Sepanjang 2011 Saudi Eksekusi Pancung 20 Buruh Migran
JAKARTA – Ancaman eksekusi pancung terhadap Tuti Tursliwatai, terus menjadi perhatian pemerintah. Waktu pemerintah untuk membebaskan TKI asal Desa Cikeusik, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat itu semakin mendesak. Jika pemerintah tidak bisa mengupayakan pengampunan, Tuti bakal dieksekusi mati setelah musim haji 2011 ini selesai.
Tuti divonis bersalah oleh pengadilan setempat karena terbukti membunuh majikannya, Suud Malhaq Al Utaibi pada 11 Mei 2010. Suud tewas terkapar setelah dipukul dengan sebatang kayu.
TKI kelahiran 6 Juni 1984 itu berangkat ke Saudi melalui PT Arunda Bayu pada awal September 2009 lalu. Keluarga korban untuk sementara menuntut eksekusi mati bagi Tuti dilaksanakan setelah musim haji 2011 selesai. Seperti diketahui, Saudi sampai saat ini masih menggunakan hukum qisas. Jika terbukti membunuh, maka hukumannya dibunuh.
Di tengah waktu yang semakin mepet, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalewaga di kantornya kemarin (14/10) mengatakan jika pemerintah Saudi menunjukkan upaya positif untuk menghindari hukuman mati bagi Tuti. Marty menuturkan, Saudi sudah menunjukkan semacam komitmen untuk memfasilitasi pemaafan Tuti dari keluarga almarhum Suud. “Kita jalin komunikasi intensif untuk mengupayakan ampunan bagi Tuti,” katanya usai menerima kunjungan Menlu Jepang Koichiro Gemba.
Marty mengatakan, Presiden SBY sudah mengirim surat langsung ke Raja Arab Saudi untuk mengupayakan pembebasan Tuti dari ancaman vonis pancung. Cara lain juga ditempuh oleh satgas TKI. Menurut Marty, satgas yang dipimpin Alwi Shihab juga ikut andil dalam meminta permaafan bagi Tuti dengan meluncur langsung ke Saudi. Tapi, hingga saat ini masih belum ada laporan perkembangan dari upaya tim satgas.
Kepada keluarga Tuti, Marty menuturkan harus memahami upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah. “Jangan sampai memunculkan isu-isu negatif dalam kasus ini,” tandasnya. Isu negatif yang selama ini muncul adalah, pemerintah awalnya menutup kasus ancaman hukuman mati Tuti ke pihak keluarga. Pemerintah juga dicap menyerah setelah pengadilan memutus vonis bersalah bagi Tuti.
Marty mengingatkan, Tuti bisa benar-benar bebas dari ancaman hukum pancung jika keluarga korban memberikan ampunan. “Kata kunci dalam kasus ini adalah pemaafan dari pihak keluarga korban. Tapi pemerintah tetap berupaya mencari ampunan, “ tegas Marty. Dia mengatakan, upaya pemerintah saat ini tetap tergantung dari sikap keluarga korban. Apakah mau memberikan ampunan atau tidak terkait tindakan yang sudah dilakukan Tuti.
Sementara itu, dukungan terhadap upaya pembebasan Tuti dari ancaman pancung terus mengalir. Diantaranya diutarakan oleh sejumlah aktivis pembela HAM yang tergabung dalam berbagai organisasi. Seperti Kontras, Migrant Care, Wahid Institute dan sejumlah organisasi lainnya.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menuturkan, hasil dari pertemuan Komisi Tinggi HAM PBB 12 Oktober lalu, terungkap jika sepanjang 2011 pemerintah Saudi telah mengeksekusi pancung 58 orang. “Dari jumlah itu, 20 diantaranya buruh migran,” kata Anis.
Diantara yang membuat miris Anis dan rekan-rekannya, dalam pertemuan PBB itu terungkap pula jika Saudi beberapa waktu lalu telah mengeksekusi pancung delapan buruh migrant asal Bangladesh secara bersama-sama. Anis menjelaskan, ancaman hukuman mati bagi Tuti tidak adil. Sebab, Tuti bertindak sampai membunuh karena mempertahankan diri dari kebiadapan majikannya. (wan/jpnn)