JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Proses penyidikan kasus dugaan penggelapan dana nasabah asuransi Jiwasraya, direspon Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sembari kasus itu berlanjut di Kejaksaan Agung, Kementerian BUMN menyiapkan sejumlah mekanisme terkait upaya pengembalian dana polis nasabah-nasabah asuransi pelat merah itu.
Kementerian BUMN membeberkan beberapa fokus yang akan dikejar sebagai solusi penyelesaian. Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menjelaskan solusi-solusi tersebut akan berkonsenterasi pada unsur bisnis agar uang nasabah bisa kembali, di antaranya adalah upaya restrukturisasi utang. “Langkah pertama adalah restrukturisasi utang-utang Jiwasraya khususnya untuk saving plan, yang ditargetkan bisa selesai kuartal I 2020,” ujar Arya, kemarin (15/1).
Arya juga kembali menyinggung tentang pembentukan perusahaan holding. Menurut dia, pendirian perusahaan holding mampu membantu penyelesaian kasus Jiwasraya. Namun di sisi lain, Kementerian BUMN masih menunggu selesainya peraturan pemerintah terkait holding tersebut. “Kita menunggu PP-nya, yang kita harapkan prosesnya cepat dan kita harus mematuhi regulasi dimana kita tidak bisa membuat holding tanpa peraturan pemerintah,” tambahnya.
Opsi solusi berikutnya, lanjut Arya, adalah kerjasama beberapa BUMN dengan Jiwasraya untuk membentuk anak perusahaan. Anak perusahaan tersebut diproyeksikan untuk bisa menarik investor-investor baru. “Harapannya kuartal pertama bisa (terbentuk, red) dan ada investor masuk sehingga dana dari situ dapat dikembalikan ke nasabah,” bebernya.
Menjual portofolio saham Jiwasraya, juga disebut Arya menjadi solusi. Nantinya akan dilihat saham-saham yang bisa dijual dengan harga yang baik. “Kita harapkan langsung ada dana cash yang bisa dihasilkan dari hal tersebut,” urainya.
Ditemui di Istana Kepresidenan, Menteri BUMN Erick Thohir memastikan pemerintah belum memiliki rencana menyuntikan dana APBN terkait Jiwasraya. Solusinya tetap sesuai rencana, yakni dengan melakukan holdingisasi. Dengan cara tersebut, Erick menjamin dana nasabah akan bisa dikembalikan. Namun, lanjut dia, prosesnya akan dilakukan bertahap.
Erick menuturkan, holdingisasi akan dimulai pada pertengahan atau akhir Februari. “Karena memang kita harus mengikuti step-step dari pembentukan holding itu sendiri,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (15/1).
Bos Mahaka itu menambahkan, dengan holdingisasi, maka akan ada cash flow yang masuk sekitar Rp 1,5 – 2 triliun. Kemudian dari pembentukan Jiwasraya Putra, pihaknya akan mencarikan partner strategic yang akan menghasilkan Rp 1-3 triliun. Selain itu, saat ini masih ada aset saham Jiwasraya yang sudah dideteksi. Valuasinya mencapai Rp 2-3 triliun.
”Itu kan sudah dengan dana terkumpul itu akan dikembalikan bertahap,” tuturnya.
Erick menuturkan, rengrengan tersebut nanti akan di bawa ke DPR bersama dengan Menteri Keuangan pada 20 Januari mendatang. “Yang penting kita menjelaskan secara terbuka, transparan, dan yang pasti kita sangat amat memprioritaskan sesuai arahan Presiden untuk penyelesaian nasabah,” terangnya.
Sementara itu, kemarin Komisi XI DPR memanggil perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk mendengarkan informasi dan data yang diketahui pihak BEI terkait Jiwasraya. Pertemuan tersebut berlangsung tertutup, ditemui usai acara, anggota komisi XI DPR Amir Uskara juga enggan membeberkan detil tentang apa saja yang disampaikan pihak BEI. “Tadi hanya minta data riil kondisi Jiwasraya dari 2006-2018. Data itu nggak bisa kita buka, tapi dari data itu bisa melhat arahnya ke mana, apa yang terjadi di Jiwasraya,” ujar Amir.
Menurut Amir, proses hukum akan tetap berjalan. Pihaknya sendiri mengakui bahwa butuh waktu bagi Kementerian BUMN untuk menyelesaikan masalah perusahaan asuransi tersebut. “Mau bikin (solusi, red) apapun yang penting nasabah jangan dirugikan. Proses ini tidak bisa kita paksakan, dari DPR kita hanya berharap bisa dilakukan secepatnya,” tegasnya.
Senada dengan komisi XI, pihak BEI juga tidak berkomentar banyak saat ditemui usai pertemuan. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widito Widodo hanya menyampaikan bahwa pihaknya menyampaikan keterangan dan pendapat sesuai yang diminta komisi XI DPR. “Tadi RDP pertanyaannya umum dari A sampai Z macam-macam. Saya nggak berhak untuk mengungkapkan di depan publik. Keterangan, pendapat, opini, itu yang ditanyakan,” ujar Laksono.
Direktur Utama Hexana Tri Sasongko menyatakan, dalam penyelamatan Jiwasraya harus dilakukan restrukturisasi. Langkah pertamanya, secara internal harus ada upaya penyehatan perusahaan agar ke depannya Jiwasraya memiliki dana. Karena itu, pihaknya dan Kementerian BUMN telah membentuk Tim Percepatan Penyelesaian dan Penyehatan Jiwasraya.
“Sekarang lagi dibicarakan bagaimana langkah-langkah penyelesaiannya. Penyehatan Jiwasraya tentu melibatkan domain dari pemegang saham,” ujar Hexana saat menjadi pembicara dalam FGD Fraksi Partai Nasdem kemarin. Menurut dia, perusahaannya akan mencari dana dari sumber inisiatif yang saat ini sedang dalam proses.
Langkah selanjutnya, yaitu membentuk holding. Menurut Hexana, saat ini, Jiwasraya belum menjadi holding. Nantinya akan ada instrumen investasi yang dikeluarkan dan akan dibeli oleh holding. Intinya penyelesaian akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan profit yang diterima. “Setiap profit yang diterima akan kita pakai untuk menyelesaikan kewajiban secara bertahap,” papar dia.
Dia mengatakan, nanti ada sejumlah mekanisme yang akan dilakukan. Di antaranya, kata dia, akan melakukan profiling nasabah. Selanjutnya, akan dicarikan solusi yang terbaik dan mengalokasikan secara bertahap dari profit yang masuk.
Dia menambahkan bahwa dalam sistem asuransi tidak mengenal istilah bailout. Namun yang ada adalah bail-in dari pemegang saham. Mekanismenya selama ini menggunakan mekanisme bisnis. Yaitu, dengan membentuk Jiwasraya Putera, yang akan menggandeng distribution agreement dari empat BUMN, PT Bank Tabungan Negara, PT Pegadaian, PT Kereta Api Indonesia, dan PT Telkomsel.
Dengan langkah tersebut, diharapkan akan ada dana sehat sebagai solusi untuk persoalan Jiwasraya. Jadi keempat BUMN itu perlu bersinergi. Jika Jiwasraya Putera berhasil, maka keempat perusahaan pelat merah itu akan mendapat deviden. “Di samping itu dari segi transaksi mereka kuga dapat fresh income,” ucap dia. Terkait target waktu penyelesaiannya, Hexana tidak bisa memastikannya. Sebab skema penyelesaiannya dilakukan secara bertahap pula, bergantung pada profitnya.
Polri Tunggu Hasil Audit Investigasi ASABRI
Di sisi lain, kasus yang terkait ASABRI nampaknya belum menunjukkan perkembangan berarti. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono menyampaikan bahwa saat ini pihaknya masih menunggu laporan hasil audit investigasi terkait dengan masalah perusahaan asuransi khusus TNI dan Polri itu. “Menunggu laporan hasil audit BPK akan diserahkan ke mana. Apakah Polri, KPK, atau Kejaksaan,” terangnya. Belum ada kepastian apakah Polri sudah menyelidiki.
Staf Khusus Menhan bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto sudah mendapat laporan terkait dugaan korupsi di tubuh ASABRI. “Menhan sedang memelajari dan menunggu informasi lengkap permasalahannya dari menteri BUMN dan BPK,” terang Dahnil.
Menurut dia, Menhan Prabowo ingin memastikan seluruh dana yang setiap bulan dipotong dari penghasilan prajurit TNI serta PNS Kemhan aman dan tidak terganggu. Karena itu, meski ASABRI tidka bersentuhan secara langsung dengan Kemhan, mereka tetap perlu mengikuti perkembangan informasi terkait BUMN tersebut.
Dahnil menyebut, dari total keseluruhan aset yang dimiliki oleh ASABRI saat ini, sebagian di antaranya bersumber dari iuran pensiun prajurit TNI, anggota Polri, serta PNS di TNI, Polri, dan Kemhan. “Dari total gaji pokok mereka setiap bulan dipotong 4,75 persen untuk iuran pensiun dan 3,25 persen tunjangan hari tua,” bebernya.
Di bagian lain, pakar asuransi sosial Chazali Situmorang menyayangkan kondisi PT Asabri saat ini. Menurut dia, situasi tersebut tidak akan terjadi jika Asabri bergabung dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sejak awal di tahun 2014 lalu.
”Tapi kan dalam UU komprominya 2029 diserahkan ya,” ujarnya.
Namun, di tengah dugaan kasus korupsi dan kerugian Asabri saat ini, isu peleburan makin santer terdengar. Ada potensi dipercepat dari permintaan Asabri sebelumnya. Mantan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) itu mengatakan, kondisi ini berbahaya bagi BPJS Ketenagakerjaan. Bisa-bisa, BPJS Ketenagakerjaan hanya terima saham bidong. Belum lagi tanggungan kerugian yang mendera saat ini.
“Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan, red) bisa terima rongsokan, pepesan kosong,” ungkapnya.
Karena itu, lanjut dia, jika ingin dilebur segera maka yang harus diserahkan aset net. Tidak boleh beserta kerugian yang sedang dipikul. “Kalau itu terjadi, pemerintah harus tanggungjawab,” tegasnya.
Chazali menjelaskan, Asabri dan BPJS Ketenagakerjaan sama-sama jaminan sosial. Tapi, kebobolan besar bisa terjadi di Asabri lantaran direksi diminta untuk mencari untung. Beda dengan BPJS yang justru dilarang investasi yang berisiko. “Karena dia kan PT, jadi diminta cari untung sebanyak-banyaknya,” paparnya.
Disinggung soal premi dan manfaat bagi peserta Asabri ketika sudah dilebur nanti, Chazali menuturkan, tidak akan ada tambahan manfaat. semuanya akan sama dengan peserta lainnya yang tergabung dalam BPJS Ketenagakerjaan. “Gak boleh beda (manfaat, red). Paling nanti besaran premi akan disesuaikan dengan risiko kerja, ada indeksnya,” jelasnya.
Sementara, soal gugatan penolakan empat purnawirawan TNI terhadap rencana penggabungan tersebut, Penulis buku Reformasi Jaminan Sosial Di Indonesia itu mengatakan, tak jadi soal. Penolakan juga hanya beberapa oknum saja, bukan organisasi.
Dia menyebut, di level kolonel sampai prajurit mendukung penuh. Dia mencontohkan untuk kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ketika sakit, mereka bisa berobat ke fasilitas kesehatan mana saja. Tidak harus milik TNI. (lum/agf/far/mia/syn)