruh pasokan solar ke pembangkit PLN .
“Pertamina dan PLN sudah bersepakat untuk mengenai jual beli BBM kepada PLN . Pasokan akan kembali diperbolehkan pada hari ini. Jadi sudah nggak ada masalah lagi,” ujar Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya di Kementerian Keuangan, kemarin.
Hanung menegaskan terkait harga adalah merupakan urusan bisnis kedua BUMN. “Itu urusan teknis lah. Pokoknya bersepakat sudah,” katanya.
Dia menegaskan pertemuan antara PLN dan Pertamina sudah selesai, tidak akan ada lagi pembahasan soal pasokan BBM. “Sudah ada kesepakatan, sudah,” katanya singkat.
Kisruh harga pasokan solar Pertamina dan PLN berawal saat PLN menolak kesepakatan kontrak anyar penjualan harga solar yang baru. Pertamina berdalih, dengan kontrak yang lama, perseroan rugi USD 28 juta pada tahun lalu. Semester I tahun ini USD 45 juta. Bahkan, jika harga tidak dikoreksi kerugian Pertamina mencapai USD 90 juta atau sekitar Rp1 triliun lebih untuk tahun ini.
Harga beli solar PLN ke Pertamina, sebelumnya disesuaikan dengan harga Mean of Plats Singapore (MOBS), ditambah persentase penyaluran dari mulai 5 persen sampai 9,5 persen. Rata-rata harga, saat ini adalah MOBS+7,5 persen.
Gas 3 Kg Laris
Sementara itu, menanggapi soal kenaikan harga gas elpiji 12 kg di pasaran, Pertamina Marketing Operation Region (MOR) I, Sumbagut mengimbau kepada masyarakat untuk membeli gas di pangkalan resmi atau modern outlet. Harga yang dibandrol masih di sekitaran Rp95 ribu sampai Rp97 ribu.
Hal ini disampaikan oleh External Relation Pertamina Marketing Operation Region I, Brasto Galih Nugroho kepada Sumut Pos, Kamis (14/8). “Kalau pengecer bukan jalur penyalur resmi Pertamina, jadi imbauan kami belilah di pangkalan resmi,” ujarnya.
Tambahnya, agen dan pangkalan resmi elpiji 12 kg harus menjual sesuai harga yang telah ditetapkan. “Pasokan elpiji 3 kg dan 12 kg normal saja, makanya di pasaran mana naiknya,” ujar Brasto singkat.
Sementara itu, rencana Pertamina yang akan menaikkan harga LPG membuat permintaan elpiji 3 kg di masyarakat mulai mengalami peningkatan. Berdasarkan keterangan salah seorang penjual elpiji 3 kg dan 12 kg di kawasan Tembung, Dewi (36) mengatakan, saat ini belum ada surat keterangan dari Pertamina bahwa elpiji 12 kg naik, dan harganya pun masih tetap seperti biasa.
“Meskipun belum ada kenaikan harga, tapi permintaan untuk elpiji 3 kg sudah mengalami peningkatan sejak tiga hari terakhir ini mencapai 15 persen,” ujar Dewi.
Menanggapi hal ini, ekonom Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan rencana Pertamina yang akan menaikkan harga elpiji 12 kg akan memberikan dampak multiplier yag luas terhadap asumsi ekonomi makro. Walaupun kenaikan tersebut relatif kecil, dan sumbangan inflasinya juga kecil di bawah 0.15%, namun rencana kenaikan gas 12 kg tersebut akan memberikan dampak lanjutan terhadap dunia usaha kita pada umumnya.
“Banyak pelaku usaha yang menggunakan elpiji 12 kg sebagai bahan bakar utama. Kenaikan harga elpiji akan memberikan tekanan terhadap beban operasional pelaku usaha yang nantinya akan berujung pada kenaikan harga jual barang itu sendiri. Ini yang akan memicu inflasi nantinya,” katanya.
Namun, bukan hanya disitu, ada sejumlah masalah lain yang layak untuk dicermati adalah seperti potensi tindakan oplosan dari tabung 3 kg ke tabung 12 kg. Potensi hilangnya gas 3 Kg di pasar berpeluang akan terjadi. Sehingga ini perlu untuk diperhatikan oleh Pertamina nantinya.
“Selisih harga yang jauh ini juga disinyalir sebagai bentuk kemungkinan kenaikan harga elpiji 3 kg nantinya,” katanya sembari berharap pemerintah dapat cermat memperhitungkan dampak dari kebijakan tersebut secara menyeluruh. (bbs/jpnn/put/tom/rbb)